JAKARTA - Google Doodle merayakan hari kelahiran seorang tokoh wanita Ani Idrus, hari ini. Ia adalah seorang jurnalis kelahiran Sawahlunto, Sumatera Barat pada 25 November 1918. Lewat tulisannya ia aktif menyuarakan isu-isu perempuan dan kesetaraan gender.
Ani hidup dilingkungan keluarga yang termasuk dalam status sosial yang cukup baik dalam masyarakat. Ayahnya asli Minang, sementara ibunya keturunan campuran Jawa-Minang. Ayah Ani bekerja sebagai pegawai di perusahaan tambang batubara dan sempat mengenyam pendidikan di sekolah rakyat.
Ani kecil tinggal dalam masyarakat matrilineal dengan adat yang sangat ketat di Minangkabau. Dalam masyarakat matrilineal, perempuan menjadi penentu keberlangsungan keluarganya. Sistem tersebut mendorong laki-laki untuk tidak terlibat secara setara dalam rumah tangga. Hal itu yang kemudian menurut Siti Utami Dewi Ningrum dalam "Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Kesetaraan Gender dalam Rumah Tangga di Indonesia, 1950-an" (2018) seringnya menimbulkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
Selain itu, masalah yang dialami Ani pada waktu itu adalah soal poligami. Pada 1930 tercatat tingkat poligami di Minang lebih tinggi dari Jawa dan Madura. Menurut data sensus penduduk pada tahun itu, tingkat Poligami Minangkabau mencapai 8,7 persen, sementara Jawa dan Madura hanya 1,9 persen.
Poligami jadi cobaan bagi kedua orang tua Ani Idrus. Ibunya memilih bercerai karena suaminya punya istri baru. Ani dan kakaknya tinggal bersama ayahnya. Ani kecil hidup dengan penuh kebebasan, ia dapat mandi di sungai hingga memanjat pohon. Hingga tiba satu hari ia dimarahi oleh ayahnya karena tingkahnya itu, saat itulah ia mulai mempertanyakan tentang perbedaan laki-laki dan perempuan.
Pada 1929 Ani memilih pindah dan tinggal bersama ibunya di Medan. Di sana Ani bersekolah di Methodist Girl Schoool selama 3 tahun, lalu melanjutkan ke Meisjeskopschool (Sekolah kepandaian putri) selama 3 tahun dan ke Tamansiswa Medan. Pada saat itu ia semakin gemar membaca dan menulis karena mendapat dukungan dari ayah tirinya yang berlangganan surat kabar.
Saat bersekolah di Tamansiswa pada 1934, Ani sudah mulai menulis. Ia menjadi pekerja lepas di majalah harian.
Ani Idrus banyak menaruh perhatian pada permasalahan perempuan dan menuangkannya dalam tulisan-tulisan. Karya pertamanya bercerita tentang seorang gadis di Batavia yang dikirim ke majalah Pandji Poestaka di Batavia dan berhasil dimuat pada tahun 1930. Keberhasilannya tersebut membuat Ani semakin percaya diri dan terus mengembangkan bakat menulisnya hingga ia dewasa
Suara Dunia Wanita
Ani hidup pada era kolonial. Suara-suara perempuan telah muncul sejak era itu. Salah satunya yang paling terkenal menyuarakan suara perempuan adalah Kartini.
Tulisan-tulisan perempuan semakin lantang dengan hadirnya majalah perempuan di masa kolonial, baik yang diterbitkan oleh orgasnisasi perempuan maupun majalah komersil. Masing-masing dari mereka punya ide yang unik dan beragam.
Salah satu majalah itu bertajuk Dunia Wanita. Ani Idrus yang mendirikannya. Majalah itu menghadirkan berbagai isu perempuan dari bidang sosial, politik hingga ekonomi untuk memberikan informasi dan kemajuan bagi perempuan.
Lewat Dunia Wanita, Ani mendorong permpuan untuk mengetahui keberadaan diri dan hak-hak perempuan dalam mengisi kemerdekaan, baik dalam politik, ekonomi, sosial dan keluarga.
"Oleh sebab itulah kami menerbitkan madjalah ini karena kami merasa insaf dengan djalan memberikan penerangan-penerangan dalam madjalah ini kami dapat menjumbangkan bakti untuk kemadjuan wanita," Kata Ani Idrus dalam kata pengantar Dunia Wanita terbitan pertama, 15 Juni 1949.
Pada edisi pertama majalahnya itu, Fatmawati menjadi sampul utamanya. Gadis Rasid, salah seorang staf majalah Dunia Wanita menjelaskan, dalam edisi tersebut bahwa meskipun majalah Dunia Wanita merupakan majalah perempuan, namun laki-laki juga dapat membacanya. Menurutnya, tidak ada pemisahan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, meskipun ada beberapa kepentingannya yang berbeda seperti apa yang dituliskan dalam Dunia Wanita. Keduanya harus aktif bersama untuk mencapai kebahagiaan dalam masyarakat dan memperjuangkan cita-cita bangsa.
Keterlibatan Ani di Dunia Wanita ia jalani sampai 1961. Karirnya dalam dunia pers mencapai puncaknya sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia cabang Medan. Pada 1953-1963 ia juga sempat melakukan berbagai kunjungan ke negara-negara Asia, Eropa dan Irian Jaya dalam misinya sebagai seorang jurnalis.
Selain dunia pers, Ani juga aktif dalam dunia politik. Ia aktif dalam PNI dan Wanita Marhaenis pada tahun 1960-1967. Selain itu juga menjadi anggota DPRD Sumatera Utara. Ia juga sempat menjadi Wasekjen Fron Nasional Sumatera Utara mewakili golongan perempuan.
Ani mengembuskan nafasnya yang terakhir pada 9 Januari 1999 di Kota Medan, Sumatera Utara.