JAKARTA - 23 Desember 1995 mungkin jadi hari paling tak terlupakan bagi masyarakat kota kecil di India, Dabwali. Amukan si jago merah di Sekolah Publik DAV meregang 530 nyawa anak-anak dan orang tua yang terjebak saat menghadiri acara tahunan sekolah.
Acara itu diadakan di sebuah tenda yang dipasang di aula sekolah. Tak ada seorang pun yang menyangka bakal ada bencana besar. Bencana yang dalam waktu kurang dari sepuluh menit telah membinasakan satu persen penduduk kota.
Musibah itu bermula dari terbakarnya tenda yang dipasang di dalam gedung akibat korsleting generator listrik. Api menyebar cepat sampai mengepung pintu masuk utama. Penyebab terbesar kematian tak lain karena ribuan orang berdesakan berebut keluar pintu yang cuma ada satu.
Melansir NDTV, Rabu 23 Desember, api menyebar dengan cepat menjalar tenda yang terbuat dari kayu lapis dan poliester, memiliki atap logam bergelombang dan dikelilingi oleh dinding bata setinggi 10 kaki. Banyak dari mereka yang tewas adalah ibu dan anak-anak mereka. Mereka terbunuh oleh asap, api atau desakan saat penonton yang ketakutan mencoba melarikan diri.
Kesedihan atas kematian ratusan orang berubah menjadi amuk massa. Sekitar 5.000 pelayat protes dan menunut fasilitas darurat yang tak memadai.
Mereka menghalangi polisi yang hendak mengangkut mayat untuk melakukan kremasi. Kerumunan itu mengancam akan merobohkan tembok rumah sakit yang menurut mereka tidak memadai. Polisi lalu mengendalikan massa dan para pengunjuk rasa baru bubar lima jam kemudian.
“Apakah ini cara menjalankan rumah sakit?” kata pengunjuk rasa Suresh Singh. Dia mengatakan rumah sakit hanya memiliki 10 tempat tidur untuk 50.000 orang di kota itu dan tidak cukup menampung korban luka.
Berujung meja hijau
Pada 2009, Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Punjab dan Haryana. Pengelola Sekolah Publik DAV mengajukan banding ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Tinggi yang memerintahkan sekolah untuk membayar kompensasi sebesar 33 crore Rupee kepada para korban tragedi kebakaran.
Tepat pada 9 November di tahun tersebut, Pengadilan Tinggi memerintahkan kompensasi total sebesar 55 crore Rupee dari manajemen Sekolah Publik DAV sebanyak 33 crore Rupee dan dari Pemerintah Haryana sebesar 22 crore Rupee. Pemerintah Haryana telah menerima putusan Pengadilan Tinggi dan segera menyetorkan bagiannya. Namun, manajemen DAV kembali mengajukan banding ke Mahkamah Agung pada 2010.
Dalam tragedi tersebut, beberapa kehilangan anak dan beberapa kehilangan orang tua. Venus Sethi misalnya, ia salah seorang korban selamat yang kehilangan kedua orang tua dan kakak perempuannya. Namun, akibat musibah itu, dia kehilangan satu tangan dan menderita luka bakar 60 persen.
BACA JUGA:
Saat musibah itu terjadi Sethi masih berusia tiga tahun. Dia mencoba untuk menjalani kehidupan normal. Tetapi ketika seseorang berbicara dengannya, di suatu tempat seseorang merasa bahwa dia tidak memiliki masa kecil.
"Aku kehilangan ayah, ibu, dan adikku aku ekehilangan ketiganya. Tapi hari ini aku merasakan apa pun yang ditakdirkan, terjadi aku tidak terlalu memikirkannya," ungkap Sethi.
"Aku tidak ingat apa-apa tentang itu tapi mendengar dari orang-orang bahwa itu adalah tragedi besar. Setiap tahun pada 23 Desember, saya pergi ke sana dan melihat semua nama dan ada semua foto korban juga saya berdoa untuk keluarga saya," pungkasnya.