JAKARTA - Penelitian terbaru tentang uranium di tahun 1930-an benar-benar membuat Einstein berguncang. Penemuan itu memungkinkan umat manusia dapat menemukan sumber energi besar terbaru, tapi sekaligus dapat menciptakan alat pemusnah massal yang paling mematikan: bom atom. Einstein tak mau penemuan tersebut jatuh ke tangan orang yang salah.
Untuk menindaklanjuti temuan terbaru itu, Einstein mengirim surat ke Presiden Amerika Serikat Franklin D Roosevelt pada hari ini 11 Oktober 81 tahun lalu atau pada 1939. Ia mendorong agar presiden AS bersedia mendukung penelitian tersebut secepat mungkin. Sebab penemuan serupa telah dikembangkan Jerman yang dipimpin Nazi.
Empat bulan sebelumnya, para fisikawan berhasil menciptakan sebuah inovasi yang berhasil merumuskan cara untuk membuat sebuah reaksi nuklir berantai (nuclear chain reaction) dalam skala besar. Hal itu yang nantinya dapat menciptakan kekuatan besar dan menghasilkan elemen radium baru dalam jumlah besar.
"Fenomena baru ini juga akan mengarah pada pembangunan bom, dan bisa dibayangkan --meskipun belum pasti-- bahwa bom jenis baru yang sangat kuat dapat dibangun," tulis Einstein dalam suratnya.
Dua paragraf lagi dalam surat tersebut berisi uraian langkah-langkah yang perlu diambil untuk mempercepat penelitian uranium. Einstein juga mencatat sebuah peringatan bahwa penjualan uranium telah dihentikan di Cekoslowakia, salah satu wilayah yang mengandung mineral uranium dengan kuantitas dan kualitas yang baik. Einstein juga membocorkan rahasia, penelitian serupa sedang diupayakan Jerman.
Einstein sebetulnya tidak pernah menduga bahwa ia akan menulis surat seperti itu. Terlepas dari fakta bahwa ia adalah seorang pasifis --pecinta damai--, ia tak percaya bahwa energi dari atom akan benar-benar diciptakan.
Bahkan ketika neutron dalam atom baru ditemukan pada tahun 1932 ia sempat mengatakan "tidak ada indikasi sedikitpun bahwa energi itu bisa diperoleh. Artinya atom jangan sampai dipecahkan sesuka hati," katanya seperti ditulis The New York Times.
Namun harapan Einstein pupus. Pada 1938 ilmuwan Jerman berhasil membelah atom uranium. Mereka segera membuat cetak biru penemuan mereka pada akhir Januari 1939.
Itu membuat Einstein ketakutan, pasalnya Jerman saat itu dipimpin oleh seorang fasis Adolf Hitler. Ketakutan yang sudah dipendam bahkan sebelum Nazi menyapu tanah kelahirannya.
Einstein dan fisikawan Niels Bohr berpandangan bahwa mereka tidak mendukung adanya penelitian soal fisi uranium --pengetahuan yang nantinya melahirkan bom atom. Para ilmuwan khawatir dengan kemajuan ilmuwan Jerman. Mereka khawatir bila Hitler mendapatkan bom atom terlebih dahulu, ia akan memiliki senjata super untuk meningkatkan dominasi kekuatannya di dunia.
Atas dasar itu, Einstein meminta kepada Presiden Roosevelt untuk segera menggencarkan penelitian mereka. Dari beberapa penelitian, akhirnya dibangunlah proyek manhattan atau Manhattan Engineering District yang bertujuan untuk mengembangkan bom atom pertama.
Penyesalan
Proyek pembuatan bom nuklir ternyata tidak sesuai harapan Einstein. Amerika tak menggunakan bom atom itu untuk melawan Jerman.
Tiga bom nuklir yang diciptakan dari proyek tersebut diledakan di berbagai tempat. Pertama sebagai uji coba di Alamogordo, New Mexico. Dan dua lagi diledakan di Kota Nagasaki dan Hiroshima Jepang.
Bom atom Hiroshima dan Nagasaki menjadi saksi kedahsyatan bom dengan masing-masing berkekuatan 13 dan 21 kiloton. Ledakan itu menghancurkan kedua kota dan menewaskan sekitar 200 ribu orang seketika.
Setelah mengetahui pengeboman Hiroshima itu, Einsten kemudian mengutarakan kekecewaannya. "Saya dapat membakar tangan saya karena menulis surat kepada Roosevelt," kata Einstein.
BACA JUGA:
Namun penyesalan itu sudah tiada guna. Einstein secara tidak langsung menjadi pembuka gerbang masuknya dunia pada era nuklir. Setelah Amerika, negara rivalnya Uni Soviet mulai melakukan uji coba ledakan nuklir pertamanya pada 1949.
Setelah Rusia, negara ketiga yang mengembangkan teknologi nuklir adalah Perancis. Pembuatan teknologi nuklir lalu diikuti oleh negara Cina, Inggris, Pakistan, Israel, dan Korea Utara.