Bagikan:

JAKARTA - PT PLN (Persero) menguatkan komitmennya dalam transisi energi bersih di Indonesia dengan mengintensifkan subtitusi batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ke biomassa.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyampaikan, substitusi bahan bakar batu bara ke biomassa ini adalah proyek yang strategis.

Selain bisa mengurangi ketergantungan atas batu bara yang merupakan energi fosil, langkah ini menjadi salah satu cara untuk menurunkan emisi karbon sebelum PLN mempensiunkan PLTU pada 2050 mendatang.

"Melalui teknologi co-firing ini, PLN bisa mendapatkan beberapa manfaat sekaligus. Menekan emisi karbon yang dihasilkan oleh PLTU, meningkatkan bauran energi serta memaksimalkan potensi PLTU yang ada sebelum akhirnya benar benar pensiun dini," ujar Darmawan kepada media, Selasa, 19 Juli.

Dia menyatakan, target bauran 23 persen di tahun 2025 akan dicapai dengan memanfaatkan sumber daya lokal.

Rantai pasokan bahan bakar biomassa akan mengoptimalkan lahan-lahan tandus dan pengolahan sampah.

Sehingga dalam prosesnya akan menciptakan lapangan kerja sekaligus menopang pertumbuhan ekonomi.

“Program co-firing biomassa ini spesial, karena berbasis kerakyatan. PLN bersinergi dengan kampus, komunitas, lembaga sosial, BUMN lain, dan ratusan ribu masyarakat sebagai bagian kekuatan untuk menegakkan energi bersih dalam rangka transisi energi,” jelas Darmawan.

Darmawan juga mengajak masyarakat untuk turut serta dalam rantai pasok co-firing biomassa.

Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan hutan energi serta pengelolaan sampah rumah tangga menjadi biomassa bisa menjadi titik pertumbuhan ekonomi baru.

"Karena kebutuhannya sangat besar, 450.000 ton tahun ini dan 2,2 juta ton di tahun depan. Harapannya, semua itu bisa disediakan oleh rakyat dan dampaknya akan kembali kepada rakyat," tutup Darmawan.

Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan Wiluyo Kusdwiharto menjelaskan, mayoritas penggunaan biomassa saat ini masih dipasok dari limbah. Yakni dari serbuk gergaji, tandan kosong sawit, sekam padi, dan sampah.

Untuk itu, PLN perlu mengembangkan pasokan biomassa yang lebih sustain dengan penanaman hutan tanaman energi.

“Kita perlu membangun rantai pasok yang terintegrasi. Mulai dari unit-unit di daerah, anak perusahaan, hingga masyarakat. Mulai dari penanaman hutan, pengangkutan, hingga pemanfaatan dalam PLTU-nya,” jelas Wiluyo.

Ia menganggap program co-firing biomassa adalah smart choice karena mampu meningkatkan bauran EBT dan sekaligus memanfaatkan aset pembangkit yang dimiliki PLTU.

Program ini sendiri dditargetkan menyumbang 3,5 persen bauran EBT dengan memanfaatkan 10,2 juta ton biomassa untuk 52 PLTU batu bara di tahun 2025.

PLN telah melakukan uji coba co-firing di 47 PLTU. Sampai pertengahan Juni 2022 sudah ada 32 PLTU yang menggunakan biomassa dan ditargetkan mencapai 35 PLTU di akhir tahun.

Langkah tersebut akan menghabiskan 540.000 ton biomassa dan mengurangi emisi karbon sebesar 529.000 ton.

“Dalam menjaga keberlanjutan pasokan, kami telah mengembangkan pilot plan di beberapa daerah. Melalui pendampingan, perencanaan, pengelolaan, hingga komersialisasi. Ini merupakan program kerakyatan yang akan memberikan multiplier effect pada daerah melalui peran serta masyarakat,” jelas Wiluyo.