Bagikan:

JAKARTA - Sebagai Ketua Federasi Serikat Musisi Indonesia (FEDMI), Yovie Widianto mengungkap pihaknya tengah memperjuangkan adanya upah minimum bagi para musisi.

Permasalahan tersebut disuarakannya mengingat banyak musisi yang tergabung dalam FESMI merupakan pemusik yang sebagian besar bermain di kafe dan acara pernikahan.

“Masalah yang klasik tentunya yang harus juga diperjuangkan oleh kami adalah kita mempunyai standar pendapatan minimum para seniman dan pekerja seni,” kata Yovie Widianto saat ditemui di Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 6 November.

Yovie menyebut adanya kasus di mana para musisi tidak mengetahui soal bayaran yang diterima ketika tampil. Mereka hanya berharap pemberian dari para penonton yang hadir.

“Jadi, nggak ada yang kosong cuma dari saweran. Kan kasihan kalau nggak ada yang datang. Kalau nggak ada yang ngasih gimana? Mereka udah kerja tiga sampai empat jam tapi nggak dapat apa-apa,” tutur Yovie.

“Minimal para pengusaha yang punya kafe, restoran dan sebagainya punya kepastian juga mereka harus bayar berapa,” sambungnya.

Yovie sendiri merasa bayaran untuk pekerja seni, khususnya musisi, bergantung pada banyak aspek. Namun, ia berharap adanya upah minimum untuk kesejahteraan dan kejelasan nasib bagi para musisi.

“Kalau di seni itu kan ada tingkat profesionalisme, tingkat jam terbang, tingkat popularitas. Itu mempengaruhi nilai-nilai tersebut. Tapi seenggaknya ada nilai minimal yang bisa melindungi para pekerja seni,” tandas Yovie Widianto.