JAKARTA - Hari ini 14 Januari lebih dari seabad lalu atau pada 1875, lahir seorang teolog, dokter, sekaligus filsuf Albert Schweitzer. Ia terkenal karena menjadi seorang misionaris yang mengabdikan dirinya untuk kesehatan banyak orang. Selain itu, ia menjadi misionaris yang getol menggaungkan anti terhadap senjata nuklir hingga mendapat penghargaan Nobel Perdamaian. Bagaimana kisah hidupnya?
Schweitzer kecil dibesarkan di keluarga Alsatian yang selama beberapa generasi mengabdi pada agama, musik, dan pendidikan. Menjadi seorang putra dan cucu dari pendeta, Schweitzer belajar teologi dan filsafat di universitas Strasbourg, Paris dan Berlin.
Mengutip History, Kamis 14 Januari 2021, setelah menjadi pendeta, Schweitzer masuk sekolah kedokteran pada 1905 dengan impian menjadi misionaris di Afrika. Schweitzer juga seorang seniman terkenal yang memainkan peran profesional untuk mendapatkan uang demi biaya pendidikannya. Pada saat ia menerima gelar M.D. pada 1913, Schweitzer yang berprestasi tinggi telah menerbitkan beberapa buku, termasuk The Quest for the Historical Jesus dan sebuah buku tentang komposer Johann Sebastian Bach.
Setelah berhasil meraih gelar dokter, Schweitzer dan istrinya, Helene Bresslau, pindah ke Afrika Ekuator Prancis, di mana ia mendirikan sebuah rumah sakit di Lambarene, yang sekarang menjadi negara Gabon. Ketika Perang Dunia I meletus, Schweitzer yang merupakan kelahiran Jerman dikirim ke kamp di Prancis sebagai tawanan perang. Ia lalu dibebaskan pada 1918 dan kembali ke Lambarene pada 1924.
Dengan dana yang diperoleh dari royalti dan biaya tampilnya saat menjadi musisi serta sumbangan dari seluruh penjuru dunia, ia memperluas rumah sakit menjadi tujuh puluh bangunan. Pada awal 1960-an, rumah sakit tersebut dapat merawat lebih dari 500 pasien pada satu waktu.
Di Lambarene, Schweitzer memiliki banyak peran. Ia adalah dokter dan ahli bedah di rumah sakit, pendeta sebuah kongregasi, administrator desa, pengawas gedung dan pekarangan, penulis buku-buku ilmiah, komentator sejarah kontemporer, musisi, dan juga tuan rumah bagi pengunjung yang tak terhitung jumlahnya. Penghargaan yang dia terima sangat banyak, termasuk Goethe Prize of Frankfurt dan gelar doktor kehormatan dari banyak universitas yang menekankan satu atau lain pencapaiannya.
Pada 1952, ia mendapatkan Penghargaan Nobel Perdamaian. Namun penghargaan baru benar-benar diberikan kepadanya pada 10 Desember 1953. Dengan uang hadiah 33.000 dolar AS, ia memulai perawatan kusta di Lambarene.
Selama tiga dekade berikutnya, Schweitzer sering mengunjungi Eropa untuk memberi kuliah tentang budaya dan etika. Filsafatnya berkisar pada konsep tentang apa yang dia sebut "penghormatan untuk hidup" atau gagasan bahwa semua kehidupan harus dihormati dan dicintai, oleh sebab itu manusia harus masuk ke dalam hubungan pribadi dan spiritual dengan alam semesta dan semua ciptaan-Nya. Penghormatan terhadap kehidupan ini, menurut Schweitzer, secara alami akan menuntun manusia untuk menjalani kehidupan melayani orang lain.
Schweitzer mendapat pujian luas karena mempraktikkan teorinya yang membangkitkan semangat di rumah sakitnya di Afrika, di mana ia merawat banyak pasien kusta dan penyakit tidur Afrika yang ditakuti. Dari awal 1950-an hingga menjelang kematiannya, Schweitzer berbicara dan menulis tanpa lelah tentang penentangannya terhadap uji coba nuklir dan senjata nuklir. Ia menambahkan suaranya kepada sesama penerima Nobel Albert Einstein dan Bertrand Russell.
Senja kala Schweitzer
Pada 28 Agustus 1965, Schweitzer jatuh sakit karena kelelahan. Kondisinya memburuk selama beberapa hari mendatang dan pada 4 September, pukul 11.30 siang, ia meninggal dunia. Kematiannya dirahasiakan sepanjang malam, agar putrinya Rhena dapat mengirim telegram ke kerabatnya.
Schweitzer dimakamkan pada 5 September 1965 di tepi Sungai Ogooue, di samping abu mendiang istrinya, Helen. Lima puluh tahun kemudian, Unit Penelitian Medis rumah sakitnya adalah salah satu lembaga ilmiah terkemuka di Afrika yang memerangi penyebaran malaria.
Unit ini menyediakan layanan kesehatan utama untuk Kota Lambaréné dan wilayah sekitarnya di Gabon timur. Setiap tahun menerima lebih dari 35.000 kunjungan rawat jalan. Ahli bedah melakukan lebih dari 2.000 operasi setiap tahun, dan rumah sakit memiliki tingkat kematian terendah di benua itu untuk merawat anak-anak penderita malaria berat.
BACA JUGA:
"Dengan sedikit alasan dan banyak hati, seseorang dapat mengubah banyak hal, atau memindahkan gunung," kata Schweizer suatu hari.
Ditambah dengan bakatnya yang luar biasa, etos kerja, kecintaannya pada orang lain, dan pengabdiannya pada perjuangannya, mungkin tidak mengherankan jika warisan Schweizer di Lambarene berkembang menjadi kesuksesan.