JAKARTA - Tantri Syalindri Ichlasari, yang lebih dikenal dengan nama panggung Tantri Kotak merupakan salah satu lady rocker terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Menjadi vokalis Kotak selama 17 tahun, suara Tantri menjadi simbol untuk banyak lagu hits, antara lain Pelan Pelan Saja, Masih Cinta, Beraksi, Selalu Cinta, dan Tendangan Dari Langit.
Penyanyi 34 tahun itu sudah bermimpi menjadi seorang penyanyi sejak kecil. Adalah sang ayah yang menjadi sosok penting yang memperkenalkan Tantri dengan banyak penyanyi wanita Indonesia. Ia banyak mendengar lagu-lagu dari solois wanita indonesia melalui koleksi ayahnya.
“Kalau dulu terpengaruhnya justru dengan lagu-lagu pop yang solo. Aku dengar kaset-kaset yang papaku punya, dan band itu jarang, biasanya penyanyi-penyanyi kayak Anggun C sasmi, Nicky Astria, Ita Purnamasari, Krisdayanti, dan Yuni Shara. Pokoknya yang papaku punya lah,” kata Tantri saat ditemui VOI di Jagakarsa, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Namun, bukan nama-nama di atas yang membuat Tantri benar-benar menjadi seorang penyanyi. Tantri yang saat itu masih duduk di bangku Sekolah Dasar menyebut nama AB Three (sekarang Be3) sebagai grup musik yang paling menarik baginya.
Perkenalan Tantri dengan band dimulai saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Lagi-lagi, ayahnya berperan besar. Sang ayah memperkenalkan Tantri dengan beberapa teman seumuran dan akhirnya membentuk sebuah band bernama Athena yang mana seluruh anggotanya perempuan.
BACA JUGA:
“Setelah belajar vokal sendiri, pas SMP aku mulai menang lomba, papaku tahu kalau ternyata anaknya punya bakat di bidang tarik suara, dan entah kenapa papa memperkenalkan aku ke dunia band,” tutur Tantri.
“Aku baru tahu ternyata dijeblosin ke band, dan personelnya perempuan semua, mungkin beliau mikirnya aman lah karena perempuan semua. Dan ternyata kita mengusung genre rock, di situ aku merasa tertantang,” lanjutnya.
Tantri belajar banyak hal baru dengan Athena. Ia mulai mendengarkan banyak lagu dari band rock, sebut saja Rage Against the Machine, Linkin Park, dan Limp Bizkit.
Bersama Athena, Tantri memutuskan ikut audisi The Dream Band, ajang pencarian bakat yang terkenal di pertengahan tahun 2000an. Hanya Tantri yang berhasil lolos audisi, personel lain gagal. Ia pun memilih pamit dari band pertamanya itu dan melanjutkan perjalanan musiknya di The Dream Band musim kedua di tahun 2005.
“Di antara personel Athena itu, aku yang masuk, yang lainnya gagal, jadi aku pamit lah sama teman-teman untuk lanjut ke industri musik yang lebih besar lagi. Itu lah awal karier aku di industri musik,” katanya.
Memasuki 'Kotak' Kehidupan yang Baru
Meski gagal menjadi juara di The Dream Band musim kedua, daya tarik Tantri sebagai seorang frontman membuat Kotak, jawara dari The Dream Band musim kedua memilihnya untuk menggantikan Pare yang meninggalkan band.
Tantri bersama Cella (gitar), Chua (bass) dan Posan (drum) memulai perjalanan baru Kotak dengan merilis album kedua bertajuk Kotak Kedua (2008). Dengan dua single hits, Beraksi dan Masih Cinta, Kotak menjelma menjadi salah satu band rock utama Tanah Air.
Kesuksesan album kedua, Kotak meraih kemenangan pertama di AMI Awards dalam kategori Duo/Grup/Grup Vokal/Kolaborasi Rock Terbaik di tahun 2009.
Bergabung dengan Kotak menjadi kegembiraan terbesar untuk Tantri muda saat itu. Di tengah kondisi finansial keluarganya yang kurang baik, ia berhasil meraih mimpinya sejak kecil.
“Ketika di-approach untuk jadi vokalis Kotak, rasanya nggak ketulungan, karena kan posisi finansial keluargaku lagi nggak oke, terus tiba-tiba Allah kasih jalan bisa menggantikan posisi vokalis yang lama,” ujar Tantri.
Meski meraih sukses di album pertamanya sejak bergabung dengan Kotak, Tantri mengaku tidak berekspektasi tinggi sebelumnya. Ia sadar menggantikan posisi vokalis terdahulu bukanlah pekerjaan mudah. Beruntung, pilihan untuk menampilkan karakter vokalnya sendiri berbuah hasil yang baik.
“Justru aku nggak ada ekspektasi apapun. Aku ngejalanin apa yang aku rasa nyaman. Menggantikan sosok vokalis kan terbilang nggak mudah ya, apalagi karakternya cukup kuat. Cuman karena aku merasa kalau mereka aproach aku pasti karena aku punya value, jadi gimana caranya aku memberikan sesuatu yang berbeda, bukan yang mencoba untuk sama,” kata Tantri.
“Mencoba untuk berbeda, akhirnya kita lempar ke pasar, dan terbukti alhamdulillah pada suka. Aku ya alhamdulillah, dengan usahaku menjadi diri sendiri ternyata diterima dengan baik sama pendengar,” imbuhnya.
Perjalanan Kotak tidak selamanya mulus. Tantri sadar jika bandnya berawal dari sebuah proyek di ajang pencarian bakat. Jadi “band instan”, Kotak harus terus beradaptasi sepanjang perjalanannya, termasuk ketika Posan memutuskan keluar di tahun 2011.
“Setelah aku masuk, ada beberapa momen-momen yang akhirnya membuat salah satu personel akhirnya juga keluar. Dan itu membuat kita belajar banyak. Dari kasus tersebut, dari perkelahian dan perbedaan tersebut, akhirnya membuat kita refleksi bareng-bareng,” katanya.
Tidak hanya itu, Tantri sendiri mengaku pernah berpikir untuk keluar dari Kotak. Pada suatu momen, ia merasa rutinitas yang dijalani band membuatnya jenuh. Terlebih, ia sempat punya konflik dengan Cella yang notabene sebagai personel tertua di band.
“Ada satu momen di Serdang Bedagai, Sumatera Utara, aku sempat bilang di hatiku 'Habis dari sini gua mau cabut. Pokonya habis ini gua mau ngamuk nih sama Cella'. Waktu itu sempat ada konflik,” tutur Tantri.
“Pas manggung lagu kedua, ada insiden aku nabrak neck gitarnya Cella. Itu ngocor darahnya, beda satu centi doang bisa kena mata. Itu kalau kena mata mungkin aku buta,” lanjutnya.
“Itu dua lagu selesai, aku dibawa ke rumah sakit, dan di rumah sakit aku mikir ‘Kenapa harus sama Cella ya? Kenapa momennya harus sama Cella?’ Ini pasti ada jalannya Allah buat ingetin aku biar nggak sombong. Yaudah, dari situ aku ngajakin mereka ngobrol untuk minta maaf. Aku jelasin semuanya.”
Bersama Kotak, Banyak Hal Berubah
Dari kasus tersebut, Kotak belajar banyak hal. Mereka melihat rutinitas yang dijalani tidak baik untuk kepuasan para personel dalam bermusik. Kotak harus bisa mengelola waktu antara tampil di panggung, menggarap karya baru, dan menjalani kehidupan pribadi.
“Anak-anak ngerasain hal yang sama (jenuh dengan rutinitas). Akhirnya kita berkomitmen dengan manajemen untuk diatur polanya, apalagi kita sekarang udah punya keluarga. Jadi, kalaupun ada momen bikin album, kita diistirahatkan untuk bikin album,” ucap Tantri.
“Kalau dulu kan nggak. Di saat kita manggung, sambil bikin album. Jadi, itu yang bikin kita mikir kalau album kita kok nggak ada rasanya, karena dikebut semuanya. Itu akhirnya bikin kita belajar gimana caranya mengelola itu.”
Tantri menyadari bahwa komunikasi dan saling menghargai jadi satu-satunya cara untuk menjaga Kotak yang masih ada setelah dua dekade. Meski berada di band yang sama, perbedaan umur dari para personel juga menjadi penting untuk diperhatikan.
“Satu kunci di sebuah band itu komunikasi dan saling menghargai. Di perjalanan itu, aku, Cella dan Chua akhirnya belajar bisa saling komunikasi. Terlepas dari perbedaan usia, kita masih saling menghargai. Menghargai bagaimana cara menyampaikan sesuatu yang baik, terlebih mungkin buat aku dan Cella yang memang beda usia, jadi harus ada unggah-ungguh lah. Maksudnya, norma-norma kesopanan juga harus ada,” katanya.
Merefleksikan perjalanan Kotak selama dua dekade, Tantri juga melihat beberapa perbedaan yang signifikan dalam dirinya. Ia merasa lebih matang dalam bermusik.
“Kalau dilihat dari segi kepribadian pasti jauh lebih tenang. Kalau dulu kan ya namanya anak muda, ngeband, apalagi itu band instan, jadi butuh semacam validasi. Tapi kalau sudah melewati fase itu dan berhasil transisi antara ego anak muda menuju tahap ke level selanjutnya, itu ngebuat kita jadi lebih tenang,” ucap Tantri.
“Buat kita, dulu tuh sangat butuh validasi. Pasti ada fase dimana kita bentrok. Tapi justru ada momen dimana kita bertiga bentrok itu dibutuhkan untuk saling mengenal satu sama lain, dan juga mencari solusi dari setiap masalah yang dihadapi. Alhamdulillah sampai saat ini sampai ke dua dekadenya Kotak. Ya kita jauh lebih dewasa dalam bermusik,” sambungnya.
Selain itu, Tantri juga merasakan banyak perubahan dalam aspek lain di luar musik. Ia menemukan banyak pengalaman yang mengubah cara berpikirnya, hingga menemukan pasangan hidup melalui Kotak.
“Bukan hanya materi, tapi kita bisa melihat bagaimana keindahan Indonesia. Aku bisa jalan-jalan ke pelosok Indonesia melalui musik. Bahkan kita pernah umroh bersama-sama juga melalui musik. Kita menemui pasangan masing-masing juga dari musik. Jadi, perbedaannya itu signifikan banget.”
Saat ini, Tantri memastikan dirinya akan terus bermusik. Tidak pernah terpikir untuk meninggalkan dunia yang dicintainya sejak kecil itu. Baginya, bisa bernyanyi di depan banyak orang adalah anugerah tak ternilai yang diberikan Tuhan untuknya.
“Aku bersyukur sama Allah, udah kasih anugerah bisa nyanyi, bisa menggerakkan orang dari lagu-lagu yang kunyanyikan. Rasanya tuh aku kayak kufur nikmat aja, dikasih suara sama Allah seperti ini, kenapa nggak dimaksimalkan aja. Jadi, kalau pensiun untuk bernyanyi kayaknya nggak lah. Selama masih bisa bernyanyi, akan terus bernyanyi,” pungkasnya.