Bagikan:

JAKARTA - Tottenham Hotspur bisa dibilang bukan tim besar. Sejak berpartisipasi di era Liga Premier pada musim 1992-1993, tim berjuluk The Lilywhites lebih sering bercokol di papan tengah ketimbang di zona Eropa, apalagi juara. Satu-satunya pelatih yang mampu membawa Spurs ke puncak kejayaan adalah Mauricio Pochettino. Pelatih yang dipecat oleh klub malam tadi, Selasa, 19 November.

Dari musim 1992-1993 hingga 2002-2003, posisi 7 adalah tempat terbaik yang pernah dicicipi Spurs. Bintang-bintang sekelas Jürgen Klinsmann, Teddy Sheringham, David Ginola, Steffen Iversen, Sergei Rebrov, dan Gustavo Poyet tidak mampu menerbangkan tim yang dibelanya. 

Para pelatih sekelas Osvaldo Ardiles, Steve Perryman, Gerry Francis, Chris Hughton, Christian Gross, George Graham, David Pleat, dan Glenn Hoddle juga tidak bisa berbuat banyak. Partisipasi Eropa terbaik Spurs cuma di Piala Intertoto (1995-1996) dan babak kedua Piala UEFA (1999-2000).

Era berganti. Tim yang berdiri sejak 1882 ini makin sering lolos ke Eropa dan bahkan mampu berpartisipasi di Liga Champions untuk pertama kalinya pada musim 2010-2011. Sayang, diperkuat bintang Belanda Rafael van der Vaart dan dinahkodai pelatih Harry Redknapp 2010-2011, klub ini hanya mampu menggapai babak perempat final sebelum dikalahkan Real Madrid.

Andre Villas-Boas dan Tim Sherwood lantas bergantian menukangi The Lilywhites, masing-masing pada musim 2012-2013 dan 2013-2014. Tapi keduanya hanya sanggup membawa klub ke zona Liga Europa  dengan menempati posisi 6 dan 5 secara berurutan. 

Di bawah kepemimpinan Pochettino sejak musim 2014-2015, Spurs kerap berpartisipasi di Liga Champions. Mantan pelatih Espanyol dan Southampton membawa Spurs ke posisi empat besar selama empat musim berturut-turut, yakni posisi 3, 2, 3, dan 4. 

Pada musim 2017-2018, Pochettino membuat keajaiban di Liga Champions ketika membawa anak-anak asuhannya membantai Real Madrid 3-1 di London pada babak fase grup sekaligus mencetak rekor tak terkalahkan dengan raihan lima kemenangan dan sekali imbang. Tapi, di babak 16 besar mereka harus mengakui keunggulan Juventus.

Pada musim berikutnya, Pochettino kembali membuat jagat sepak bola tercengang. Meski dikalahkan Barcelona dan Inter Milan di fase grup, Spurs lolos ke babak knockout dengan status runner up (8 poin) di bawah Barcelona (12 poin). Di babak ini, mereka mengalahkan Manchester City dan Ajax untuk melaju ke partai puncak sebelum dikalahkan Liverpool 2-0.

Namun, penampilan domestik Spurs yang cukup buruk nyaris di sekujur tahun 2019 membuat para petinggi klub gerah. Sejak menang 3-1 dari Leicester pada Februari, mereka hanya menang enam kali dari 24 pertandingan. Saat ini, Harry Kane dkk bahkan terperosok ke posisi 14 klasemen sementara Liga Inggris dan tersingkir dari Carabao Cup.

Pochettino harus menerima fakta, bulan madunya bersama Tottenham sudah usai. Dia pun dipecat oleh klub melalui pernyataan resmi yang dilayangkan CEO klub Daniel Levy. Namun, keputusan ini menimbulkan reaksi dari berbagi pihak, salah satunya legenda Liverpool Jamie Carragher.

Menurut Carragher, Pochettino pantas mendapatkan kesempatan hingga akhir musim dan tidak layak diperlakukan tidak hormat seperti ini. Ya, meski tidak pernah menyumbangkan satu pun gelar buat Spurs, pelatih asal Argentina tetap lah yang terbaik yang pernah dimiliki klub ini.

Nasi sudah menjadi bubur. Tottenham harus menatap ke depan dan mencari pelatih baru. Tapi, seperti yang diungkapkan pemain belakang Toby Alderweireld, klub harus kembali merekrut nama besar secepat mungkin jika ingin kembali bertaji.

"Ini berita besar, saya mendengarnya setelah pertandingan. Ini bagian dari sepak bola, tetapi tidak pernah menyenangkan melihat manajer Anda pergi," kata bek itu kepada Sky Sports, setelah Belgia menang 6-1 atas Siprus. "Saya tidak tahu ini akan terjadi, tidak sama sekali, jadi ini kejutan bagi saya juga. Butuh beberapa hari untuk menerimanya."

Mantan bek Ajax menambahkan, Tottenham telah membuat keputusan dan siapa pun harus menerima  dan mencoba mengubah situasi secepat mungkin. Seluruh anggota tim datang bersama dan mencapai hal-hal besar, sehingga mereka harus berterima kasih atas kinerja Pochettino yang membawa klub ke level berikutnya.

"Ini adalah pertama kalinya dalam karier saya ada perubahan manajerial, ini aneh tapi saya tidak bisa mengatakan bagaimana rasanya. Kami hanya harus berusaha keras, tetap bersama dan berubah secepat mungkin bersama. Spurs adalah klub besar, jadi saya tahu akan ada manajer besar bagi kami. Mudah-mudahan kami tahu (siapa pengganti Pochettino) secepatnya," pungkas Alderweireld. 

Tottenham Tunjuk Jose Mourinho Gantikan Pocchetino

Doa bek Belgia terkabul. Tidak sampai 12 jam setelah pemecatan Pochettino, Rabu, 20 November, Tottenham resmi menggaet Jose Mourinho sebagai pengganti Pochettino. Dalam pernyataan resminya, CEO Daniel Levy mengatakan, The Special One akan memimpin Spurs hingga akhir musim 2022-2023.

“Pada diri Jose kami memiliki salah satu manajer paling sukses di sepak bola. Dia memiliki banyak pengalaman, dapat menginspirasi tim dan merupakan ahli taktik yang hebat. Dia telah memenangkan banyak penghargaan di setiap klub yang dia latih. Kami percaya ia akan membawa energi dan kepercayaan diri ke ruang ganti," kata Levy dikutip dari situs resmi klub, tottenhamhotspurs.com.

Berbicara tentang pengangkatannya, Jose berkata: “Saya senang bergabung dengan Klub dengan warisan yang luar biasa dan pendukung yang penuh semangat. Kualitas di skuat dan akademi membuat saya senang. Bekerja dengan para pemain inilah yang telah menarik minat saya.”

Mourinho merupakan salah satu manajer paling sukses di dunia yang telah memenangkan 25 trofi besar. Ia terkenal karena kemampuan taktisnya dan sepak terjangnya di FC Porto, Inter Milan, Chelsea, Real Madrid, dan Manchester United. 

Pria Portugal telah memenangkan gelar domestik di empat negara berbeda (Portugal, Inggris, Italia dan Spanyol) dan merupakan satu dari hanya tiga manajer yang memenangkan Liga Champions dua kali dengan dua klub berbeda, FC Porto pada 2004 dan Inter Milan pada 2010. Ia juga juara Liga Premier tiga kali bersama Chelsea (2005, 2006, 2015).

Pertanyaan terbesarnya adalah, mampukah Mourinho membawa Tottenham kembali berbicara di liga domestik dan menerbangkan tim lebih tinggi lagi di Liga Champions?