Peringati Hari Kesehatan Mental Sedunia, Marshanda Ingatkan Bahaya <i>Self Diagnosis</i>
Marshanda (Foto: IG @marshanda99)

Bagikan:

JAKARTA - Hari Kesehatan Mental Sedunia diperingati pada tanggal 10 Oktober. Dalam rangkaian peringatan hari tersebut, Marshanda mengingatkan bahaya mendiagnosa diri sendiri, self diagnosis, atas kesehatan jiwa.

"It's almost like a trend, cuma baca karakteristik di Google lantas bilang 'wah ini gue banget, lalu dia announce ke temen-temennya kalau dia bipolar," kata Marshanda dalam sesi bincang-bincang live Instagram "Self Awareness for Better Mental Health" dari Ms Learning & Grow. 

Marshanda mengingatkan hal tersebut tidak boleh dilakukan karena bisa memperburuk kondisi kesehatan jiwa seseorang. "Self diagnosis enggak boleh dilakukan, itu harus dilakukan oleh profesional," katanya dikutip dari ANTARA, Seninm 11 Oktober.

Sebelumnya, psikolog dari Universitas Indonesia Kasandra A. Putranto mengatakan mendiagnosa diri sendiri mengidap penyakit atau gangguan tertentu, misalnya depresi, merupakan sesuatu yang berbahaya karena menyebabkan kekhawatiran yang tidak perlu dan jika kekhawatiran memburuk maka dapat mengembangkan gangguan kecemasan.'

Selain itu, mendiagnosa diri sendiri juga dapat membuat seseorang tidak bisa mendapatkan penanganan yang tepat. Bahkan, masalah lain yang bisa saja lebih serius menjadi tidak terdiagnosis karena terlalu fokus pada penyakit atau gangguan yang belum tentu diderita.

Dalam bincang-bincang bersama psikolog Caca Tengker, Marshanda mengisahkan dia sudah didiagnosa bipolar sejak usia sekira 15 tahun. Sebelum usia 15, Marshanda mengaku kehidupannya baik-baik saja.

"Aku mulai modelling, syuting iklan dan fashion show di umur lima tahun , lalu umur 11 aku syuting 'Bidadari', aku tuh anak yang bahagia banget, aku cinta hidup, aku sangat suka syuting, suka sekolah," katanya.

"Suatu hari di usia 15 tahun, aku didiagnosa punya mental illness dari psikiater. What? Selama ini aku sudah perform di sekolah di syuting, aku bahagia, terus aku sakit jiwa? It was shocking," kata Marshanda yang sempat menyangkal kondisinya sampai empat tahun setelah didiagnosa itu.

Sampai akhirnya dia berusia 17 tahun, Marshanda akhirnya memutuskan untuk mendapatkan bantuan dari profesional untuk mengatasi masalah kesehatan jiwanya.

"Setiap rencana Allah yang diberikan pada aku, Dia punya rencana besar, Dia menanamkan challenge tapi at the same time memberikan keberanian untuk sharing, sekarang aku lihat banyak conversation untuk membicarakan mental health karena semua orang pasti puna tekanan, punya pain tapi yang paling penting," kata Marshanda.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun menyoroti Hari Kesehatan Mental Sedunia sebagai langkah dan upaya berbagai pihak termasuk pemerintah dari seluruh dunia, untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan mental di semua tingkatan.

Psikolog klinis lulusan Universitas Gadjah Mada, Zahrah Nabila, M.Psi, mengatakan Hari Kesehatan Mental Sedunia yang dirayakan pada 10 Oktober adalah momentum untuk meningkatkan kesetaraan akan akses kesehatan jiwa di Indonesia.

"Keseteraan akses kesehatan jiwa saat ini di Indonesia rasanya belum cukup imbang. Saat pakai kacamata di kota-kota besar, ya sudah meluas, siapapun bisa mengakses -- dari layanan umum masyarakat terdekat (puskesmas), rumah sakit, sampai lembaga swasta," kata Zahrah.