[MUSIK] Reda Gaudiamo | Tentang Menjembatani Tafsir Puisi
Reda Gaudiamo (Mahesa ARK/VOI)

Bagikan:

Puisi adalah jalan bagi manusia untuk mengasah rasa dan kepekaan. Dua senyawa yang amat dibutuhkan banyak orang hari ini. Sayangnya, puisi bukan barang yang cukup ramah untuk dinikmati secara luas. Reda Gaudiamo berbagi pada kami tentang pentingnya puisi bagi kehidupan dan kenapa ia memilih menghabiskan banyak waktu dalam hidupnya untuk menyelami musikalisasi puisi. Menjadi jembatan tafsir antara bait berayun dan jiwa-jiwa manusia.

Reda menarik napas sebelum menjawab pertanyaan kami, tentang apa yang paling sulit dari melagukan puisi? Jawabannya singkat dan jelas: menafsirkannya.

Kami duduk menyimak jawaban itu di kediaman Reda di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur. Reda menerima kedatangan kami kala ia baru saja datang dari Bandung sore itu. Barang-barang di ruang tamu Reda masih berserakan. Terasa magis. Sebab, bukannya berantakan. Kesan yang kami tangkap, rumah itu justru terasa amat hidup dengan berbagai karya seni lukis dan buku yang memenuhi lemari-lemari kayu di sekitar.

Tim VOI kala mengunjungi Reda di kediamannya (Mahesa ARK/VOI)

Reda duduk di hadapan kami sebagai seorang wanita yang telah puluhan tahun menjembatani tafsir puisi kepada banyak pecinta musik dan sastra lewat musikalisasi puisi. Jalan yang ditempuh Reda ajaib. Sebab, ia tak lahir sebagai penghikmat puisi. Reda bahkan mengaku pernah sangat anti pada barisan bait berayun. Saat itu, puisi di mata Reda adalah bentuk sastra paling intimidatif. Jauh dari nikmat yang luas.

Namun, jika harus menunjuk satu nama yang mengubah sudut pandangnya, itu adalah Ags. Arya Dipayana, penyair sekaligus seniman teater yang juga sahabat Reda. Dipayana lah yang memperkenalkan Reda dengan musikalisasi puisi, Hujan Bulan Juni, bahkan dengan penciptanya, Sapardi Djoko Darmono.

Saat itu adalah tahun 1987, ketika Dipayana mengajaknya bergabung dalam proyek musikalisasi puisi yang diprakarsai oleh Sapardi dan Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada masa itu. Sejak itu lah pertalian antara Reda, Sapardi, dan musikalisasi puisi terbangun. 1988, satu tahun sejak proyek musikalisasi puisi yang digagas Sapardi dan Fuad Hassan, Reda menenggelamkan dirinya lebih dalam ke dunia musikalisasi puisi bersama Ari Malibu.

 "Saya memahami apa yang diterangkan teman-teman waktu itu, apa yang diterangkan AGS itu bahwa ini, usaha ini membantu orang-orang seperti kamu nih, Red, untuk memahami bahwa puisi itu tafsirnya akan seperti ini, gitu. Jadi ketika kamu membaca ini, membaca Gadis Peminta-Minta, ada rasa excited di situ, ada rasa bahagia di situ, tapi juga ada rasa miris, gitu. Nah, itu lebih ditekankan lagi lewat lagu. Lebih digarisbawahi dengan adanya lagu. Jadi, lagu itu benar-benar dibuat membantu kita supaya memahami isi puisi itu. Supaya ketika membacanya tuh enggak salah perasaan gitu, ya."

Reda Gaudiamo

Keduanya melebur dalam duo pelagu puisi yang dinamai AriReda. Bersama, Ari dan Reda telah melagukan lusinan puisi karya para penyair ternama, mulai dari Sapardi hingga Goenawan Mohamad. Langkah bersama Ari berhenti di titik maut. Pertengahan Juni 2018, Ari meninggal akibat kanker kerongkongan (esophagus).

Penampilan AriReda di Lokananta (Dokumentasi pribadi/Yose Riandi)

Bersama Ari, Reda berhasil mengaktualisasi puisi lewat alunan lagu. Dan musikalisasi puisi AriReda, tentu adalah salah satu aktualisasi paling mujarab. Terbukti, geliat musikalisasi pun tumbuh. Frau adalah salah satu nama yang tumbuh di antara geliat itu. Sebagai penikmat Frau, saya sepakat. Dan kemajuan teknologi internet membawa perjuangan menjembatani tafsir puisi melesat cepat. Semangat itu ditegaskan Reda dengan pernyataannya bahwa puisi adalah bintang di setiap panggung mereka. Lagu hanyalah pengantar yang membuat puisi lebih mudah dipahami.

 "Kalau seandainya di dunia ini pada suatu waktu tidak ada musikalisasi puisi, enggak apa-apa juga menurut saya, sih. Ini hanya satu cara yang membantu saja, gitu. Membantu. Karena tujuannya memang mengangkat si puisi ini menjadi satu karya yang kemudian dicintai lewat musikalisasi, dimusikkan, dijadikan musik, dia menjadi yang enggak dikenal jadi dikenal dan kemudian diingat. Dan tujuannya, kalau nanti sudah selesai, sudah kenal puisinya, kamu enggak ingat lagunya lagi enggak apa-apa, gitu."

Reda Gaudiamo

Reda memutuskan tetap berjalan meski tanpa Ari. Kini, ia tengah menyiapkan sebuah album yang rencananya akan dirilis pada pertengahan tahun ini. Reda butuh waktu dan nyali yang lebih besar, jelas. Sebab, ini adalah album pertama di mana Reda menggarap seluruh materi album seorang diri. Tanpa Ari. Meski begitu, Reda tak kehabisan pertolongan. Dalam produksi album yang digarap rumahan ini, Reda dibantu oleh Jubing Kristianto.

Puisi bagi kehidupan

Apa yang Reda lakukan bersama Ari adalah hal penting. Semua harus sepakat bahwa segala hal baik wajib dibumikan. Dan puisi adalah senyawa paling dibutuhkan banyak orang hari ini, ketika dunia hari ini membawa manusia ke dalam kehidupan yang makin miskin oleh rasa. Reda membawa kita lebih dalam menyelami pemaknaan puisi.

 "Saya pikir karena puisi itu sangat personal, ya. Puisi itu membuat orang mengasah rasa sih kalau saya bilang. Mungkin beda dengan novel yang besar gitu arusnya besar. Tapi kalau puisi itu mainnya halus, gitu. Mainnya di dalam. Membuat kamu mengasah kepekaan diri, gitu kalau menurut saya. Dan kita sekarang dalam kondisi yang tidak terlalu peka, tidak peka dalam banyak hal, gitu."

Reda Gaudiamo

Soal membumikan puisi, Reda bahkan melihat semangat itu sebagai hal yang harus disebar seluas-luasnya. Jalannya banyak. Jika ada yang paling fundamental, jalan itu menurut Reda adalah dengan menularkan nikmat berpuisi kepada sebanyak-banyaknya generasi, bahkan sejak yang paling dini.

 "Jadi, kalau saya pikir, ya kita sudah ketinggalan jauh sekali dalam hal mengasah rasa. Bahwa pelajaran bahasa, pelajaran mengarang, pelajaran membaca puisi dianggap tidak penting dan dikalahkan oleh eksakta, menurut saya itu sekarang kita membutuhkan puisi untuk melembutkan hati orang lagi, gitu."

Reda Gaudiamo

Tentang kaitannya dengan musikalisasi puisi, Reda menilai jalur itu sebagai cara yang harus mulai ditempuh banyak musisi hari ini. Bait-bait dalam puisi memiliki kekuatan tersendiri jika dibandingkan dengan lirik dalam lagu. Di mata Reda, bait puisi memiliki sifat yang unik sebagai penyampai pesan. Pesan yang sayangnya sulit tersampaikan dengan kesan asing puisi di mata banyak orang hari ini.

Tak cuma perkara moril. Dari segi musikalitas, musikalisasi puisi sejatinya dapat jadi kesempatan bagi seorang musisi mengeksplorasi musiknya. Musikalisasi puisi tak harus dibalut aransemen akustik macam AriReda, Frau, mau pun Banda Neira. Puisi sangat terbuka untuk dilagukan ke dalam berbagai macam jenis musik. Betapa menariknya puisi dan relasinya dengan musik.

 "Saya merasa, salah satu hal yang membuat saya membuat musik sendiri dan lirik sendiri adalah saya ingin supaya orang enggak terlalu terikat bahwa kalau musikalisasi puisi itu harus kayak Ari Reda, gitu, enggak. Mau dibikin kayak rap, misalnya, kayak Kill The DJ gitu bikin dengan lirik Centhini itu hayuk aja gitu. kenapa tidak."

Reda Gaudiamo