JAKARTA - Film dokumenter Pesantren siap tayang di bioskop mulai 4 Agustus. Film ini menunjukkan bagaimana kehidupan para santri di Pondok Kebon Jambu Al Islamy, Cirebon.
Film Pesantren menunjukkan bagaimana para santri tak terkukung aturan ketat sebagaimana pesantren dikenal di masyarakat dengan menampilkan sisi kesenian dan kemajuan perkembangan zaman.
Penayangan film ini diharapkan bisa mengurangi stigma pesantren adalah pusat tumbuh kembangnya radikalisme. Sutradara Salahuddin Siregar mengatakan keinginan untuk membuat dokumenter berdurasi dua jam adalah jawaban atas kekuatiran stigma tersebut.
"Saya pernah membuat film pada tahun 2012 ketika anak perempuan dimasukkan pesantren muncul stigma itu keputusan yang salah. Karena pesantren adalah sumber radikalisme," ujar Salahuddin di Epicentrum, Senin, 1 Juli.
Dia berharap film Pesantren dapat menunjukkan bahwa kekuatiran itu tidak ada. Justru yang ada adalah bagaimana pesantren berupaya melindungi perbedaan.
"Ada beberapa adegan yang berulang seperti tafsir Ar Rahman dan Ar Rahim. Ini untuk menunjukkan pengajaran di pesantren itu tidak radikal," tegasnya.
Keinginan sutradara untuk mendistribusikan film ini di bioskop bisa terpenuhi. Salahuddin berharap film ini ditonton banyak orang yang di luar pesantren, supaya tahu yang sebenarnya.
"Film Pesantren ini awalnya dirilis pada 2019 dan dipertontokan secara langsung di Amsterdam, Belanda dalam ajang International Documentary Festival Amsterdam. Saya membawa keliling film ini 10 pesantren. Awalnya dirilis 2019 di Belanda, lalu 2020 seharusnya dirilis tapi pandemi jadi ketahan dan baru naik ke bioskop 4 Agustus mendatang dengan layar terbatas," kata Lola Amalia.
"Saya sebenarnya melihat utuh film ini 2018 dan dikerjakan dengan editor orang Jerman dengan proses pengerjaan yang panjang. Saya saat itu bilang kalau film ini harus naik sebagai perspektif bahwa pesantren dan islam itu berkembang dengan sangat baik," sambungnya.
Lola Amaria tak banyak berharap pada penjualan tiket. Apalagi layar yang diberikan juga hanya puluhan untuk seluruh Indonesia.
"Saya belajar ilmu barokah dari film ini. Karena itu saya tidak berharap tentang pendapatan dari penjualan tiket, tapi barokahnya. meski sedikit yang nonton tapi kalau berdampak besar, itu barokah," jelasnya.