JAKARTA - Sebuah cuitan di Twitter merebak ke publik. Mengutip @MissSatyani, seorang kru film bernama Adit yang sedang melakukan pekerjaannya jatuh saat memasang tracking point di green screen. Pekerjaan itu ia lakukan pada pagi hari jam 3 dini hari. Cuitan ini menerima retweet serta likes lebih dari sepuluh ribu. Hal ini sering santer terdengar tetapi jarang disiarkan.
Industri film Indonesia yang sedang berkembang menjadikannya wajar setiap minggunya selalu ada pengerjaan syuting untuk sebuah proyek. Sesuai dengan rencana rumah produksi masing-masing, ada yang memilih santai dalam mengerjakan film dan meluangkan waktu hingga berbulan-bulan. Sedangkan ada juga yang berhasil melakukannya dalam waktu seminggu saja.
Dilansir dari sebuah postingan di Kompasiana, sebuah contoh dipaparkan. Sutradara Nayato Fio Nuala, yang dikenal dengan proyek film horornya pernah bercerita, demi menekan bujet, ia beserta kru melakukan syuting dalam waktu seminggu saja. Karena waktu yang singkat itu, para tim produksi biasanya memasang peralatan beberapa hari sebelum proses syuting dimulai untuk mempersingkat waktu. Ditambah beberapa kru diusahakan bisa melakukan berbagai jenis jobdesk.
Berita sedih, seorang kru film bernama Adit meninggal kecelakaan jatuh dr scaffolding/steiger saat memasang tracking point di green screen, jam 3 pagi.
Tanpa mengurangi rasa hormat, inilah fakta kerja di lingkungan produksi film:
— Satyani Adiwibowo (@MissSatyani) January 30, 2020
Itu hanya satu contoh dari sekian cerita tentang apa yang ada di belakang produksi sebuah film. Belum lagi jika berbicara soal kru, belum banyak transparansi tentang merekrut kru profesional dalam film. Biasanya mereka menerima tawaran pekerjaan berdasarkan relasi orang terdekat katakanlah keluarga, teman, dan sebagainya. Sayangnya, hal ini tidak selalu menjadikan kru tersebut benar-benar profesional di bidangnya dan hanya mengikuti arahan atasan saja.
Rumah produksi memiliki tanggung jawab utama terhadap kru yang bekerja di lapangan. Namun, perlindungan itu hanya berbentuk materi dan bukan asuransi atau perlindungan secara berwajib. Ini yang seharusnya diperhatikan oleh para pelaku industri.
Dari segi waktu, jam syuting yang terkadang mengikuti situasi di lapangan memang tidak memungkinkan. Tetapi kembali lagi dengan prinsip bekerja dimana seorang pekerja harus menjalankan pekerjaannya dengan sehat sehingga tercipta lingkungan yang efisien. Bekerja di siang hari saja terkadang membuat capai, bagaimana dengan bekerja hingga subuh? Sudah pasti kondisi kesehatan kita dipertanyakan.
Penghargaan diri
Ada sebutan, jika Anda belum merasa capai, tandanya Anda belum bekerja begitu keras. Kalimat ini terdengar menekan karena kerja keras tidak harus diukur dari seberapa lelahnya seseorang. Jangan terlalu memuji prinsip bekerja “overtime” yang tidak begitu membanggakan. Justru pertanyakan lingkungan pekerjaan jika Anda sudah sering overtime.
Dilansir dari sebuah tulisan yang diunggah Amy Clarke, permasalahan soal kru ini juga terletak pada stereotip bisnis hiburan yang terkesan glamor sehingga seseorang mau melakukan apapun untuk masuk ke dalamnya. Padahal, untuk bekerja di dalam industri film tidak harus menyia-nyiakan diri sendiri agar bisa diterima di sini.
Selayaknya bekerja seperti pegawai kantoran, para tim produksi seharusnya memiliki jam sehat tersendiri dalam bekerja. Tidak peduli berapa usia, produktivitas bisa tercipta asalkan tim produksi didukung lingkungan yang ramah serta perencanaan yang matang.