YOGYAKARTA - Masyarakat Jawa dikenal memiliki nilai budaya dan historis yang sangat kaya. Kebudayaan Jawa juga terkenal melahirkan peradaban yang tinggi. Kebudayaan-kebudayaan tersebut masih terjaga dan di amalkan sampai sekarang. Salah satu yang banyak dilakoni adalah falsafah Jawa kuno.
Falsafah Jawa kuno ini digunakan sebagai pegangan orang-orang Jawa dalam menjalani hidup. Falsafah Jawa memiliki makna yang sangat mendalam jika diartikan, dan bersifat sebagai nasihat atau ajaran agar menjalani hidup lebih baik dan bijak.
Mengamalkan falsafah Jawa memang tidaklah mudah. Hanya orang yang bijak, memiliki kesadaran, dan niat tinggi yang bisa menjalaninya. Namun setiap falsafah yang dijalani akan memberikan kekuatan luar biasa dalam hidup kita.
Apa saja falsafah Jawa kuno yang memiliki makna mendalam bagi kehidupan?
Falsafah Jawa Kuno Tentang Kepemimpinan
“Memayu Hayuning Bawono, Ambrasto dur Hangkoro” Falsafah ini memiliki arti: dalam menjalani hidup, manusia harus berusaha menghadirkan keselamatan, ketenteraman sekaligus berusaha memberantas tidak kejahatan dan ketidakadilan.
Falsafah ini mengajarkan supaya kita menjadi pribadi yang memberi manfaat bagi lingkungan sekitar. Selain itu, kita juga harus tegas dan berani melawan tindakan jahat. Seorang pemimpin harus bersikap adil dan ssudah sepantasnya mengayomi rakyatnya.
“Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpo Aji-Aji, Sugih Tanpa Bondho” pepatah ini memiliki arti: berjuang tanpa membawa prajurit/massa, meraih kemenangan tanpa harus merendahkan dan mempermalukan lawan, menjadi sakti dan berwibawa tanpa harus mengandalkan kekuatan, dan menjadi kaya tanpa harus bermodal harta.
Falsafah ini memberi ajaran yang adiluhung dan kaya makna. Kita harus bersikap dan bertindak bijaksana saat berada di posisi apapun. Kita harus bisa mengontrol diri saat memegang jabatan tinggi atau berkuasa. Kita juga harus mengontrol diri saat memiliki harta kekayaan. Kemuliaan sejati terletak pada sikap dan akhlak.
Falsafah Jawa Tentang Moral
“Ojo Kuminter Mundak Keblinger, Ojo Cidra Mundak Cilaka” Falsafah ini memiliki arti: jangan merasa paling pintar agar tidak terjerumus, dan jangan melakukan kecurangan agar tidak mendapatkan celaka.
Dari falsafah ini kita bisa belajar tentang bersikap dalam hidup. Sebagai makhluk sosial, kita harus bisa menempatkan diri di setiap kondisi. Jika kita punya banyak wawasan atau kepandaian, jangan kita gunakan untuk sombong. Kita harus sadar masih banyak orang lain yang memiliki kepandaian lebih.
Falsafah Jawa Tentang Sabar
“Alon-alon Waton Kelakon” Falsafah ini memiliki arti: pelan-pelan asalkan bisa tercapai. Falsafah ini memiliki makna yang lebih mendalam lagi dari sekadar itu. Falsafah ini mengajarkan agar kita selalu menghargai setiap proses dalam menjalankan sesuatu. Jadi kata ‘pelan’ bukan berarti lambat, tapi menghargai setiap proses.
“Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan”. Falsafah ini memiliki arti: jangan mudah sakit hati saat mendapatkan musibah/bencana, dan jangan gampang sedih atau kecewa saat kehilangan sesuatu.
Falsafah Jawa Tentang Pendidikan
“Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman” Falsafah ini memiliki arti: jangan mudah kagum atau takjub, jangan mudah menyesal atau kecewa, jangan mudah kaget dan manja. Keempat sikap ini penting diamalkan saat kita sedang belajar atau berjuang dalam hidup. .
Falsafah Jawa Tentang Cinta
“Witing tresno jalaran soko kulino. Witing mulyo jalaran wani rekoso” Falsafah ini memiliki arti: rasa cinta bisa muncul karena terbiasa, sedangkan kemuliaan datang karena berani untuk bersusah-payah/bekerja keras.
Beberapa Falsafah Bijak Semar
- Mbregege, ugeg-ugeg, hmel-hmel, sak dulito, langgeng: Diam, bergerak, makan, meski sedikit, abadi
- Urip Iku Urup: Hidup harus menyala
- Sura Dira Jayaningrat, Leburing Dening Pangastuti: Orang yang jahat bisa dikalahkan dengan kebaikan hati
- Aja adigang, adigung, adiguna: jangan suka memamerkan kekuatan, kekayaan, dan kemampuan anda
- Aja milik barang kang melok, aja mangro mundak kendho: Jangan mudah terpesona dengan kemewahan, menawah, dan keindahan. Jangan ragu pada hal apapun, sehingga tidak mudah putus asa.
- Urip iku mati, mati sejatine urip: Hidup itu mati, mati itu hidup yang sejati
Itu tadi falsafah Jawa kuno yang perlu diamalkan agar dapat menjalani kehidupan dengan lebih bijak dan baik. Ajarah dalam falsafah Jawa merupakan ajaran-ajaran leluhur yang bersifat universal. Kegunaannya masih relevan di masa sekarang hingga masa yang akan datang.