Dilema Konversi Kompor Gas ke Kompor Listrik
Pemerintah melalui Menko Perekonomian Airlangga program migrasi kompor gas ke kompor listri tidak berlaku di tahun 2022. (Fixabay - Yvone HIljbens)

Bagikan:

Pemerintah melalui Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan program konversi kompor elpiji 3 kg ke kompor listrik induksi tidak akan diberlakukan pada tahun 2022 ini. Keputusan tersebut diambil dengan memperhatikan suara masyarakat. Airlangga Hartarto menyebut, program konversi tersebut dalam pembahasan anggaran dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga belum disetujui.

Dengan demikian program kompor listrik induksi kini sifatnya masih merupakan uji coba atau prototipe sebanyak 2.000 unit dari rencana 300 ribu unit yang akan dilaksanakan di Bali dan Solo (Jawa Tengah).

Airlangga juga memastikan pemerintah akan menghitung dengan cermat segala biaya dan risiko, memperhatikan kepentingan masyarakat, serta mensosialisasikan kepada masyarakat sebelum program konversi kompor elpiji 3 kg ke kompor listrik induksi diberlakukan.

Sebelumnya pemerintah melalui Kementerian ESDM dan PLN mengatakan kalau tahun ini pemerintah akan menjalankan program konversi kompor gas ke kompor listrik. Dalam kaitan program tersebut, tahun ini pemerintah bakal membagikan paket kompor listrik untuk rumah tangga. Paket tersebut rencananya akan dibagikan kepada 300.000 ribu orang secara gratis. Paket kompor listrik yang diberikan pemerintah tersebut senilai Rp1,8 juta.

Untuk tahap awal program migrasi kompor gas elpiji ke kompor listrik 1.000 watt akan digelar di tiga kota yakni Denpasar, Solo, dan Sumatera. Nanti di tahun 2023-2025 akan dibagikan lagi sebanyak 5 juta unit. Nanti totalnya mencapai 15,3 juta unit kompor listrik yang akan ditukar dengan kompor gas milik masyarakat.

Program konversi kompor elpiji 3 kg ke kompor listrik induksi dilakukan untuk mendukung program pemerintah terkait ketahanan energi nasional melalui program pengalihan energi. Dengan mengalihkan kompor gas ke kompor listrik, secara tidak langsung masyarakat membantu negara untuk berhemat Rp50 triliun yang selama ini dikeluarkan untuk subsidi LPG (elpiji). Masyarakat yang menggunakan kompor listrik juga diklaim bisa menghemat 10 hingga 15 persen ketimbang kompor gas.

Sontak program tersebut menuai pro dan kontra. Ada yang setuju, tidak sedikit yang menolak. Yang setuju mengatakan program tersebut bagus asal memperhatikan sejumlah hal. Sementara yang tidak setuju mengatakan program konversi kompor gas ke kompor listrik justru memberatkan masyarakat.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menekankan bahwa migrasi gas elpiji ke kompor listrik belum tentu menyasar kalangan masyarakat kelas bawah. Namun bisa jadi justru menyasar kelas menengah, seperti penghuni apartemen atau perumahan.

Memang, bagi masyarakat menengah, lebih khusus yang tinggal di apartemen kompor listrik lebih praktis. Namun, tidak semua sepakat juga. Anggota Komisi VII DPR Mulan Jameela menentang keras. Penyanyi yang juga istri musisi Ahmad Dhani tersebut meminta pemerintah mengkaji ulang. Menurutnya program tersebut bukan menyelesaikan masalah melainkan memindahkan masalah. Konversi kompor gas dengan kompor induksi, kata Mulan Jameela, masih belum tepat diterapkan di Indonesia. Harga kompor induksi per unitnya mencapai Rp1,5 juta dan peralatan masak khusus kompor induksi terkesan masih tidak terjangkau kalangan menengah ke bawah.

Ia mengatakan, di rumah ia memang menggunakan kompor listrik tapi untuk beberapa hal tetap harus menggunakan kompor gas. Menurut Wulan, ada beberapa karakter makanan Indonesia yang tidak cocok menggunakan kompor listrik. Memang, tidak bisa membayangkan memasak rendang yang prosesnya hingga berjam-jam menggunakan kompor listrik. Atau juga memasak opor ayam.

Itu dari sisi makanan khas Indonesia. Kelas menengah di tanah air mungkin aman-aman saja. Bagaimana dengan pedagang nasi goreng keliling? Atau pedagang gorengan pinggir jalan? Sulit membayangkan memasak menggunakan kompor listrik. Dari mana mereka mendapat setrum jika posisi tidak menetap?

Itu soal teknis di lapangan terkait program konversi kompor listrik menjadi kompor gas. Oke, pemerintah mengklaim bisa menghemat 10-15 persen. Apakah angka tersebut sudah diukur dengan akurat? Seperti diketahui harga listrik dari PLN kerap naik. Belum lama juga naik. Bahkan ada wacana pula menghapus listrik 450 Watt walau kemudian dibantah Presiden Jokowi.

Semua tentu sepakat ketahanan energi mesti dijaga. Pemerintah dan orang-orang di dalamnya harusnya orang pilihan. Orang-orang pintar yang tentu bisa memikirkan alternatif yang lebih tepat bagaimana ketahanan energi dijaga tanpa memberatkan masyarakat kecil. Mungkin pemerintah sebaiknya bukan menunda, tapi sekalian saja membatalkan konversi kompor gas 3kg ke kompor listrik. Beban masyarakat masih berat. Harga BBM baru saja naik yang kata banyak pengamat bakal meningkatkan inflasi. Kalau ditambah program konversi dijalankan entah bagaimana nasib pedagang nasi goreng keliling, atau pedagang bakso.