Bagikan:

YOGYAKARTA – Seberapa dekat anak dengan orang tua, bisa diuji lewat tes perilaku. Terbaru, para psikolog mengembangkan tes untuk mengukur keterikatan antara anak-anak dan orang tua mereka. Salah satu tes yang dilakukan yaitu prosedur pengamatan di mana ibu atau ayah meninggalkan anak bersama orang asing di kamar atau sendirian. Tes ini disebut The Strange Situation Test dan psikolog menganalisis perilaku anak saat orang tua mereka berada di kamar, pergi, saat anak sendirian dengan orang asing, dan orang tua kembali.

Berdasarkan perilaku anak dalam situasi tersebut, terdapat empat jenis keterikatan. Pertama, keterikatan yang aman, di mana anak-anak terikat dengan aman dan memprotes ketika orang tua meninggalkan ruangan. Ketika orang tua kembali ke ruangan, secure attachment style pada anak cirinya mereka cepat kembali mencari keamanan dan kenyamanan dengan orangtuanya.

Kedua, penghindar dalam keterikatan karena anak-anak menghindari kontak dengan orang tua mereka. Ketiga resisten, yang mana anak-anak tidak senang ketika orang tuanya pergi tetapi marah atau pasif ketika mereka kembali. Keterikatan keempat, disorganisasi, di mana anak-anak menunjukkan perilaku yang bertentangan atau bingung dan tidak dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori lainnya.

keterikatan anak dan orang tua yang aman
Ilustrasi keterikatan anak dan orang tua yang aman (Freepik/zinkevych)

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal American Psychologycal Association (APA), hasil 285 data dan penelitian dari 20.000 anak-orang tua, gaya keterikatan yang aman adalah paling umum atau dimiliki sebanyak 51,6 persen. Jelas Sheri Madigan dari Universitas of Calgary dilansir Psychology Today, 20 Juni, sekitar 23,5 persen dari anak-anak menunjukkan gaya keterikatan yang tidak teratur, 14,7 persen gaya keterikatan menghindar, dan 10,2 persen gaya keterikatan resisten.

Distribusi hasilnya sangat signifikan dan tidak dipengaruhi usia serta jenis kelamin anak-anak. Peneliti lantas menggali tentang apa yang menyebabkan gaya keterikatan tidak aman. Pertama, faktor sosiodemografi memegaruhi. Seperti tingkat ekonomi rendah semakin berisiko tinggi menunjukkan keterikatan menghindari dan tidak teratur daripada anak-anak dari keluarga yang memiliki pendapatan lebih tinggi.

Faktor kedua yang memengaruhi adalah kondisi mental orang tua. Anak-anak yang orangtuanya memiliki penyakit mental, berpeluang lebih tinggi menunjukkan keterikatan tidak teratur daripada anak-anak dengan dua orang tua yang sehat mental.

Di samping dua faktor di atas, anak-anak yang mengalami penganiayaan, adopsi dari panti asuhan, juga memiliki kemungkinan lebih tinggi menunjukkan keterikatan tidak teratur. Melalui hasil data yang diperoleh, para peneliti menyimpulkan bahwa keterikatan yang aman antara anak dan orang tua lebih banyak dimiliki anak-anak dan orang tua dengan tingkat stres yang lebih rendah.