YOGYAKARTA – Orang tua ialah contoh bagi anak-anaknya. Ketika Anda minta maaf ketika tidak melakukan kesalahan, justru tidak memberikan contoh yang baik. Kenapa bisa begitu? Ahli parenting dan penulis Why Is My Child in Charge, Claire Lerner, LCSW-C., mengatakan bahwa meminta maaf kepada anak Anda ketika Anda bereaksi keras terhadap mereka penting dilakukan.
Orang tua memberikan model yang kuat untuk mengajarkan tanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Dengan minta maaf, berarti bersedia untuk mundur, merenung, dan mengatur diri. Ini merupakan salah satu aset penting dan terbesar untuk menciptakan rasa aman serta keterikatan.
Sebaliknya, ketika tidak melakukan kesalahan apapun, orang tua tidak perlu mengucapkan maaf. Seperti ketika membuat pancake dengan bentuk yang tidak bulat, mendapatkan nomor antrian panjang, atau ketika anak-anak kalah main gim.
Menurut Lerner dilansir Psychology Today, pada saat-saat seperti tersebut, anak-anak mungkin merasa tertekan karena kenyataan tidak seperti yang mereka harapkan. Lantas bagaimana menanggapi rengekan anak-anak dengan tidak mengucapkan maaf atas kenyataan tidak sesuai dengan harapannya?
Meminta maaf pada situasi nyata tetapi tidak diinginkan, justru membuat anak-anak tidak belajar menyikapi situasi yang tidak ia inginkan. Ini membuat anak kurang fleksibel dan kaku. Minta maaf dii waktu yang tidak tepat, membuat mereka kurang percaya pada orang lain dan tidak menjadi tangguh.
Alih-alih mengucapkan “maaf, pancake tidak bulat” lebih baik memberikan validasi pengalaman emosional dengan mengucapkan “meski bentuknya tidak membuatmu nyaman, tapi rasanya sama lho”. Cara ini tidak mengabaikan perasaan emosionalnya, tetapi juga mengajarkan pada mereka untuk fleksibel. Bahkan cara tersebut menetapkan batas, fleksibilitas, dan strategi beradaptasi.
BACA JUGA:
Perlu dipahami oleh orang tua, bahwa dunia tidak beradaptasi dengan kita. Sebaliknya, kita harus belajar beradaptasi dengan dunia. Maka, ucapkanlah kata maaf secara tepat agar tidak memanipulasi harapan pada anak-anak.