JAKARTA - Hari Belanja Online Nasional atau Harbolnas, kembali digelar. Toko-toko e-commerce serta platform belanja online juga telah menebar diskon, promo hingga cash back kepada penggunanya.
Hal ini kerap memunculkan perilaku belanja yang impulsif bagi calon konsumennya. Bukan hanya melihat diskonan yang berlimpah, tapi juga nominal cash back atau istilah modern yang merujuk pada pengembalian uang virtual dari nilai barang belanjaannya.
Dilansir dari Forbes, dalam sebuah penelitian yang dilakukan perusahaan digital marketing Razorfish di sejumlah negara, menunjukkan perilaku konsumtif orang saat membeli barang dari toko online. Hasilnya dari 1.680 orang yang ditanyai, memperlihatkan sikap bahagia, ketika mendapat notifikasi terkait penawaran tertentu.
'Digital dopamin' demikian disebutkan, Michael Fishman ahli perilaku konsumen menyatakan bahwa psikologi konsumen diarahkan untuk melakukan pembelian barang saat melihat tawaran tertentu, tanpa memiliki alasan dan kebutuhan yang jelas.
“Kebanyakan orang tidak dapat menjawab pertanyaan sederhana tentang mengapa mereka menginginkan hal-hal yang mereka tersebut,” kata Fishman seperti yang ditulis Forbes.
Michael juga mengungkapkan, daya tarik hedonik dari tampilan situs belanja online dengan menampilkan promo-promo serta tawaran harga miring juga memancing perilaku konsumtif dari pembelinya. Candu negatif dari belanja online seperti inilah yang perlu diwaspadai, dengan cara membeli barang hanya sesuai kebutuhan saja.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi juga mengimbau masyarakat agar tidak terjerat dengan perilaku konsumtif saat Harbolnas --11 November dan 12 Desember mendatang.
Dia bilang, perilaku belanja berbasis daring (online) makin digandrungi masyarakat, khususnya di kalangan generasi muda milenial. Harga yang lebih murah menjadi pertimbangan utama, apalagi masih diiming-imingi diskon, cash back, pay later, dan lainnya.
"Pertama konsumen tetap harus mengedepankan perilaku belanja yang kritis dan rasional. Belanjalah berdasar pada kebutuhan bukan keinginan. Jangan terjerat bujuk rayu diskon, sebab banyak diskon hanyalah gimmick marketing alias diskon abal-abal," ucapnya seperti dikutip dari keterangannya, Senin 11 November.
Selain itu, Tulus mengingatkan supaya konsumen lebih mencermati segala bentuk diskon yang diberikan, termasuk jenis barang yang diberikan diskonnya. Jangan terjerat bujuk rayu diskon, sebab banyak diskon hanyalah gimmick marketing, alias diskon abal abal.
"Jangan sampai konsumen dirugikan oleh transaksi belanja online dari market place yang tidak kredibel. Alih alih konsumen malah tertipu," imbuhnya.
Sebab, berdasarkan data pengaduan YLKI selama 5 tahun terakhir, pengaduan belanja online selalu menduduki rating tiga besar. "Dan ironisnya prosentase pengaduan tertinggi yang dialami konsumen adalah barang tidak sampai ke tangan konsumen. Artinya masih banyak persoalan dalam belanja online dalam hal perlindungan konsumen," tambah dia.
Karena itu, Tulus mendesak pemerintah supaya secara ketat mengawasi praktik belanja online, khususnya lewat Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Otoritas Jasa Keuangan hingga Badan POM. Sebabnya, fenomena belanja online yang menguat ironisnya justru tidak paralel dengan kuatnya pengawasan oleh pemerintah.
Makin seru, makin asik mulai investasi di Bukalapak! Yuk, coba investasi dengan BukaReksa atau BukaEmas dan dapatkan diskon spesial 11% cuma di promo #As11k!
Dijamin Bukalapak #BikinAsik bahkan sambil investasi! Klik https://t.co/3GKw7neUQx ya pic.twitter.com/k8U4Ip8IK7
— Bukalapak (@bukalapak) November 11, 2019
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Melansir dari CNBC Indonesia, angka pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2018 meningkatkan nilai transaksi yang luar biasa, mencapai Rp6,8 triliun. Nilai tersebut naik Rp 2,1 triliun dari nilai transaksi tahun lalu.
"Untuk tahun ini kami telah meraup transaksi Rp6,8 triliun. Walaupun sebenarnya kami targetkan Rp 7 triliun tapi ini pun naik Rp2,1 triliun dari nilai transaksi tahun lalu," ungkap Ketua Harbolnas 2018, sekaligus Country Head of Shopback Indonesia, Indra Yonathan pada 19 Desember tahun lalu.
Dia menuturkan bahwa dari total Rp6,8 triliun tersebut 46% di antaranya disumbangkan produk lokal. Di mana nilai transaksi tersebut meraup Rp 3,1 triliun. Berdasarkan hasil riset lembaga riset pasar, Nielsen Indonesia nilai transaksi di platform e-commerce rata-rata meningkat 6,9 kali dibanding rata-rata harian.
Adapun produk yang banyak diburu adalah fesyen, kecantikan dan travel. Untuk produk lokal, produk fesyen dan baju keluarga menjadi primadona yakni sebesar 56 persen dan diikuti produk kecantikan sekitar 26 persen dan elektronik 16%.