Setiap tahun umat Kristiani merayakan Hari Natal. Agar tak sebatas rutinitas menurut Sekjen Keuskupan Agung Jakarta Vincentius Adi Prasojo, Pr harus ada yang bermakna yang bisa dilakukan. Kata kuncinya lanjut Romo Adi adalah kepedulian pada sesama dan bela rasa. Karena masih banyak orang di sekitar kita yang kekurangan dan perlu dibantu. Dengan begitu Natal 2023 ini akan lebih bermakna.
***
Kesenjangan sosial masih menjadi realitas kini dan hari-hari berikutnya di negeri ini. Karena itu di momen peringatan dan perayaan Hari Natal 2023 ini, Romo Adi menyerukan kepada umat Kristiani untuk meningkatkan kepedulian pada lingkungan sekitar.
Inilah, kata dia salah satu sikap dan perilaku yang bisa diaplikasikan agar pesan Natal tidak hanya sampai pada mereka yang merayakan Natal tapi juga berimplikasi pada lingkungan sekitar. “Yang lebih penting dari itu adalah bagaimana setiap umat dan jemaat mewujudkan pesan damai Natal dalam hidup keseharian. Di balik pesta dan sukacita Natal, di balik kemeriahan adalah ajakan bagi setiap umat untuk mewujudkan damai sejahtera seperti dalam pesan para pimpinan gereja damai dalam hubungan dengan Allah. Dan damai dalam hubungan dengan sesama dan alam semesta,” katanya.
Contoh nyata untuk mewujudkan damai Natal adalah kepedulian pada sesama. “Damai dengan sesama contoh konkretnya adalah kepedulian. Fenomena gizi buruk dan stunting masih ada. Sementara makanan yang terbuang sia-sia dalam sebuah riset nilainya miliaran rupiah. Artinya masih ada kesenjangan, di satu sisi ada masyarakat yang berkelebihan, di sini lain masih ada yang kekurangan. Kalau bicara soal Natal, inilah sesungguhnya yang harus diperhatikan, kepedulian dan bela rasa pada sesama,” tegas Vincentius Adi Prasojo.
Ia yakin bangsa Indonesia, dan juga masyarakat-nya punya kepedulian yang tinggi. Belum lama ini dilaporkan, Indonesia kembali dikukuhkan menjadi ‘Negara Paling Dermawan’ di dunia, versi World Giving Index (WGI) 2023. Skor yang diraih Indonesia adalah 68. Sebagai catatan, Indonesia sudah mendapatkan predikat ini dalam enam tahun berturut-turut.
Karena itu Romo Adi optimis kalau persoalan kesenjangan ini bisa diatasi, cuma perlu upaya agar bantuan yang terkumpul bisa tepat sasaran. “Bangsa Indonesia menurut hemat kami semakin mewujudkan diri sebagai bangsa yang punya kedermawanan yang luar biasa dan punya punya rasa berbagi yang tinggi,” katanya kepada Edy Suherli, Bambang Eros dan Irfan Medianto dari VOI yang menemuinya di Katedral Jakarta, belum lama berselang. Inilah petikan wawancaranya.
Bagaimana kita harus memaknai hari Natal, yang setiap tahun disambut dan diperingati umat, agar tidak sekadar ritual yang rutin?
Perayaan Natal 2023 ini akan terasa berbeda dari tahun sebelumnya. Inilah pertama kali kita bisa merayakan Natal setelah kita melewati pandemi COVID-19. Kami melihat antusiasime umat muncul lagi untuk beribadah. Kita sudah Kembali ke kehidupan normal. Kita akan berkumpul lagi dengan ritual yang lebih lengkap, kalau dulu ketika pandemi banyak dibatasi. Ini pasti mengembirakan dan penuh sukacita.
Saat ini terdapat peningkatan kasus COVID-19 kembali, bagaimana mengantisipasi hal ini?
Selama ini kami sudah berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah selama Pandemi COVID-19 lalu. Saat ada peningkatan kasus kembali, kami juga akan melakukan hal yang sama. Akan ada antisipasi terkait dengan peningkatan kasus COVID-19 belakangan ini. Namun saya sakin endurance masyarakat lebih kuat sekarang. Tetapi kita tetap selalu waspada.
Natal seyogyanya menjadi berkat dan damai untuk semua orang, bukan hanya yang mereka yang merayakan. Seperti apa implementasinya agar berkat dan damai Natal bisa dirasakan semua?
Pesan Natal bersama dari para pimpinan gereja baik KWI (Konferensi Waligereja Indonesia) maupun PGI (Perksekutuan Gereja-gereja di Indonesia) tahun ini tidak berbeda. Pemimpinan gereja mengambil tema “Kemuliaan bagi Allah dan damai sejahtera bagi seluruh manusia” yang diambil dari kisah dalam Injil Lukas bab 2 ayat 14. Yaitu kisah ketika para malaikat bala tentara surga juga menampakkan diri kepada para gembala dan mewartakan bahwa juru selamat akan lahir di Betlehem. Ini adalah inspirasi iman bagi seluruh umat Kristiani baik Katolik maupun Protestan untuk semakin mewujudkan apa yang disebut damai sejahtera secara nyata diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai warga negara dan sebagai warga masyarakat.
Peringatan Natal 2023 ini bersamaan dengan masa kampanye pilpres 2024, momentum ini akan dimanfaatkan oleh paslon untuk menarik calon pemilih, bagaimana Anda melihat situasi ini?
Sebagai warga negara gereja mendorong proses pemilu berjalan damai sejahtera. Posisi gereja dalam setiap pemilu maupun kontestasi politik itu jelas, gereja selalu diminta untuk netral. Kami terus mendorong, mendoakan setiap calon pemimpin nasional dan pemimpin daerah maupun calon perwakilan kita di legislatif untuk berkontestasi secara baik dan adil. Gereja ingin menjaga netralitas. Kepada para paslon maupun para calon kami menyampaikan, kami mendukung tapi gereja tidak bisa menjadi tempat untuk kampanye secara langsung.
Jadi sudah ada rambu-rambunya yang diedarkan ke semua gereja?
Gereja adalah lembaga keagamaan yang tugas utama adalah melayani masyarakat dalam bidang keagamaan, bukan politik secara langsung. Apalagi politik praktis, gereja tentu tidak ambil sikap soal itu.
Kalau ada umat yang berpolitik itu tidak ada masalah?
Justru sebagai umat beriman itu adalah tugas bagi mereka untuk menjadi garam dan terang dunia. Silakan berpolitik untuk mengubah dan memastikan keadilan sosial, sebagai pribadi. Kami akan dukung dan mendoakan.
Setelah Natal, sepekan berikutnya ada pergantian tahun 2023 menuju 2024, apa evaluasi Anda untuk persoalan keagamaan, politik, dan hukum di tahun 2023?
Pertama tentu sebagai bangsa dan negara kita bersyukur bahwa kita telah mengatasi masa pandemi sedemikian rupa dengan kepemimpinan yang kuat. Bekerja sama dengan banyak pihak, kita bangsa di dunia secara global berhasil mengatasi keadaan. Bangsa Indonesia menurut hemat kami semakin mewujudkan diri sebagai bangsa yang punya kedermawanan yang luar biasa dan punya punya rasa berbagi yang tinggi. Ini bisa menjadi modal sosial yang bagus untuk memasuki tahun politik. Tahun politik adalah pesta demokrasi, kita ingin memastikan agar bisa menentukan corak yang baik dalam kehidupan publik kita sebagai bangsa dan negara.
Kami yakin bahwa dalam masa Pemilu mendatang kami harap pemerintah bersama dengan aparat keamanan dan masyarakat sipil, memastikan bahwa pemilu berjalan dengan baik. Dan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang terbaik dari putra-putri bangsa.
Apalagi catatan Anda untuk tahun 2023 ini?
Sebagai bangsa kita semakin menunjukkan perannya yang istimewa dan luar biasa secara regional maupun internasional. Mulai dari skup ASEAN, G20, dan lain-lain. Dengan gagasan indo-pasifik kita secara politik dan ekonomi tetap memberikan kontribusi terbaik untuk berperan aktif untuk mengusahakan perdamaian dunia.
Untuk tahun 2024 selain ada pesta demokrasi, pilpres dan pileg, apalagi yang Anda lihat penting untuk kita perhatikan?
Selain pemilu, kita berharap NKRI tetap berjalan dengan baik. Semoga kita tetap on the track menuju Indonesia Emas 2045. Siapa pun yang pemimpin yang akan memenangkan kontestasi di pilpres semoga mereka bisa mengusahakan kemajuan untuk semua pihak. Ini menjadi momentum untuk semakin meningkatkan kualitas bangsa kita.
Aparat kepolisian mulai bersiaga untuk mengamankan perayaan Natal tahun ini, bagaimana Anda melihat kondisi ini?
Kami mengapresiasi pihak keamanan, baik TNI mapun Polri yang selama ini yang selalu mewujudkan tanggung jawab yang sebaik-baiknya ketika perayaan besar tidaknya Natal, tapi juga perayaan lain seperti Paskah. Untuk tahun ini kami juga berharap agar pengamanan Natal dan Tahun Baru juga berjalan maksimal sehingga setiap orang beribadah bisa aman dan nyaman. Dari sisi umat dan jemaat sudah terbiasa untuk mendisiplinkan diri untuk memastikan agar ibadah berjalan baik.
Kami berharap koordinasi kerja sama untuk pengamanan Natal dan Tahun Baru juga dapat semakin ditingkatkan tidak hanya dengan aparat keamanan tapi juga dengan ormas dengan masyarakat sipil. Ada teman-teman dari Ansor, Banser dan Pemuda Pancasila yang biasanya terlibat.
Bagaimana Anda menyerukan kepada umat yang merayakan Natal menghadapi Natal dengan sukacita namun tetap dengan kewaspadaan?
Sebagai suatu peribadatan perayaan natal memang sudah berjalan dan ada pakemnya. Tapi yang lebih penting dari itu adalah bagaimana setiap umat dan jemaat mewujudkan pesan damai Natal dalam hidup keseharian. Di balik pesta dan sukacita Natal, di balik kemeriahan adalah ajakan bagi setiap umat untuk mewujudkan damai sejahtera seperti dalam pesan para pimpinan gereja damai dalam hubungan dengan Allah. Dan damai dalam hubungan dengan sesama dan alam semesta.
Damai dengan sesama contoh konkretnya adalah kepedulian. Fenomena gizi buruk dan stunting masih ada. Sementara makanan yang terbuang sia-sia dalam sebuah riset nilainya miliaran rupiah. Artinya masih masih ada kesenjangan, di satu sisi ada masyarakat yang berkelebihan, di sini lain masih ada yang kekurangan. Kalau bicara soal Natal, inilah sesungguhnya yang harus diperhatikan, kepedulian dan bela rasa pada sesama.
Apa action nyata dari gereja untuk mengatasi hal ini?
Beberapa waktu lalu bapak Uskup menyampaikan surat pastoral mengingatkan pesan dari Paus Fransikus, bahwa kalau kita makan tidak habis berarti kita mengambil hak orang miskin. Karena itu ajakannya konkret, kalau makan secukupnya, dihabiskan dan berbagi pada mereka yang membutuhkan. Kalau dulu di desa-desa ada program beras jumputan, kami di beberapa paroki juga mengumpulkan makanan dan bahan pokok untuk disumbangkan.
BACA JUGA:
Sebagai pemuka agama bagaimana Anda melihat keberagamaan yang ada di Indonesia, keragaman adalah keniscayaan di bumi pertiwi ini, apa yang perlu dilakukan menghadapi realitas ini?
Perbedaan itu adalah anugerah, sebelum kemerdekaan dengan Sumpah Pemuda, tapi kita disatukan dengan satu bahasa, Bahasa Indonesia. Sebagai umat beriman bagi tokoh agama perbedaan sebagai anugerah dari harus kita rawat dan pelihara. Kalau tidak dirawat tak akan bermakna apa-apa. Tugas kita merawatnya untuk kemaslahatan bersama.
Menurut Anda apa yang perlu dilakukan agar keberagaman atau kebinekaan bisa menjadi kekuatan bagi bangsa ini?
Keberagaman yang kita miliki sekarang adalah keniscayaan. Indonesia sebagai negara yang besar di Asia maupun dunia, telah memberikan kesaksian bahwa Bhinneka Tunggal Ika itu nilai lebih bagi kita. Setiap tamu negara yang berkunjung ke Katedral Jakarta lalu ke Masjid Istiqlal atau sebaliknya, mereka selalu merasakan unity in diversity. Konkretnya bisa dilihat di sini. Bagaimana hubungan antarumat beragama agama itu berjalan baik, bahwa ada satu dua kasus itu wajar. Secara umum kita hidup dalam nafas keberagaman. Khusus untuk Katedral dan Masjid Istiqlal dihubungkan oleh terowongan sillaturahmi. Pengerjaannya sudah selesai, tinggal diresmikan saja. Di belakang Katedral sedang dibangun Graha Pemuda oleh PUPR. Di lokasi itu dilakukan Kongres Pemuda hari pertama. Itu adalah situs bersejarah yang sudah selayaknya dilestarikan.
Krisis Palestina - Israel yang berkecamuk di jalur Gaza, Paus Fransiskus sudah menyerukan agar semua pihak menahan diri karena korban sudah lebih dari 18.000, apa seruan Anda untuk konflik ini?
Kami selalu konsisten mengecam aksi kekerasan yang terjadi. Paus Fransiskus selalu mengatakan solusi dua negara berdampingan untuk atasi krisis. Tanpa itu akan sulit membuat perdamaian di sana. Seluruh pihak harus menyerukan gencatan senjata untuk mengurangi korban yang tewas. Harus dipastikan juga pasokan makanan harus sampai kepada mereka yang membutuhkan. Situasinya menjadi amat mengerikan, korban terus bertambah.
Kita tidak pernah membayangkan konflik-konflik yang terjadi seperti di Rusia Ukraina, perang Israel dan Palestina itu akan berlarut-larut. Kami terus mendukung pemerintah untuk terus menyerukan perdamaian melalui jalur diplomasi.
Selain seruan apa lagi yang bisa dilakukan?
Kami belum punya bayangan secara konkret, sebagai tokoh agama kami meminta agar jalur diplomasi dialog damai terus dilakukan. Dan yang paling penting memastikan bantuan kemanusiaan bisa masuk ke sana. Bantuan banyak tapi tak bisa masuk. Kami sedih sekali di tanah yang disucikan tiga agama suasana perayaan Natal diwarnai dengan tangis bayi, tangis anak-anak, dan tangis orang tua yang kehilangan anaknya. Ini berbeda sekali dengan yang diwartakan dalam kisah Natal. Malam sunyi, namun sunyinya karena peperangan dan kekerasan. Semoga situasinya bisa lebih baik.
Totalitas Vincentius Adi Prasojo dalam Melayani Umat
Aktivitas pelayanan pada jemaat jelang perayaan Natal 2023 dan hari besar Kristiani lainnya meningkat drastis. Karena itu sebagai salah seorang imam, di Katedral Jakarta, Romo Vincentius Adi Prasojo, Pr tak lupa memerhatikan kesehatan baik jasmani maupun rohani. Apa saja yang dilakukaan Sekjen Keuskupan Agung Jakarta ini untuk menjaga kesehatan?
Tak berbeda dengan orang kebayanyakan, Romo Adi amat memerhatikan kesehatan. “Kesehatan itu penting sekali. Bukan hanya kesehatan jasmani tapi juga kehatan mental,” kata pria yang terlahir di Solo 19 Juli 1978.
Dia mengawali aktivitas paginya dengan do’a, setelah itu dilanjutkan dengan berolahraga. “Saya mengawali aktivitas harian saya dengan berdoa di pagi hari. Setelah itu baru saya berolahraga pagi. Saya biasanya jalan pagi atau latihan latihan stretching itu untuk baru melakukan aktivitas harian keuskupan. Setelah seharian beraktivitas saya menutup hari juga dengan doa di malam hari,” katanya.
Romo Adi tak banyak pilihan untuk olahraga, baginya yang penting bergerak dan bisa berkeringat. “Biasanya saya jalan pagi mengelilingi Katedral ini, dua kali keliling saja sudah berkeringat. Apalagi pagi hari udaranya segar dan di sekitar Katedral ini masih sepi belum banyak kendaraan yang lalu-lalang,” kata alumni Driyarkara School of Philosophy (1998 – 2001).
“Kalau cuaca tidak memungkinkan, dia melakukan jalan bagi dengan treadmill yang dimiliki keuskupan Jakarta. Jadi tetap berolahraga meski situasinya tidak mendukung untuk jalan di udara terbuka. Solusinya jalan dengan bantuan treadmill,” lanjutnya.
Selain olahraga, Romo Adi juga memperhatikan asupan makanan. “Karena saya ini pernah mengalami obesitas, jadi asupan makanan harus dijaga. Dulu saya lebih besar dari ini, sekarang sudah lumayan turun bobotnya,” kata Romo Adi menuntaskan jenjang pendidikan S2 di PPM School of Management, konsentrasi: HR Management.
Ia sadar dari keturunan dan keluarga yang rentan terkena diabetes dan hipertensi, karena itu dua hal itu amat dijaga oleh Romo Adi. “Keluarga Jawa itu biasanya rentan terserang DM (diabetes melitus) dan hipertensi. Karena itu saya jaga benar agar tak sampai kena. Soalnya potensinya ada eyang-eyang saya kalau engga DM ya hipertensi,” ungkap Romo Adi yang sampai saat ini kadar gulanya masih terkendali.
Pengalaman di Papua
Banyak pengalaman menjadi pelayanan umat yang membekas dalam dirinya. “Selama menjadi imam, pelayanan selalu membahagiakan selama ada pengorbanan dan pengabdian. Apalagi saat melihat yang kita layani itu mengalami kasih dengan penyertaan Tuhan itu membahagiakan,” katanya Romo Vincentius Adi Prasojo yang menyelesaikan pendidikan di Fakultas Theology, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini.
Bagi Romo Adi, pelayanan yang dilakukan tanpa batas. “Kami dididik oleh gereja untuk selalu mengupayakan umat agar dekat dengan Tuhan dengan segala macam pelayanan, dan pengabdian yang dilakukan dengan totalitas,” lanjutnya.
Sebagai seorang pelayan Tuhan, Romo Adi pernah bertugas hingga ke Papua. “Saya pernah mendampingi Uskup Jakarta saat bertugas ke Papua. Kami punya paroki misi di beberapa daerah di Papua. Ada di Nabire, Timika dan daerah terpencil lainnya.
Ada satu gereja di daerah pegunungan di Papua yang dilayani oleh imam-iman dari Katedral Jakarta. “Kami secara berkala setahun sekali mengunjungi gereja yang menjadi binaan Keuskupan Agung Jakarta. Bisa dari Timika atau Nabire lalu melalui jalan darat selama enam jam hingga ke daerah pengunungan,” katanya.
Kalau melihat situasi di pedalaman Papua, kata Romo Vincentius Adi Prasojo, yang masih kekurangan dan mereka amat membutuhkan perhatian dan bantuan. “Melihat kondisi mereka kita mestinya bersyukur dengan keadaan kita di sini. Kita mustinya lebih terpanggil untuk lebih banyak berbuat. Kalau kita menginginkan damai sejahtera konkretnya kepedulian. Selama ini sudah banyak umat kita di Jakarta yang peduli dengan saudara kita di Timika, Asmat, Agats dan daerah terpencil lainnya, tinggal kita pertahankan dan kalau bisa ditingkatkan,” katanya.
"Gereja adalah lembaga keagamaan yang tugas utama adalah melayani masyarakat dalam bidang keagamaan, bukan politik secara langsung. Apalagi politik praktis, gereja tentu tidak ambil sikap soal itu,"