Bagikan:

JAKARTA – Budisatrio Djiwandono, bakal calon Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (PP Perbasi) masa bakti 2024-2028, dipastikan akan naik dengan mulus sebagai ketua umum.

Pasalnya, keponakan dari Presiden terpilih Prabowo Subianto ini sudah pasti sebagai calon tunggal yang akan maju dalam bursa pemilihan Ketua Umum Perbasi.

Budi sebenarnya bukan nama satu-satunya yang datang mengambil formulir pendaftaran ke Kantor Perbasi di GBK Arena, Senayan, Jakarta. Masih ada satu nama lain, yakni Yos Paguno.

Nama kedua ini bukanlah orang asing dalam dunia basket. Ia sudah kenyang pengalaman di basket, baik sebagai manajer tim juga menjabat pengurus.

Dia tercatat pernah menjabat sebagai Ketua Pengurus Kota (Pengkot) Perbasi Jakarta Timur periode 2015 sampai 2017 dan Ketua Pengurus Provinsi (Pengrov) DKI Jakarta periode 2017 hingga 2022.

Akan tetapi, ia sudah dipastikan tidak ikut bertarung di Musyawarah Nasional (Munas) PP Perbasi pada 28-30 Oktober 2024.

Yos dipastikan tidak masuk bursa calon ketua umum setelah tidak mengembalikan formulir pendaftaran sampai batas waktu yang ditetapkan pada Senin, 23 September 2o24, pukul 17.00 WIB.

Dengan demikian, berharap melihat dua calon berkompetisi secara terbuka dan adil untuk menjadi Ketua Umum PP Perbasi masa bakti 2024-2028 sudah pasti tidak akan terwujud.

Budi pun sudah mengembalikan formulir pada Jumat, 20 September 2024. Ia mendapat dukungan secara tertulis dari 28 Pengprov (Pengurus Provinsi) Perbasi atau hampir dua kali lipat dari jumlah minimal persyaratan maju menjadi calon ketua umum yang ditetapkan, yakni dukungan 15 Pengprov Perbasi.

Satu dukungan lain akan menyusul sehingga ia kemungkinan disokong 29 Pengprov Perbasi saat Munas nanti. Dukungan yang begitu gemuk tersebut otomatis menutup kans sosok lain yang berminat.

Saat ini Perbasi tercatat memiliki 31 Pengprov aktif yang memiliki hak suara. Dengan demikian, jika ada calon lain yang tertarik untuk mengikuti konstelasi otomatis tidak memiliki kekuatan lagi sebab hanya tersisa dua Pengprov yang bisa digaet.

Kondisi itu jelas sangat jauh dari jumlah minimal persyaratan yang ditetapkan sehingga otomatis yang bersangkutan akan gugur saat verifikas dokumen.

Persyaratan harus mengantongi dukungan sebanyak 15 Pengprov ini disinyalir menjadi cara PP Perbasi memuluskan langkah Budisatrio.

Tak heran, kritik pun mengalir dari pemerhati bola basket, Hisia Martogi Lumban Gaol.

Dia mengatakan bahwa syarat ini terlalu mengada-ada serta tidak menunjukkan semangat demokrasi sama sekali.

"Karena syarat yang dibuat melanggar AD/ART dan FIBA statuta," kata dia.

Ketua Tim Penjaringan Calon Ketua Umum Perbasi, Setia Dharma Madjid, membenarkan persyaratan harus mengantongi dukungan minimal dari Pengprov memang tidak ada di dalam AD/ART organisasi.

"Itu keputusan dibuat dalam rapat pleno pengurus terkait Munas," ujar dia.

Makanya, Togi pun merasa aneh bahwa sebagai sebuah organisasi, Perbasi seharusnya memiliki aturan main dan prosedur yang harus diikuti dalam proses pencalonan dan pemilihan pemimpin atau pengurus.

Aturan tersebut biasanya tercantum dalam Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD/ART) serta statuta organisasi. Sayangnya, hal itu tidak dilakukan oleh Perbasi.

Artinya, tanpa adanya aturan jelas, praktik-praktik memuluskan salah satu calon punya kemungkinan besar terjadi tak hanya saat ini, tapi juga pada masa mendatang.

Pengaturan-pengaturan tersebut membuat wajah organisasi tercoreng karena nilai demokrasi hilang.

"Sebagai anggota organisasi, kita harus mematuhi aturan-aturan tersebut demi menjaga demokratisasi dan keadilan dalam proses pemilihan," ujarnya.

Selain AD/ART tak jelas yang memunculkan praktik memuluskan salah satu calon tertentu, peraturan pemilihan Ketua Umum Perbasi pun menabrak Statuta FIBA.

Togi lebih lanjut menegaskan apabila ada hal-hal yang bertentangan dengan aturan organisasi, maka peraturan tersebut perlu dikoreksi, diperbaiki, atau dicabut.

Hal itu harus dilakukan oleh organisasi bersangkutan agar proses pencalonan dan pemilihan pemimpin serta pengurus bisa dilakukan secara adil dan transparan.

Proses yang bersih dalam sebuah pemilihan, kata dia, sangat penting untuk menjaga integritas dan kepercayaan anggota organisasi.

Penegasan tersebut termaktub di dalam Statuta FIBA, tepatnya pada artikel 9.7. Dalam artikel tersebut dinyatakan bahwa federasi nasional harus melaksanakan proses pemilihan secara demokrasi, transparan, dan akuntabilitas yang dilakukan empat tahun sekali.

"Dari beberapa pasal, tidak ada sebuah isyarat untuk membuat aturan baru oleh tim penjaringan."

"Apalagi aturan yang bertentangan dengan semangat demokrasi, semangat perubahan dan mencari sosok untuk menjadi pemimpin organisasi nasional bola basket," ujar Togi yang pernah jadi pengurus PP Perbasi 2015-2019 itu.

Setoran Rp500 Juta Penuh Tanda Tanya

Jika merujuk AD/ART maka sebenarnya sudah dijelaskan dengan tegas bahwa peserta Munas dan pemilik suara adalah Pengprov serta Pengkab/Pengkot (Pengurus Kabupaten atau Kota).

Karena itu, harus ada hak yang sama alias asas egaliter dari masing-masing pengurus untuk bisa memberikan dukungan kepada para calon.

Togi mengatakan bahwa tidak ada jaminan seseorang yang tidak mendapat dukungan dari Pengprov adalah sosok yang tidak layak memimpin organisasi.

Sebaliknya, sosok yang mendapatkan dukungan banyak dari para Pengprov belum tentu juga orang yang layak untuk mengepalai sebuah organisasi.

"Kenapa tidak membuat aturan seorang bakal calon adalah seorang anak raja, keponakan raja, atau seorang konglomerat?" ujar dia.

Berikutnya, Togi menekankan bahwa untuk menjunjung tinggi semangat demokrasi maka cara-cara seperti itu sebaiknya disingkirkan. Pasalnya, di dalam demokrasi semuanya setara.

"Biarlah peserta Munas (pemilik suara) menjadi hakim dan memutuskan untuk memilih pilihannya bukan dihambat dengan aturan yang tidak ada sama sekali di Statuta FIBA dan AD/ART Perbasi," tutur dia.

Persyaratan lain yang ikut disorot oleh Togi adalah kewajiban calon ketua umum untuk menyetor dana sebesar Rp500 juta.

Kesanggupan seseorang menyetor nominal tersebut, menurutnya, tidak bisa menjadi indikator kelayakan seseorang sanggup membimbing organisasi dibandingkan orang yang tidak punya uang.

"Dalam kepemimpinan bukan uang yang menjadi patokan. Maka dari itu, perlu dikoreksi bunyi syarat atau kriteria ini."

"Menurut saya, panitia hanya menampung para calon saja tidak berhak memutuskan sah atau tidaknya seorang calon," ucapnya.

Seperti disinggung sebelumnya, Togi juga sepakat bahwa bursa calon Ketua Umum Perbasi masa bakti 2024-2028 ini telah dilakukan secara kubu-kubuan untuk mendukung calon tertentu.

Padahal, seharusnya semua calon wajib berkomunikasi dengan seluruh pengurus basket se-Indonesia.

"Walaupun itu sah-sah saja, tapi yang menjadi hal utama adalah persatuan seluruh masyarakat bola basket untuk meraih prestasi setinggi-tingginya," katanya.