PSS Sleman Terancam Degradasi Buntut Kasus Match Fixing
PSS Sleman terancam degradasi buntun kasus match fixing (dok. PSS Sleman).

Bagikan:

JAKARTA – Satgas Antimafia Bola telah mengungkapkan kasus pengaturan skor atau match fixing yang terjadi di salah satu pertandingan Liga 2 2018.

Menilik barang bukti yang dihadirkan Satgas Antimafia Bola pada Rabu, 13 Desember 2023, pertandingan yang dinilai adanya muatan match fixing ialah PSS Sleman vs Madura FC.

Laga itu terjadi pada babak delapan besar Liga 2 2018 yang digelar di Stadion Maguwoharjo, Sleman, 6 November 2018.

Terjadi beberapa kejanggalan, mulai dari gol pemain Madura FC, Usman Pribadi, yang dianulir wasit lantaran dianggap sudah terjebak offside lebih dulu. Jika melihat tayangan ulang, sang pemain sedang dalam posisi onside saat menerima bola.

Kejanggalan lain, adanya pergantian wasit M. Reza Pahlevi yang digantikan wasit cadangan Agung Setiawan di tengah pertandingan lantaran Reza mengalami cedera. Hal ini pun sempat mengundang pertanyaan dan polemik.

Terakhir, kejanggalan muncul saat PSS mencetak gol pada menit ke-81. Gol itu tercipta dari gol bunuh diri bek Madura FC, Muhammad Choirul Rifan, yang mencoba menghalau umpan silang pemain PSS, Ilhamul Irhas.

Ada kontroversi dari proses terjadinya gol tersebut. Ilhamul Irhas sudah berada dalam posisi offside lebih dulu saat menerima umpan terobosan.

Namun, ketika itu, asisten wasit tidak mengangkat bendera tanda offside. Wasit Agung yang berada dalam posisi tak ideal sempat melihat hakim garis, tapi kemudian mengesahkan gol tersebut.

Sejauh ini, Satgas Antimafia Bola sudah menetapkan delapan tersangka terkait kasus match fixing tersebut. Vigit Waluyo dengan inisial (VW), serta para wasit yang bertugas di laga itu, yakni M. Reza Pahlevi, Agung Setiawan, Khairuddin, dan Ratawi.

Tiga orang lainnya ialah Dewanto Rahadmoyo Nugroho (yang ketika itu menjabat sebagai asisten manajer PSS), Kartiko Mustikaningtyas (LO wasit), dan satu orang yang masih berstatus DPO, yaitu Gregorius Andy Setyo.

“Pengungkapan pertama adalah kasus match fixing yang kemudian kami temukan ada upaya pengaturan skor agar klub lolos degradasi. Ini semua adalah hasil data intelijen."

"Ada salah satu aktor intelektual, namanya cukup malang melintang, inisial VW. Alhamdulillah, ini bisa kami ungkap,” kata Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri pada Rabu, 13 Desember 2023.

"Secara umum kami mengindikasi pihak klub melobi perangkat pertandingan untuk bisa memenangkan klub. Pihak klub telah mengeluarkan uang Rp1 miliar untuk melobi wasit, ada 19 saksi dan 8 tersangka," ucap Kasatgas Antimafia Bola, Asep Edi Suheri.

Adapun Vigit yang dianggap sebagai aktor intelektualnya sebenarnya sudah disanksi PSSI larangan terlibat di sepak bola seumur hidup karena masalah ini pada 2019. Kali ini dia dijerat hukum negara karena perbuatannya itu.

“Kami telah mengamankan barang bukti, berkas perkara sudah kami kirimkan ke Kejaksaan Agung. Kami menunggu perintah berkas P21, tersangka VW akan kami perlihatkan,” kata Asep.

Asep lebih lanjut mengatakan Vigit Waluyo sudah diperiksa dua kali dan yang bersangkutan sedang dalam keadaan sakit.

“Kalau sudah P21 akan dilimpahkan ke pengadilan,” dia menjelaskan.

Sejauh ini, Satgas Antimafia Bola sudah menahan tiga tersangka, yaitu tersangka VW, DRN, dan KM setelah pemeriksaan pada hari ini, Rabu, 20 Desember 2023.

Sementara itu, selain individu, kasus ini juga bisa berimbas kepada klub-klub yang terlibat yakni PSS Sleman dan Madura FC.

Dari sisi sepak bola, PSS Sleman kemungkinan besar dapat hukuman degradasi. Hal itu mengacu Pasal 64 tentang Korupsi Poin 1 dan 5 Kode Disiplin PSSI 2023.

Pada Poin 1 tertulis, “Siapa saja yang melakukan tingkah laku buruk terlibat suap, baik dengan cara menawarkan, menjanjikan atau meminjam keuntungan tertentu dengan memberikan atau menerima sejumlah uang atau sesuatu yang bukan uang tetapi dapat dinilai dengan uang dengan cara dan mekanisme apa pun kepada atau oleh perangkat pertandingan, pengurus PSSI, ofisial, pemain, dan/atau siapa saja yang berhubungan dengan aktivitas sepak bola atau pihak ketiga baik yang dilakukan atas nama pribadi atau atas nama pihak ketiga itu sendiri untuk berbuat curang atau untuk melakukan pelanggaran terhadap regulasi PSSI termasuk Kode Disiplin PSSI ini dengan maksud mempengaruhi hasil pertandingan, harus diberikan sanksi.”

Kemudian pada poin 5 tertulis, “Klub atau badan yang anggotanya (pemain dan/atau ofisial) melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam Ayat (1) dan pelanggaran tersebut dilakukan secara sistematis (contoh: dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa anggota dari klub atau badan tersebut) dapat dikenakan sanksi: A. Diskualifikasi, untuk klub non-Liga 1 dan non-Liga 2, B. Degradasi, untuk klub partisipan Liga 1 dan Liga 2. C. Denda sekurang-kurangnya Rp150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).”

Hal tersebut diperkuat lagi dengan Pasal 72 tentang Manipulasi Pertandingan secara Ilegal Poin 5 yang tertulis, “Klub atau badan yang terbukti secara sistematis (contoh: pelanggaran dilakukan atas perintah atau dengan sepengetahuan pimpinan klub, dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa anggota dari klub atau badan tersebut) melakukan konspirasi mengubah hasil pertandingan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) di atas, dijatuhi sanksi dengan (i) sanksi denda sekurang-kurangnya Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan (ii) sanksi degradasi, dan (iii) pengembalian penghargaan.”

Jika mengacu Kode Disiplin PSSI 2023, PSS yang saat ini merupakan partisipan klub Liga 1 maka memungkinkan mereka bisa disanksi degradasi.

Sedangkan Madura FC tidak diketahui secara pasti nasibnya kini. Soalnya, mereka juga tidak terdaftar di Liga 3 Jatim 2023.

Selain itu, berdasarkan Pasal 43 Kode Disiplin 2023 tentang Batas Waktu untuk Mengadili Pelanggaran Disiplin menyebut meski sudah terjadi pada 2018 dan baru diputuskan adanya match fixing pada 2023, mengenai kasus korupsi (dalam hal ini match fixing termasuk di dalamnya) tidak ada batas waktunya. Artinya, sanksi tetap bisa diterapkan oleh Komite Disiplin PSSI.