Bagikan:

JAKARTA - Perubahan iklim yang semakin nyata kini menjadi tantangan besar yang mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari, terutama dalam hal pangan. Dengan cuaca yang semakin ekstrem dan tanah yang semakin kurang subur, dunia dihadapkan pada masalah serius yang semakin rumit, yakni mengancam ketahanan pangan.

Di tengah ancaman ini, semakin meningkatnya kebutuhan akan pangan juga menjadi masalah yang tidak bisa dihindari. Hal ini membuat Indonesia semakin berfokus pada pencarian solusi yang lebih berkelanjutan.

Menurut Yacinta Esti, Implementing Manager ASEAN SME II Indonesia Component GIZ, yang berbicara dalam Konferensi Agrinovasi 2025, diselenggarakan oleh Edufarmers dan Pemuda Tani Indonesia menyebut Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus berkembang. Namun, di tengah ketidakpastian ini, muncul solusi yang semakin menarik perhatian banyak orang, yakni pertanian regeneratif.

"Di tengah tantangan ini, pertanian regeneratif ini muncul sebagai tantangan baru. Menawarkan pendekatan holistik yang bukan hanya meningkatkan produksi pangan, tetapi memulihkan ekosistem dan meningkatkan kesejahteraan petani," ujar Yacinta Esti, saat berbicara di JCC, Jakarta Pusat pada Sabtu, 22 Februari.

Konsep pertanian regeneratif ini menawarkan pendekatan yang berbeda dari sistem pertanian konvensional. Dr. Hadis Jayanti, Direktur ICARE Project di Kementerian Pertanian, menjelaskan bahwa pertanian regeneratif mengedepankan pendekatan antara manusia dan alam.

"Sebenarnya banyak perspektif mengenai regeneratif agriculture ini. Jadi secara komperensif, pertanian regeneratif adalah bentuk pendekatan secara transformatif dari praktek pendekatan pertanian yang menyeleraskan praktek pertanian dengan alam," jelas Dr. Hadis.

Dia menambahkan bahwa prinsip dasar dari pertanian regeneratif meliputi pemulihan dan peningkatan kualitas tanah yang telah terdegradasi, meningkatkan keanekaragaman hayati serta sistem pengelolaan air yang lebih efisien.

"Diharapkan dengan pertanian regeneratif ini yang terjadi adalah peningkatan keanekaragaman hayati, kekuatan sistem pertanian, tata kelola dan manajemen air," ungkap Dr. Hadis.

Gunawan Sutio, Ketua Umum Asosiasi Biogroinput Indonesia, mengingatkan pentingnya inovasi teknologi untuk mendukung pertanian regeneratif, termasuk penggunaan biostimulan berbasis bahan alami.

"Kita pahami, budidaya pertanian itu di tanah. Kita budidaya cukup lama kita bicara massive production. Realitanya sampai sekarang tanah itu pengembalian kesuburan tanah itu bukanlah hal yang bisa diabaikan, tetapi wajib dilakukan," ujarnya.

Biostimulan merupakan teknologi berbasis bahan alam seperti substansi humik, amino, dan lainnya.

"Biostimulan ini tidak berbicara tentang pupuk dan pestisida. Ini adalah cara untuk merangsang tanah agar lebih subur dan dapat mendukung produksi pertanian tanpa merusak ekosistem." tambah Gunawan.