Filosofi <i>Paes Ageng</i>, Riasan yang Dipakai Erina Gudono untuk Pernikahan dengan Kaesang Pangarep
Ilustrasi filosofi paes ageng kebesaran atau keprabon yang akan dipakai Erina Gudono dalam pernikahan dengan Kaesang Pangarep (Sumber: Instagram/@erinagudono)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Pernikahan putra bungsu Presiden RI, Kaesang Pangarep dan Erina Gudono semakin dekat. Dikabarkan bahwa Erina akan memakai riasan paes ageng. Riasan ini memiliki filosofi dan nilai budaya bagi masyarakat Yogyakarta. Bahkan sebagai tata rias dan busana, paes ageng hanya dipakai di momen sakral pernikahan.

Paes ageng diperkirakan dipakai sejak sebelum terjadinya Perjanjian Giyanti. Berdasarkan catatan sejarah, Pertemuan Jatisari antara Susuhunan Paku Buwana III dengan Sultan Hamengku Buwana I membahas tentang pembagian kebudayaan corak Mataram Islam. Paes ageng manten Yogyakarta akhirnya dikehendaki oleh Mangkubumi yang berkedudukan di Yogyakarta.

Berdasarkan arsip digital Universiteit Leiden dilansir tugas akhir mahasiswa Program Studi Sejarah Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, menggambarkan putri dan putra keraton mengenakan busana pengantin paes ageng. Macam-macam paes ageng Yogyakarta, di antaranya, Paes Ageng Kebesaran, Paes Ageng Kanigaran, dan Paes Ageng Jangan Menir.

filosofi paes ageng yang akan dipakai erina gudono
Ilustrasi makna filosofis paes ageng yang akan dipakai Erina Gudono (Sumber: Instagram/@erinagudono)

Paes ageng yang dipakai masyarakat di luar keraton Yogyakarta dengan ketentuan yang ditetapkan, adalah Paes Ageng Kanigaran. Karena setiap ornamen, tata rias, dan perlengkapan busana memiliki falsafah hidup orang Jawa, maka perlu kiranya dipahami maknanya. Berikut penjelasan lengkap beserta riasan yang dipakai pengantin perempuan.

1. Alis menjangan ranggah

Garis alis pada riasan paes ageng disebut menjangan ranggah, bentuknya seperti tanduk rusa. Makna dari alis menjangan ranggah ialah kewaspadaan dan kemampuan pengantin perempuan. Harapan yang disimbolkan riasan alis bercabang ini, yaitu ketenangan dan kebijaksanaan pengantin dalam menghadapi setiap persoalan yang datang. Selain itu, diharapkan seperti rusa yang cekatan dan cerdik.

2. Jahitan mata

Jahitan mata ditorehkan dengan peralatan rias sehingga menyulap mata menjadi terlihat redup dan anggun. Secara filosofis, pandangan pengantin perempuan diharapkan menjadi terang dan jelas sehingga bisa membedakan baik dan buruk serta berpikir positif.

3. Cithak dipasangkan pada tengah dahi dan kedua alis

Bentuknya belah ketupat berukuran kecil, dipasangkan pada tengah dahi dan kedua alis mempelai perempuan, disebut dengan cithak. Letaknya harus lurus dan simetris karena menyimbolkan pagar dari sesuatu yang jahat.

4. Gelung bokor dan gajah ngoling

Gelung bokor semacam hiasan sanggul dengan buntalan rambut yang berukuran lebih kecil. Bentuknya bulat dan dipasangkan bersama rambut asli pengantin. Gelung ini terdiri dari rangkaian daun pandan yang dirajang halus kemudian dibentuk bulat kemudian ditutup dengan rangkaian bunga melati. Bagian bawah dijuntaikan rajangan daun pandang memanjang seperti ekor kuda, disebut gajah ngoling. Kedua ornamen hiasan kepala ini, menyimbolkan pengetahuan yang sudah dicapai dan disimpan selama hidup.

5. Centhung

Hiasan ini berujung melengkung dipasang di pangkal penunggul. Centhung merupakan simbol alam pikiran manusia yang ditujukan kepada Sang Maha Kuasa.

6. Sumping dan subang ronyok menghias telinga

Hiasan yang disebut sumping dipasangkan di atas telinga kanan dan kiri, terbuat dari daun pepaya muda. Maknanya, memperjelas pengengaran, melunakkan suara yang dipengaruhi emosi buruk, dan memetik hikmah dari hal-hal yang didengar. Sedangkan subang ronyok, ialah hiasan pada telinga terbuat dari sepuhan warna emas menggambarkan meningkatnya pengetahuan manusia dalam kehidupan dan keabadian.

7. Cundhuk mentul

Lima buah hiasan yang didesain mirip seperti tangkai bunga, disebut cunduk mentul. Dipasangkan bagian atas sanggul dan menyimbolkan penguasaan atas hawa nafsu sehingga menjadi perempuan utama.

Melansir ulasan Sri Widayanti dalam Tinjauan Filsafat Seni Terhadap Tata Rias dan Busana Pengantin Paes Ageng Kanigaran Gaya Yogyakarta, Kamis, 8 Desember, rias wajah dan hiasan pada kepala memiliki unsur masing-masing. Semuanya memiliki makna yang mendalam. Seperti penitis yang menggambarkan harapan agar pengantin mencapai tujuan tepat, godheg untuk memaknai pengetahuan tentang asal-usul dan jalan kembali ke asal, prada tentang keagungan, dan kinjengan berkaitan dengan keuletan hidup.

Menurut Wigung Wratsangka, wedding organizer untuk pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono, sang pengantin perempuan akan mengenakan Paes Ageng Kebesaran atau Keprabon. Paes ini, sejak Sultan Hamengku Buwono IX diperbolehkan dipakai oleh masyarakat luas sejak tahun 60-an.