Bagikan:

JAKARTA - Menginjakkan kaki di kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan sebutan kota Solo, terasa berbeda. Anda akan merasakan eksistensi budaya setempat. Budaya Jawa yang hadir dan bisa Anda lihat dan rasakan. Budaya yang selalu menyapa melalui gestur tubuh, perilaku, bahasa, dan tutur kata, makanan yang tersaji, tradisi, dan juga seni.

Eksistensi nyata budaya Jawa juga terpresentasikan dalam dua bangunan keraton, Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran, yang hingga kini masih berdiri kokoh seakan mengawal budaya Jawa dengan nilai-nilai luhurnya. Mengunjungi kota Solo yang mempunyai slogan “The Spirit of Java” ini terasa tidak lengkap tanpa mengunjungi kedua keraton tersebut yang merupakan destinasi wisata utama.

Kedua keraton yang terletak tidak terlalu berjauhan ini memiliki cerita sejarah yang saling terkait dengan kerajaan Mataram di Yogyakarta yang pada masa kejayaannya memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas. Karena intrik perebutan tahta kekuasaan, yang tak bisa dilepaskan juga dari strategi devide et impera penjajah Belanda, yang akhirnya membuat Kerajaan Mataram runtuh. 

Kerajaan akhirnya terpecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Salah satu keturunan raja Mataram yang dibuang ke Srilanka yaitu Raden Mas Said yang nanti akhirnya menjadi raja di keraton Mangkunegaran.

Keraton Kasunanan atau lengkapnya Kasunanan Surakarta Hadiningrat ini didirikan pada tahun 1755 oleh Sunan Paku Buwono II dan merupakan tempat tinggal resmi keluarga kerajaan hingga saat ini. Pada zamannya, bangunan keraton yang bergaya perpaduan arsitektur Jawa Belanda ini merupakan bangunan yang sangat eksotik dengan nuansa warna didominasi putih dan biru. 

Salah satu arsitek pembangunan keraton adalah pangen Mangkubumi yang juga arsitek keraton kesultanan Yogyakarta. Itulah sebabnya tata ruang keraton Kasunanan ini sangat mirip dengan tata ruang keraton kesultanan yogyakarta. 

Terdapat dua pintu masuk menuju lingkungan keraton, dari arah utara dan selatan. Yang paling populer adalah pintu masuk utara melalui gapura besar Gladag di jalan Slamet Riyadi. Setelah melewati gapura masuk, Anda akan disambut kompleks alun-alun Lor atau utara di mana di tengah-tengahnya terdapat dua pohon beringin kembar yang berusia sangat tua.

Di sebelah kanan alun-alun berdiri Masjid Agung Surakarta yang didirikan oleh Susuhunan Paku Buwono III. Setelah mengikuti jalan searah mengitari separuh alun-alun dan melewati jalan Supit Urang di sisi timur, Anda akan sampai pada gerbang utama keraton yang disebut Kori Brajanala Lor. 

Memasuki keraton, pengunjung akan melihat silsilah raja keraton Kasunanan dan juga maket wilayah Keraton. Pengunjung kemudian diarahkan memasuki museum keraton yang berisi peninggalan barang-barang keraton seperti kereta kencana, peralatan perang, peralatan upacara keraton, serta peralatan memasak.

Koleksi benda tersebut sebagian diletakkan dalam dinding berkaca yang diterangi lampu dan juga ditata di tengah ruangan. Di lingkungan museum juga terdapat sebuah sumur yang airnya boleh digunakan untuk mencuci muka. Konon, tempat ini merupakan salah satu tempat pertapaan raja.

Setelah melihat koleksi museum, pengunjung akan disambut halaman luas dengan banyak pohon sawo rindang. Tanah di halaman ini berupa tanah pasir yang diambil dari laut Pantai Selatan dengan tekstur halus dan sebagian lagi berupa tanah pasir dari letusan Gunung Merapi dengan tekstur kasar. Ada peraturan unik di sini. Tiap pengunjung yang memakai sandal terbuka, diminta melepaskan alas kaki jika hendak berjalan di halaman, sedangkan jika alas kaki sepatu tertutup diizinkan untuk tetap dipakai.

Dalam keraton pun terdapat menara tinggi bernama Panggung Songgo Buwono yang menghadap keluar keraton. Pada masanya, menara ini digunakan raja untuk bertapa dan mengintai benteng lawan.

Ada satu lokasi yang menarik perhatian karena dihiasi dengan patung-patung Eropa cantik. Tempat ini disebut Sasana Sewaka yang biasanya digunakan untuk perhelatan besar seperti acara Jumenengan atau pernikahan putra putri keraton. Untuk menjamu para tamu perhelatan, digunakan ruang ruang Sasana Handrawina yang letaknya di samping. 

Sasana Handrawina terlihat klasik dengan sentuhan arsitektur Eropa. Di bagian barat keraton terdapat terdapat museum kecil yang memamerkan kendaraan kerajaan berupa kereta dan mobil. Pengunjung yang memasuki area museum ini diwajibkan mengenakan samir berwarna kuning keemasan. Sayang, tidak semua tempat dalam keraton ini boleh dikunjungi.