JAKARTA – “I just want you for my own, more than you could ever know. Make my wish come true. All I want Christmast is you.” Demikian potongan lagu All I Want for Christmas yang hampir setiap momen Natal menduduki urutan teratas berbagai tangga lagu. Lagu ini jugalah yang membuat Mariah Carey mengantungi ratusan juta dolar Amerika Serikat dari royalti lagu tersebut.
All I Want for Christmas is You, sebuah single yang dipopulerkan oleh Mariah Carey bisa dikatakan menjadi favoriti hampir semua orang di momen Natal. Saat pertama kali dirilis pada 1994, lagu ini menempati urutan enam tangga lagu Billboard Hot di Amerika Serikat dan nomor dua di Britania Raya serta Jepang. Lagu ini juga dinobatkan sebagai lagu Natal paling laku sepanjang masa di AS.
Setelah tiga dekade berlalu, lagu All I Want for Christmas is You masih tetap berkumandang dengan indah di setiap perayaan Natal. Dan lagu ini juga yang menjadi pundi-pundi uang untuk sang diva.
Pundi-pundi Uang Ratu Natal
All I Want for Christmas is You merupakan lagu yang ditulis Mariah Carey bersama Walter Afanasieff dari album studio keempat yang juga album liburan pertamanya bertajuk Merry Christmas. Lagu ini dirilis pada 29 Oktober 1994 dan langsung mendapat respons positif tidak hanya dari penggemarnya, tapi juga penikmat musik di seluruh dunia.
Roch Parisien dari AllMusic, menyebut lagu ini sebagai “lagu yang luar biasa sepanjang tahun”, melengkapi instrumen dan melodinya. Sementara Steve Morse, editor The Boston Globe menulis Carey sangat menjiwai dalam menyanyikan lagu ini. Penulis Time Cady Lang menyatakan ada beberapa alasan untuk popularitas lagu tersebut, namun yang utama adalah “vokal yang kuat dari sang penyanyi yang sulit dipahami”.
Lagu ini langsung menjadi langganan posisi atas di sejumlah tangga lagu, dan uniknya itu terus berulang di setiap momen Natal sampai sekarang. Meski dirilis pada 1994, All I Want for Christmas is You adalah single nomor satu terakhir pada dekade 2010-an dan nomor satu pertama pada dekade 2020-an.
Dengan catatan manis ini, Mariah Carey menjadi artis pertama dalam sejarah yang menduduki puncak tangga lagu dalam empat dekade terpisah, yaitu tangga lagu 1990-an, 2000-an, 2010-an, dan 2020-an.
Lagu klasik All I Want for Christmas is You tak hanya mencatat sejarah dalam tangga lagu dunia. Pendapatan tahunan Mariah Carey dari lagu itu dikabarkan mencapai miliaran dolar AS. Saat merilis lagu ini pada 1994, perempuan kelahiran 1969 mungkin tak pernah membayangkan bahwa ia akan menjadi Ratu Natal sampai 30 tahun kemudian.
Menurut laporan Forbes, Carey menerima 60 juta dolar AS (Rp937,4 miliar) dari royalti saat awal perilisan lagu tersebut sampai 2016. Sejak saat itu, pendapatan Carey dari royalti terus meningkat dan menghasilkan jutaan dolar lagi setiap tahunnya.
Pada 2023, Associated Press memperkirakan total pendapatan royalti lagu tersebut sebesar 100 juta dolar AS sementara The Economist memprediksi, Carey secara pribadi menghasilkan 2,5 juta dolar AS per tahun dari lagu ini saja.
Ini tentu angka yang mengesankan, terutama mengingat fakta bahwa lagu Mariah Carey dirilis 30 tahun yang lalu. Namun itu hanya sebagian kecil dari total pendapatan yang diterima Carey pada musim liburan biasa.
“All I Want For Christmas is You diakui secara internasional, dengan 49 persen dari penjualan unduhan lagu dan hampir 70 persen dari streaming sesuai permintaannya berasal dari luar AS,” demikian laporan Forbes.
Pada 2021 lagu tersebut diunduh 94.000 kali dan 823 juta streaming. Itu berarti Carey mendapat 4,5 juta dolar AS lainnya dalam pendapatan global dan royalti penerbitan.
Mariah Carey bukan satu-satunya penulis lagu ini. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, ada nama Walter Afanasieff atau yang lebih dikenal dengan Baby Love, yang sering berkolaborasi dengan Carey sepanjang masa keemasannya di era 1990-an. Tidak diketahui seberapa besar bagian yang diterima Afanasieff.
Keruwetan Royalti di Indonesia
Lain di AS lain pula di Indonesia. Industri musik Tanah Air seringkali dihebohkan dengan masalah royalti. Agnez Mo misalnya pernah dilarang membawakan lagu-lagu hits lawasya oleh komposer Ari Bias, yang menciptakan lima lagu untuk penyanyi 38 tahun itu. Begitu pula dengan kasus yang yang menjerat Stinky yang dilarang menyanyikan lagu ikonik Mungkinkah oleh pencipta lagunya yang juga mantan gitaris mereka. Hal yang sama juga dialami band tribut T’Koes yang dilarang membawakan lagu-lagu Koes Plus oleh ahli waris.
Semua ini terjadi karena masalah royalti di Indonesia yang ruwet. Para pencipta dan komposer lagu merasa bayaran royalti yang mereka terima tidak sebanding dengan penyanyi yang mendapatkan honor fantastis di panggung komersil.
Hal ini pun diakui musisi senior sekaligus salah satu Dewan Pembina Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) Candra Darusman. Ia mengatakan pemenuhan hak-hak dasar musisi di Indonesia, terutama composer dan pencipta lagu cenderung diabaikan.
Once Mekel, Mochamad Iriawan, dan Ahmad Dhani saat ditemui di Kantor Kemenkumham di Jakarta, Selasa (18/4/2023). (ANTARA/Suci Nurhaliza)
Kondisi pengabaian ini disebut Candra menjadi penghalang dalam menegakkan kesejahteraan musisi lewat royalti. Apalagi tak mudah menggerakkan penyelenggara untuk bisa sadar dan peduli akan kewajibannya sendiri.
Sementara itu, pengamat musik Mudya Mustamin mengakui bahwa penerapan aturan soal hak cipta lagu masih sulit terealisasi. Pada dasarnya industri musik sangat kompleks, karena industri musik tidak hanya mengatur soal bisnis rekaman.
“Secara general, sudah ada hukum yang mengatur. Tapi tentu dalam banyak hal, dan ini tidak hanya terjadi di musik, biasanya penerapan di lapangan masih jauh dari sempurna. Karena mungkin belum terbiasa, dan kita sendiri memang masih berproses menuju ke penarapan yang merata,” kata pengamat musik Maudya Mustamin kepada VOI.
“Masih butuh waktu untuk membuat banyak pihak paham, dan mempunyai kesadaran untuk mengaplikasikannya sesuai hukum yang berlaku. Industri musik sangat kompleks, karena tidak hanya tentang bisnis rekaman, tapi ada juga industri panggung hingga penggunaan konten digital yang saling berkaitan.”