JAKARTA - Cholil Mahmud punya pengalaman bermusik lebih dari 20 tahun bersama Efek Rumah Kaca (ERK). Berbagai gelaran musik di dalam dan luar negeri sudah pernah dirasakan.
Musisi 48 tahun itu juga punya pengalaman tersendiri berhadapan dengan berbagai promotor musik. Menurutnya, ada perbedaan mendasar antara promotor musik di Indonesia dengan beberapa negara lain.
“Kalau ngeliat bagaimana mereka bekerja dan safety (keselamatannya), mungkin ya ada bedanya,” kata Cholil saat ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 14 November.
Pentolan ERK itu memberi contoh bagaimana promotor di Singapura menggunakan tenaga bersertifikat untuk hal-hal yang memerlukan keahlian khusus.
BACA JUGA:
“Misalnya di Asia Tenggara, kayak misalnya yang sudah established di Singapura, mereka cukup strict. Misalnya orang yang pegang mixer itu, dia memang harus punya sertifikasi untuk pegang mixer itu,” tuturnya.
Cholil menyebut standar yang berlaku di Singapura itu tidak diterapkan oleh banyak promotor di Indonesia.
Namun begitu, bukan berarti tenaga ahli di Indonesia tertinggal dibandingkan Singapura. Menururnya, dengan sertifikasi menjadikan profesionalitas jadi hal yang diperhitungkan.
“Walaupun sebenarnya mungkin orang Indonesia, skill-nya itu nggak kalah kayaknya,” pungkas Cholil.