JAKARTA –Sebanyak 43 karyawan PSSI yang baru saja terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan janji akan mendapatkan pesangon yang layak, kini tengah menghadapi masalah serius terkait hak mereka atas iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Hingga kini, iuran tersebut masih tertunggak sejak terakhir kali dibayar pada Desember 2021. Kondisi ini memunculkan keresahan di kalangan mantan karyawan PSSI, yang merasa tidak hanya hak mereka atas pesangon yang dipertanyakan, tetapi juga jaminan sosial yang seharusnya mereka terima.
Sebanyak 112 karyawan PSSI, termasuk mereka yang baru di-PHK, masih menghadapi ketidakpastian terkait iuran BPJS mereka yang belum dibayarkan sejak 1 November 2021. Situasi ini menjadi perhatian serius, terutama bagi Eko Rahmawanto, Direktur Media PSSI, yang menyuarakan kekhawatiran mendalam atas kondisi ini.
BACA JUGA:
Menurut aturan yang berlaku, perusahaan yang tidak membayar iuran BPJS karyawan dapat dikenakan sanksi, mulai dari teguran tertulis, denda, hingga tidak mendapatkan pelayanan publik. Bahkan, ada ancaman hukuman penjara maksimal delapan tahun jika perusahaan memotong upah pekerja untuk iuran BPJS tetapi tidak menyetorkannya, sesuai dengan Pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur penggelapan dalam hubungan kerja.
BPJS Ketenagakerjaan sendiri memiliki wewenang untuk melakukan penagihan kepada perusahaan yang tidak membayar iuran. Namun, hingga saat ini, nasib 112 karyawan PSSI masih terkatung-katung, menunggu kejelasan dari manajemen PSSI terkait hak mereka.
Arya Sinulingga, anggota Komite Eksekutif PSSI, dan Yunus Nusi, Sekjen PSSI, sudah dihubungi oleh VOI untuk memberikan klarifikasi terkait kasus ini, namun hingga berita ini diturunkan, mereka belum memberikan jawaban atau tanggapan resmi.