Bagikan:

JAKARTA - SEA Games 2019 akan digelar 30 November 2019 di Filipina. Namun belum juga resmi digelar, perhelatan itu dinilai gagal dalam segi penyelenggaraan. Tak sedikit warganet yang mengumpamakan perhelatan olahraga ini sebagai karma, karena tidak lebih buruk dari SEA Games 2011 di Indonesia. Pantas bila ada yang berkomentar, SEA Games 2019 serupa dengan festival musik Fyre beberapa tahun lalu.  

SEA Games 2019 dinilai gagal karena panitia penyelenggara lambat dalam menyiapkan segala sesuatunya. Akhir pekan lalu misalnya, sejumlah tim dari cabang olahraga sepak bola putra sudah tiba di Kota Manila, Filipina.  Mereka datang lebih awal karena sepak bula putra digelar lebih dulu yakni pada Senin 25 November 2019. Sayangnya, tim-tim yang datang lebih awal itu tidak disambut panitia secara maksimal.

Tim U-23 putra Kamboja misalnya, seperti diwartakan ASEAN Football News, Minggu, 24 November mereka yang tiba di Manila pukul 04.30 pagi terpaksa menunggu selama 12 jam untuk sampai ke hotel mereka. Akibatnya mereka harus membatalkan jadwal latihannya. 

Hal serupa juga dirasakan tim Timor Leste. Setelah tiba di bandara Manila sekitar pukul 05.00 pagi, mereka menunggu bus jemputan sekitar dua setengah jam lamanya. Parahnya, setelah menunggu lama, bus itu mengantarkan mereka ke hotel yang salah. 

Timnas U-23 Indonesia juga mendapatkan imbas dari situasi tersebut. Anak asuh Indra Sjafri itu harus berjalan kaki ke stadion lantaran bus jemputan tak kunjung datang.

Selain itu, Stadion Rizal Memorial yang menjadi salah satu venue cabang sepak bola putra SEA Games dinilai belum siap. Bahkan ruang konferensi pers stadion sama sekali belum dicat. Dari foto-foto yang beredar, dalam ruangan itu masih terlihat batako yang masih telanjang alias seperti bangunan belum jadi. Selain itu para pewarta juga hanya dipersilakan duduk di kursi plastik.

Kacaunya Mirip Festival Fyre

Saking kacaunya perhelatan SEA Games, banyak warganet yang menyamakannya dengan kegagalan festival musik Fyre yang dibuat di pulau Bahama dua tahun lalu. Bagi yang masih ingat, dalam festival Fyre pengunjung dibuat menunggu di restoran Bahama selama berjam-jam pada awal kedatangannya, sebelum akhirnya diantar ke tempat penginapan yang ternyata hanya terlihat sebagai tenda bencana alam. 

Kekecewaan selanjutnya adalah soal makanan. Para atlet terbaik yang didatangkan dari berbagai negara itu ternyata tidak mendapat makanan yang cukup layak untuk setingkat atlet nasional. Hal serupa juga terjadi pada festival Fyre.

Seperti diwartakan rappler.com, para atlet hanya disuguhi makanan kikiam (sejenis otak-otak), telur, dan nasi sebelum laga dimulai. Sementara di gelaran festival Fyre, para peserta yang awalnya dijanjikan akan mendapatkan makanan dari koki terkenal, nyatanya hanya mendapat roti lapis biasa. 

Melihat kondisi tersebut, warganet Indonesia turut berkomentar atas persiapan Filipina pada SEA Games 2019. Mereka mengatakan, 'karma is real' (karma itu nyata). Pernyataan ini dilontarkan mengingat saat penyelenggaraan SEA Games 2011 di Indonesia, Filipina menilainya sebagai gelaran paling kacau sepanjang sejarah.