Eksklusif, Ketum MKI Wiluyo Kusdwiharto Penerapan EBT Menuju NZE 2060 Harus Dikawal
Menurut Wiluyo Kusdwiharto, Ketua Umum MKI penerapan EBT menuju NZE 2060 harus dikawal bersama. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Bagikan:

Perlu komitmen bersama yang kuat untuk mencapai Net Zero Emission (NZE). Menurut Ketua Umum Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI), Wiluyo Kusdwiharto, ST., MBA., IPU., semua pihak yang terlibat dalam industri kelistrikan di tanah air harus punya visi dan misi yang sama dalam mencapai tujuan. Penerapan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) harus dikawal untuk menuju NZE di tahun 2060.

***

Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pemeran utama dalam memproduksi listrik di tanah air masih menggunakan energi fosil (batubara dan minyak bumi) untuk PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) dan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang dimilikinya. Penggunakan energi fosil ini terutama batubara, bukan tanpa alasan. Secara ekonomi energi batubara masih yang paling murah jika dibandingkan dengan pembangkit EBT. PLTS salah satu pembangkit EBT, kata Wiluyo Kusdwiharto harganya 20 sampai 30 cent  Dolar Amerika/KWH. Bandingkan dengan  PLTU yang hanya 4 sampai 6 cent  Dolar Amerika/KWH.

Secara ekonomi memang terlihat menguntungkan, namun untuk jangka panjang emisi karbon yang disebabkan sisa pembakaran bahan bakar fosil juga mengancam kelestarian bumi. Kondisi ini sudah disadari sebagian besar bangsa-bangsa di dunia yang menghasilkan Kesepakatan Paris atau dikenal dengan Paris Agreement. Indonesia termasuk negara yang menandatangani perjanjian ini.

Persetujuan ini  seperti dinukil  dari Wikipedia, mengawal negara-negara untuk mengurangkan emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lain untuk membatasi pemanasan global kepada "cukup di bawah 2,0 derajat Celsius". Persetujuan ini dinegosiasi oleh 196 dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB 2015 di Paris, Prancis.

PLN melakukan langkah konkrit untuk menuju NZE di tahun 2060 dengan akan mempensiunkan lebih awal PLTU  yang dimilikinya. Karena itu harus ada peralihan dengan menggunakan EBT. “Salah satunya akan mempensiundini-kan beberapa PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang sudah tidak efisien, ini yang umurnya sudah di atas 20 atau 30 tahun. Jadi sudah sangat layak untuk digantikan dengan pembangkit EBT,” kata Wiluyo. “Ini salah satu upaya MKI untuk mendorong stakeholder agar ikut bersama-sama berpartisipasi aktif menuju NZE 2060,” tambahnya.

Upaya menuju NZE ini tidak bisa dipandang sebelah mata, karena kata Wiluyo ini harus dikawal bersama. “Memang tidak bisa langsung mematikan PLTU yang ada, makanya ada transisi. Intinya di tahun 2060 nanti tidak ada lagi pembangkit listrik yang mengeluarkan karbon. Mari kita kawal proses transisi ini dan bisa mensukseskan NZE tahun 2060,” katanya.

Semua pihak harus menyadari bahwa pemanasan global adalah persoalan kita bersama. “Ini adalah persoalan serius dan harus kita tangani bersama. Karena kenaikan temperatur bumi kita ini sudah cukup mengkhawatirkan, pemanasan global dan efek rumah kaca bisa menenggelamkan sebagian daratan. Bumi dan dan anak cucu kita terancam. Tugas kita bersama membangun EBT dan NZE demi keselamatan bangsa, negara serta generasi mendatang,” tegas Wiluyo Kusdwiharto. Inilah perbincangannya dengan Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Savic Rabos dan Rifai dari VOI yang berlangsung di Gedung Pusat PLN, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan belum lama berselang.

Saat ini kata Wiluyo Kusdwiharto, Ketua Umum MKI penerapan EBT baru 13 persen. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Saat ini kata Wiluyo Kusdwiharto, Ketua Umum MKI penerapan EBT baru 13 persen. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Menurut Anda seperti apa penggunaan EBT untuk kelistrikan di Indonesia, jika dibandingkan dengan penggunaan energi fosil? Berapa persen porsi EBT secara nasional sekarang?

Pemerintah RI sudah menetapkan arahan kalau Net Zero Emission harus dicapai di tahun 2060. Ini menjadi tonggak sejarah semua komponen bangsa yang bergerak dalam pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan harus mengarah pada arah yang sama, sesuai dengan goals yang ditetapkan pemerintah. MKI selalu mendorong PLN agar mengembangkan infrastruktur ketenagalistrikan di sektor EBT.

Saat ini persentase bauran EBT di bidang kelistrikan kita baru 13 persen, sisanya masih menggunakan energi dari fosil.  MKI amat bersyukur karena RUPTL PLN (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) 2021-2030, di mana ditetapkan oleh pemerintah 51 persen pembangunan pembangkit listrik berupa pembangkit EBT, sisanya dengan tenaga fosil. Namun pembangkit fosil ini bukan pembangkit baru tetapi, yang sudah ditandatangani PPA-nya sekitar 3-5 tahun yang lalu.

Apakah semua pihak; pemerintah, swasta dan masyarakat sudah punya pemahaman yang sama soal pentingnya EBT, EBT bukan pilihan tapi masa depan yang harus dilakukan dalam memproduksi tenaga listrik?

Ya pembangunan pembangkit EBT itu harus dilakukan, bukan alternatif untuk menuju NZE tahun 2060. Saya kira semua sudah sepaham kalau kita harus menggunakan EBT ke depan, kalau tidak maka sulit untuk mencapai NZE di 2060.

Saat ini Indonesia masih dalam masa transisi dari energi fosil menuju EBT, apakah yang dilakukan pemerintah sudah maksimal?

MKI mendorong PLN punya roadmap menuju NZE untuk mengawal transisi yang terjadi saat ini. Dan saya dengar PLN sudah punya itu. Salah satunya akan mempensiunkan secara dini beberapa PLTU yang sudah tidak efisien, ini yang umurnya sudah di atas 20 atau 30 tahun. Jadi ini sudah sangat layak untuk digantikan dengan pembangkit EBT. Ini salah satu upaya MKI untuk mendorong stakeholder agar ikut bersama-sama berpartisipasi aktif menuju NZE 2060.

PLTU mana saja yang akan  dipensiunkan itu?

Ada beberapa PLTU yang sedang dipantau dan akan  dievaluasi oleh PLN dan Kementerian  terkait. Nanti setelah dipensiunkan akan diganti dengan pembangkit EBT. Saya belum tahu persis PLTU mana saja yang akan dipensiunkan lebih awal itu, tapi ini adalah sebuah keniscayaan. Dalam waktu 10 tahun ini semoga ada beberapa PLTU yang bisa dipensiunkan dan diganti dengan pembangkit EBT.

Potensi energi panas bumi di Indonesia amat besar, namun kata Wiluyo Kusdwiharto, Ketua Umum MKI baru sedikit yang dimanfaatkan. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Potensi energi panas bumi di Indonesia amat besar, namun kata Wiluyo Kusdwiharto, Ketua Umum MKI baru sedikit yang dimanfaatkan. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Pembangunan pembangkit EBT itu membutuhkan dana besar. Apa yang dilakukan pemerintah untuk membantu seperti kemudahan izin, pemberian kredit atau regulasi lain yang bisa mempermudah?

Pemerintah bersama Kemenkeu, Kementerian BUMN, PLN, sedang mencari mekanisme pembiayaan untuk membantu pembangunan pembangkit EBT. Apakah mengundang investor dari luar, seiring dengan akan dipensiunkannya sejumlah PLTU. Teman-teman di PLN juga sedang mengkaji PLTU yang akan dipensiunkan itu. Pembangunan pembangkit baru itu nanti apakah dengan lelang atau penunjukan langsung ini sedang dikaji model transisi energi ini.

PLN sendiri sudah mempublikasikan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2021-2030 sebagai Green RUPTL, bagaimana Anda melihat hal ini?  

MKI akan terus berkomunikasi dengan PLN, saya dengar bahwa PLN sudah punya program transformasi green. Salah satu programnya adalah menggantikan sebagian batubara PLTU dengan bio massa atau limbah seperti sekam padi dan sampah. Sudah ada 35 PLTU milik PLN yang sudah dikonversi dari batubara ke bio massa itu. Bahkan terakhir kita mengubah sampah yang ada di TPA Gandong Cilegon, menjadi bahan bakar jumputan padat (BBJP) yang dikirim ke PLU Suralaya, Cilegon untuk menggantikan batubara. Sampai saat ini jumlahnya baru 5 persen dari total kebutuhan bahan bakar.

Dalam konteks Indonesia, di antara sumber EBT (air, tenaga surya, angin, panas bumi, bio massa) mana yang paling potensial dan bisa menjadi andalan dalam rangka NZE?  

Pembangkit berbahan bakar fosil itu termasuk pembangkit baseload, pembangkit yang harus dioperasikan dinyalakan selama 24 jam (nonstop). Yang paling cocok untuk menggantikan PLTU adalah pembangkit listrik tenaga air dan tenaga panas bumi. Seperti PLTU, pembangkit listrik tenaga panas bumi juga harus dioperasikan selama 24 jam. Potensi pembangkit listrik tenaga panas bumi di Indonesia sangat besar, nomor dua terbesar di dunia, sekitar 29 Gigawatt. Yang dikembangkan baru 3 Gigawatt jadi masih jauh.

Untuk PLTA potensi terbesar ada di luar Jawa, seperti Kalimantan dan Sumatera, sedangkan kebutuhan energi terbesar di Jawa, bagaimana Anda melihat hal ini?

PLN sedang membangun pump storage Upper Cisokan di Jawa Barat dengan kapasitas sebesar 1.000 Megawatt, ini cukup besar. Tapi masih dalam tahap konstruksi. Mudah-mudahan pembangkit listrik tenaga panas bumi lainnya seperti di daerah Ijen (Banyuwangi) dan Dieng (Jawa Tengah), segera beroperasi dan bisa menggantikan PLTU yang ada di Jawa.

Pembangkit tenaga surya juga  merupakan sumber energi yang potensial, cuma tantangannya adalah kondisi cuaca (awan). Saat sinar matahari sinarnya terhalang awan  diperlukan baterai sebagai baseload. Saat ini harga baterai ini masih mahal. Harganya untuk PLTS plus baterai itu bisa 20 sampai 30 cent  Dolar Amerika/KWH, ini masih mahal dibandingkan dengan PLTU yang hanya 4 sampai 6 cent  Dolar Amerika/KWH. Ada jarak yang cukup jauh dan ini akan berpengaruh pada kondisi finansial PLN.

PLTA memang bisa dikembangkan secara masif, tetapi itu tadi teknologi penyimpanan atau storage-nya harus ada yang kita kenal dengan Battery Energy Storage System (BESS). Kami mendorong Kementerian ESDM dan lembaga terkait agar mengembangkan baterai di dalam negeri. Saya dengar ada IBC (Indonesian Battery Corporation) yang akan mengembangkan dari hulu sampai ke hilir. Kita harapkan bisa bergerak cepat dan memproduksi baterai ramah lingkungan. Nanti akan kita tandemkan dengan Pembangkit Tenaga Surya dan  Tenaga Bayu. Tujuannya pembangkit EBT ini bisa bisa menggantikan pembangkit listrik tenaga fosil.

Untuk memenuhi pasokan listrik nasional kita dibutuhkan berapa pembangkit EBT?

Sesuai  RUPTL 2021-2030, PLN kita harus membangun pembangkit listrik EBT dengan kapasitas sebesar 21 Gigawatt dalam waktu 10 tahun. Komposisinya macam-macam, ada PLTS, PLTA, PLTB. Kita meningkatkan jumlahnya dari potensi yang ada di daerah untuk meningkatkan bauran EBT dalam kelistrikan kita.

MKI juga beberapa kali memberikan pandangan dan wawasan pada stakeholder, Komisi VII DPR RI, soal RUU tentang EBT.  Kita berharap kepada pemerintah, DPR, Kementerian ESDM jika RUU ini disahkan bisa menjadi acuan dan diimplementasikan semua komponen. Jadi UU itu nanti bukan mengunci, tapi bisa mengakselerasi berbagai kepentingan dan pihak terkait. Juga soal Pepres EBT,  MKI juga memberikan masukan supaya in-line dengan UU EBT dan menjadi pedoman bagi pelaku industri EBT.

Investasi yang akan masuk dalam rangka pembangunan pembangkit EBT ini amat besar, bagaimana Anda melihat hal ini?

Concern MKI pada eforia pembangunan pembangkit EBT ini membuat barang masuk impor tak terkendali. Ini jumlah investasinya amat besar, dalam perkiraan kami sekitar Rp5000triliun. Jangan sampai ini menjadi ajang pesta-pora komponen impor masuk ke Indonesia. MKI mendorong pemerintah, pelaku usaha agar meningkatkan komponen lokalnya. Sebisa mungkin pelaku industri dalam negeri bisa menikmati juga.

Itu berupa imbauan saja atau ada desakan?

Kami mendesak ke Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, PLN, supaya tingkat komponen lokal dalam pembangunan pembangkit EBT bisa  ditingkatkan terus.

Sehubungan dengan green energy ini, ada kabar perusahaan Sumitomo dari Jepang akan investasi dan membangun PLTA di sungai Kayan Kalimantan Utara. Malah kalau jadi bakal ada tanda tangan di depan Presiden Jokowi. Artinya potensi EBT besar di sana, bagaimana Anda melihatnya?

Niat membangun PLTA di sungai Kayan Kalimantan Utara itu sangat bagus. PLTA skala besar di sana, kabarnya potensi 9 Gigawatt di sungai Kayan itu. Yang harus diperhatikan adalah harus ada demand di sana. Kalau dibangun  saran MKI harus dibangun juga industri yang bisa menyerap energi listrik yang dihasilkan PLTA di sungai Kayan itu. Saya dengar juga ada kawasan industri yang dibuka di sana yang nantinya akan menyerap energi listrik agar tak mubazir. Konsep yang didukungi oleh MKI adalah konsep REBID (Renewable Energy Based Industrial Development) dimana pembangunan skala besar dengan kawasan industri yang akan menyerap energi yang dihasilkan. Tanpa didukung kawasan industri itu, pembangunan ini kurang bergerak dengan kencang.   

Untuk PLTS yang sudah bisa menjadi contoh di mana saja?

Dari diskusi kami dengan PLN, saat ini PLN sedang proses lelang untuk PLTS, namanya program dedieselisasi. Ada sekitar 200 lokasi di Indonesia PLTD-nya dihibridkan dengan PLTS plus baterai. Semoga ini bisa segera selesai.

PLN juga akan mematikan beberapa PLTU. Ini berarti harus ada pasokan listrik, solusinya menurut MKI bagaimana?

Memang tidak bisa langsung mematikan PLTU yang ada, makanya ada transisi. Intinya di tahun 2060 nanti tidak ada lagi pembangkit listrik yang mengeluarkan karbon. Mari kita kawal proses transisi ini dan bisa mensuskseskan NZE tahun 2060.

Soal PLTU sendiri, malah ada kabar Sumitomo bakal menyerahkan PLTU di Jepara. Selama ini PLN sewa senilai 4,8 triliun, luar biasa ini. Apa konsesi yang diberikan atas penyerahkan itu?

Saya dengar memang ada semacam diskusi antara PLN dan Sumitomo. Sumitomo akan menyerahkan pembangkitnya ke PLN dan mereka dapat konsesi membangun PLTA di Kayan. Soal ini masih dalam tahap diskusi. MKI akan meminta terus berkomunikasi dengan PLN bagaimana konsep ini akan diterapkan. Bagaimana skema finansialnya dan bagaimana membangun kawasan industri di sana yang akan menyerap energi listrik dari PLTA.

MKI menilainya seperti apa soal rencana ini?

Menurut kami ini cukup bagus, karena ini mendorong percepatan pembangunan pembangkit EBT. Ini adalah persoalan serius dan harus kita tangani bersama. Karena kenaikan temperatur bumi kita ini sudah cukup mengkhawatirkan, pemanasan global dan efek rumah kaca bisa menenggelamkan sebagian daratan. Bumi dan dan anak cucu kita terancam. Tugas kita bersama membangun EBT dan NZE demi keselamatan bangsa, negara serta generasi mendatang.

Ini Kiat Wiluyo Kusdwiharto Menjaga Kesehatan

Menjaga kesehatan kata Wiluyo Kusdwiharto, Ketua Umum MKI perlu disiplin. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Menjaga kesehatan kata Wiluyo Kusdwiharto, Ketua Umum MKI perlu disiplin. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Boleh saja kesibukan di kantor dan organisasi menumpuk. Namun aktivitas berolahraga harus tetap dilakukan. Ketua Umum Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI), Wiluyo Kusdwiharto sadar betul pentingnya olahraga untuk kesehatan raganya. Meski sibuk dia menyempatkan diri untuk berolahraga. Apa lagi kiatnya dalam menjaga kesehatan?

Akhir pekan adalah waktu favorit bagi Wiluyo untuk melakukan olahraga. “Jangan lupa sering berolahraga, supaya kebugaran dan stamina tetap terjaga. Saya biasanya jalan pagi atau main golf dengan relasi. Saya meluangkan waktu agar bisa berolahraga,” kata pria kelahiran Jakarta, 25 Juli 1971 ini.

Selain olahraga, menurut Wiluyo, pola makan juga harus dijaga. Tidak semua makanan, lanjutnya, harus disantap. “Orang yang sudah seusia saya harus menjaga asupan makanan. Makan nasi dan asupan gula harus dikurangi. Dan yang harus diperbanyak adalah asupan sayuran dan buah-buahan dan makanan yang mengandung tinggi serat,” katanya.

Upaya untuk mengurangi asupan makanan tertentu yang berpotensi tidak bagus bagi tubuh, buat Wiluyo bukan karena dokter atau tenaga medis yang mengultimatum dirinya.  Ini adalah kesadaran dari dalam dirinya agar tubuh lebih sehat. “Ini kesadaran saya sendiri ya, karena usia yang sudah tidak muda lagi. Apalagi untuk saya yang sudah di atas 50 tahun perlu kesadaran diri dan disiplin mengimplementasikannya,” kata peraih gelar Sarjana Teknik Mesin dari Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya tahun 1994.

Pola makan itu kalau tidak dijaga, kata dia bisa merepotkan. Setelah itu yang tidak kalah pentingnya adalah minum air putih yang cukup untuk membantu pencernaan dan metabolisme tubuh. “Air putih itu peting sekali, harus cukup asupan air putih,” katanya.

Disiplin menjaga asupan makanan menurut dia menjadi faktor paling berpengaruh dalam mejaga kesehatan. Tanpa disiplin akan buyar, ditambah dengan tingkat stres dari pekerjaan juga menambah beban.

Ketika ada undangan dari relasi untuk dinner atau makan bersama, seperti apa Anda mensiasatinya? “Undangan makan boleh saja, karena itu bisa meningkatkan hubungan. Yang perlu diingat adalah disiplin menjaga asupan makanan. Saat ada undangan makan saya masih bisa memenuhi undangan itu cuma yang disantap harus dipilih. Biasanya saya hanya menyantap buah-buahan. Karena itu yang relatif aman. Untuk minumannya cukup air putih. Jadi kuncinya adalah disiplin,” tandasnya.

Pekerjaan

Wiluyo Kusdwiharto meniti karier di PLN setelah usai menamatkan kuliah di ITS Surabaya. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Wiluyo Kusdwiharto meniti karier di PLN setelah usai menamatkan kuliah di ITS Surabaya. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Tak lama setelah menuntaskan kuliahnya di Surabaya, Wiluyo Kusdwiharto bergabung dengan PT PLN (Persero).  Ia memulai karir di perusahaan listrik negara itu pada tahun 1995. Dalam perjalanan karirnya di PLN, Wiluyo pernah menduduki beberapa jabatan penting antara lain General Manager PLN UIP VIII antara tahun 2013 - 2015, Kepala Divisi Konstruksi Regional Sumatera pada tahun 2015-2017 dan Direktur Bisnis Regional Sumatera Kalimantan tahun 2017 – Juni 2021. Sejak 16 Juni 2021, ia diangkat sebagai Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan PT PLN.

Dengan jabatan yang demikian tak salah kalau tekanan pekerjaan bagi Wiluyo bukan soal yang ringan. “Yang tak kalah pentingnya adalah mengatur stres dalam pekerjaan. Ini harus dikelola dengan baik. Karena faktor stres bisa berpengaruh pada kesehatan dan kebugaran tubuh,” katanya.

Soal tekanan ini, Wiluyo menjabarkan seperti target yang harus dicapai. “Target pekerjaan yang tidak tercapai itu bisa menjadi pemicu stres. Adanya desakan dari masyarakat juga bisa. Publik kan tuntutannya tinggi, mereka ingin listrik itu tidak boleh mati. Masyarakat juga menuntut harga listrik per KWH harus murah, kalau bisa listriknya green, dan seterusnya,” kata Wiluyo Kusdwiharto.

Namun dia juga yakin kini publik sudah tercerahkan soal pentingnya EBT dan listrik yang bersih. “Masyarakat kita sudah well educated soal energi dan perlunya EBT. Informasi bisa diakses lewat HP, TV, HP dan lain sebagainya.  Yang dituntut mereka agar energi yang bersih dan green energy ini bisa digunakan lebih banyak. Kita mendorong pelaku usaha ketenagalistrikan untuk mewujudkan keinginan masyarakat ini,” papar pria yang menyelesaikan Magister Manajemen di Universiti Tenaga Nasional Malaysia tahun 2005.

Tuntutan dan desakan dari masyarakat, meski berat, lanjut Wiluyo harus tetap dihadapi dengan hati yang positif. ”Kalau kita berpikiran positif dan hati yang positif mudah-mudahan bisa ditemukan solusi yang bagus untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara,” tegasnya.

Komunikasi

Meski sibuk dengan pekerjaan, Wiluyo Kusdwiharto tetap memprioritaskan keluarga. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Meski sibuk dengan pekerjaan, Wiluyo Kusdwiharto tetap memprioritaskan keluarga. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Meski sibuk dengan setumpuk pekerjaan bagi Wiluyo keluarga harus mendapat perhatian. Namun dia lebih menekankan pada kualitas daripada kuantitas. “Saat ini menurut saya yang harus diutamakan adalah kualitas hubungan dengan anggota keluarga, bukan lagi kuantitas. Kualitas pertemuan dengan anak dan istri harus ditingkatkan,” kata Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) 2022-2025.

Dia akan memaksimalkan waktu bertemu dengan anak dan istri, meski pun hanya ada satu atau dua jam. “Waktu satu atau dua jam itu harus kita optimalkan betul. Intens mengajak mereka makan, ngobrol atau jalan-jalan,” tukasnya.

Kalau sudah demikian, lanjut Wiluyo dia yakin antara dirinya dan anggota keluarga akan punya energi untuk saling support dan saling menjaga. “Kuncinya menurut saya adalah saling support satu sama lain dan yang kedua adalah saling pengertian. Itu yang saya terapkan dalam membina hubungan dengan anggota keluarga meski saya terbebani dengan kesibukan kantor dan organisasi,” terang Wiluyo Kusdwiharto yang tetap berkomunikasi dengan anak dan istri meski sibuk.

“Ini adalah persoalan serius dan harus kita tangani bersama. Karena kenaikan temperatur bumi kita ini sudah cukup mengkhawatirkan, pemanasan global dan efek rumah kaca bisa menenggelamkan sebagian daratan. Bumi dan dan anak cucu kita terancam. Tugas kita bersama membangun EBT dan NZE demi keselamatan bangsa, negara serta generasi mendatang.”