JAKARTA - Indonesia adalah negara yang paling ngotot atas terselenggaranya ASEAN Para Games (APG) 2022 dan akhirnya mengajukan diri sebagai tuan rumah pengganti dari Vietnam yang mengundurkan diri.
ASEAN Para Games 2022 tak hanya bicara soal persaingan dalam olahraga. Banyak dampak atas penyelenggaraan pesta olahraga terbesar di Asia Tenggara edisi ke-11 tersebut.
Salah satunya menumbuhkan rasa kepercayaan diri kepada kaum disabilitas untuk bisa berprestasi, salah satunya melalui bidang olahraga.
Dengan eksposur pemberitaan terkait gelaran ASEAN Para Games 2022 telah menarik banyak orang untuk mengetahui lebih jauh terkait olahraga disabilitas.
Seluruh rangkaian pertandingan dari 14 cabang olahraga dalam ASEAN Para Games 2022 juga tayang secara langsung melalui berbagai platform. Ini baru pertama terjadi sepanjang sejarah pesta olahraga disabilitas di Asia Tenggara.
Alhasil, kini masyarakat bisa lebih mengenal pahlawan-pahlawan olahraga di Tanah Air selain dari yang non-disabilitas.
Salah satu atlet Khalimatus Sadiyah juga mengakui selama penyelenggaraan banyak yang menanyakan bagaimana cara untuk bisa menjadi atlet seperti dirinya.
Dengan senang hati, Khalim, sapaan akrab Khalimatus Sadiyah menjawab dan berbagi pengalaman dari titik awal hingga bisa seperti saat ini.
Khalim adalah atlet para-bulu tangkis SL4 yang memiliki segudang prestasi. Tertinggi, meraih medali emas pada Paralimpiade Tokyo 2020 bersama Leani Ratri Oktila pada nomor ganda putri SL3-SU5.
"Sekarang ASEAN Para Games di Solo. Tak sedikit yang bertanya baik langsung maupun melalui media sosial bagaimana cara menjadi atlet. Mereka penasaran dan saya memberi tahu jalannya seperti apa," ujar Khalim dikutip dari Antara, Jumat.
Dalam kesempatan ini, dia juga bercerita awal mula bisa memperkuat Indonesia di pentas internasional.
"Saya menggeluti olahraga para-bulu tangkis pada 2013. Awalnya saya bermain bersama non-disabilitas di salah satu klub bulu tangkis di Mojokerto. Hingga akhirnya ada yang mengajak untuk bertanding di para-badminton di Jakarta. Saya ikut dan akhirnya hingga sekarang saya di pelatnas," ujar Khalim.
Pada sisi lain, langkah panitia penyelenggara untuk melibatkan kaum disabilitas termasuk anak-anak dalam ASEAN Para Games 2022 patut mendapat apresiasi.
Banyak anak-anak penyandang disabilitas yang kini tergugah setelah melihat atlet berlaga. Semangat juang atlet telah menular kepada mereka yang kini memiliki mimpi besar untuk bisa mengibarkan Merah Putih melalui bidang olahraga.
Contohnya, anak-anak atau siswa SLB Negeri 1 Sragen yang hadir menyaksikan atlet dari cabang para-atletik di Stadion Manahan Solo.
Mereka tampak sangat antusias untuk bisa melihat lebih dekat, bahkan ingin berfoto bersama atlet.
Pelatih sekaligus pengajar SLB Negeri 1 Sragen, Fendi Eko Cahyono, mengungkapkan sengaja mengajak murid untuk menyaksikan pertandingan ASEAN Para Games 2022 agar termotivasi.
Selain itu, orang tua murid juga turut ikut. Selain mendampingi anak, kata Fendi, kehadiran orang tua agar memahami bahwa kesempatan bagi anak mereka untuk berprestasi terbuka lebar.
"Dengan melihat atlet disabilitas bertanding dan pada akhirnya para orang tua lebih memberikan dukungan kepada anak-anaknya untuk menjadi atlet,” katanya Fendi sembari menegaskan betapa penting peran orang dalam mewujudkan mimpi anak.
Febi adalah sosok di balik keberhasilan salah satu atlet yakni Yunika Anas Tasya yang merupakan atlet para-atletik spesialis nomor lari T37.
Yunika menempati peringkat ketiga nomor 100 meter dan 200 meter di Asian Youth Para Games di Bahrain beberapa waktu lalu. Dia juga turun di ASEAN Para Games 2022.
"Tasya saya latih sejak kelas 4. Pulang sekolah, pukul 11.00 WIB saya ajak ke lapangan buat latihan. Hasilnya sekarang kelihatan. Dia yang menjadi contoh saya untuk mendidik dan melatih anak-anak ini," katanya.
BACA JUGA:
Jalan menjadi atlet
Pada kesempatan berbeda, Wakil Sekretaris Jenderal Komite Paralimpiade Indonesia (NPC) Rima Ferdianto menjelaskan terkait langkah penyandang disabilitas untuk bisa menjadi atlet nasional.
Dia mengungkapkan bahwa NPC, selaku induk organisasi yang menjadi wadah atlet disabilitas, sudah tersebar di seluruh provinsi di Tanah Air.
Penyandang disabilitas, kata Rima, bisa menyambangi NPC di daerah masing-masing untuk mengetahui lebih dalam terkait olahraga disabilitas.
Nantinya NPC di daerah akan mengarahkan. Biasanya pelatih akan mengklasifikasikan berdasarkan minat dan bakat, serta tingkat disabilitas. Setelah proses tersebut, pelatih juga akan mencoba beberapa alternatif cabang olahraga yang mungkin bisa ditekuni.
NPC di daerah kemudian melakukan pembinaan secara amatir. Bila sudah terlihat potensinya akan dikirim ke kejuaraan tingkat regional, seperti Pekan Paralimpiade Kota/Provinsi di masing-masing daerah.
Seorang atlet harus bisa membuktikan prestasi mereka di tingkat regional sebelum akhirnya bisa mewakili provinsi masing-masing untuk bersaing di level nasional seperti Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas).
Setelah itu, atlet yang berprestasi memiliki kesempatan untuk bisa masuk skuad pelatnas. Prosesnya terbilang ketat. Mereka harus bisa menunjukkan kemampuan dan layak untuk membela Merah Putih di pentas internasional.
"Kalau bicara ajang di luar negeri atau mengibarkan Merah Putih di pentas internasional, kami selalu mencari yang terbaik. Tapi pola pembibitannya seperti tadi yang disebutkan," kata Rima.
Setelah masuk pelatnas, atlet juga tidak bisa berleha-leha. Mereka harus menjaga konsistensi karena sistem promosi dan degradasi tetap diberlakukan.
Biasanya per tiga bulan, NPC Pusat bakal mempersilakan NPC di daerah mengajukan atlet mereka untuk bisa bersaing dengan atlet di pelatnas.
Dengan sistem tersebut, atlet yang sudah berada di pelatnas juga akan terpacu untuk terus meningkatkan kemampuan. Sebab banyak atlet di daerah mengincar posisi tersebut.
"Kami transparan soal pelatnas. Misalnya ada atlet para-powerlifting di luar pelatnas yang angkatannya bisa lebih baik, silakan langsung ke pusat dan kami akan seleksi dengan atlet pelatnas. Yang kalah pulang dan berlatih lagi di daerah," kata Rima.