JAKARTA – Ring girl atau gadis ring seolah menjadi bagian tak terpisahkan dalam tinju profesional. Perempuan-perempuan berparas cantik dengan tubuh seksi senantiasa dimunculkan dalam setiap jeda ronde sebuah pertandingan tinju profesional.
Namun tradisi yang sudah berlangsung sejak 1965 itu bakal segera lenyap, menyusul rencana pemakaian artificial intelligence (AI), kecerdasan buatan dalam perhelatan tinju profesional. AI tersebut bakal menggantikan peran ring girl untuk menunjukkan ronde-ronde yang bakal dijalani petinju, dan banyak hal lain.
Seorang model AI yang dinamai Lily Hayes akan menjadi gadis jadi-jadian pertama yang bakal menggantikan peran ring girl asli.
“Teknologi berkembang dengan sangat cepat, termasuk pengaruhnya dalam setiap sendi olahraga. Organisasi-organisasi olahraga juga melakukan inovasi dengan memanfaatkan influencer AI. Lily sudah membangun basis penggemar yang luar biasa dalam 12 bulan terakhir, dan pergelaran tinju pro adalah salah satu jalan terbaik untuk masuk ke arus utama olahraga dunia,” ujar pencipta Lily Hayes, seperti dikutip Daily Star.
“Ring girls sudah menjadi bagian keluarga besar tinju. Namun satu hal yang tidak bisa mereka lakukan adalah, berinteraksi dengan penggemar selama 24 jam 7 hari sepekan. Dan itu dilakukan dalam berbagai bahasa,” ujar kreator yang tidak disebutkan jati dirinya tersebut.
BACA JUGA:
Lily Hayes Si Gadis AI sudah mulai dikenal lewat platform berbayar Fanvue. Menurut juru bicara Fanvue, Lily Hayes mampu menghasilkan 20 ribu pound sterling, sekitar Rp407 juta, per pekan dari unggahan dan obrolan dengan para penggemarnya.
Tradisi ring girl diawali oleh seorang promotor tinju bernama Bill Miller. Dia memiliki agenda rutin mementaskan laga tinju pro setiap Selasa malam di Hotel Hacienda, Las Vegas.
Pada 1965 Miller melakukan inovasi untuk menambahkan unsur hiburan dalam setiap pergelaran tinju yang dia suguhkan. Maka dia mempekerjakan gadis-gadis untuk berparade keliling ring sambil membawa papan penanda ronde yang akan datang. Inovasi Miller ini dengan cepat berkembang tak hanya di seluruh Amerika Serikat, namun juga dunia.
Pemanfaatan AI dalam dunia tinju dimulai saat laga kedua Oleksandr Usyk vs Tyson Fury di Riyadh, Arab Saudi pada 21 Desember lalu. Laga tersebut menggunakan satu juri AI, selain tiga juri asli yang secara tradisional memberi penilaian terhadap petinju.