Toilet Training yang Tepat dapat Pengaruhi Kemandirian Anak
JAKARTA – Toilet training bisa menjadi momen yang menantang, baik bagi orang tua maupun anak. Namun menunda toilet training dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit, termasuk diare dan hepatitis A, serta memengaruhi kemandirian anak.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menekankan pentingnya memulai toilet training pada anak, meski proses ini diakui banyak kalangan tidak akan mudah. Anggota Unit Kerja (UKK) Tumbuh Kembang IDAI dr. Meitha P.E Togas mengatakan ketepatan waktu pelaksanaan menjadi salah satu kunci keberhasilan menjalani toilet training bagi anak, dan orang tua memiliki peran penting untuk itu.
Keterlambatan memulai toilet training tidak hanya meningkatkan risiko penyebaran penyakit, tetapi juga dapat berpotensi menyebabkan stres bagi keluarga dan lingkungan seperti tempat penitipan anak dan sekolah.
"Pada toilet training yang tertunda, anak akan lebih mudah menolak toilet training, sehingga menyebabkan penolakan untuk buang air besar dan bisa terjadi konstipasi, juga masalah-masalah pencapaian dan pemeliharaan kontrol kandung kemih," kata Meitha dalam diskusi daring IDAI, Selasa (24/12/2024).
Butuh Kesiapan Anak
Mengutip Stanford Medicine Children’s Health, toilet training berarti melatih anak-anak mengenali sinyal tubuh untuk buah air kecil dan buang air besar. Ini juga berarti melatih anak-anak menggunakan toilet dengan benar dan di waktu yang tepat. Dibutuhkan pendampingan orang tua secara intensif dalam proses toilet training ini.
Tidak ada usia yang pasti kapan sebaiknya anak memulai toilet training, namun yang pasti ini harus dimulai ketika anak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia siap melakukannya. Jika orang tua memaksakan toilet training sebelum anak siap, ini bisa menjadi proses yang sangat melelahkan baik untuk orang tua maupun si anak.
“Kemampuan untuk mengendalikan otot usus dan kandung kemih muncul seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan yang tepat,” demikian dilansir Stanford Medicine Children Health.
Anak-anak berkembang dengan kecepatan yang berbeda. Anak berusia di bawah usia 12 bulan tidak memiliki kendali atas gerakan kandung kemih atau usus. Kontrol yang dimiliki anak usia 12 bulan hingga 18 bulan juga sangat terbatas.
Sebagian besar anak tidak memiliki kendali atas gerakan usus dan kandung kemih hingga usia 24-30 bulan, sedangkan usia rata-rata untuk latihan menggunakan toilet adalah 27 bulan.
Sementara itu, Meitha P.E Togas mengatakan, pelatihan menggunakan toilet bisa dilakukan saat anak berusia 12-36 bulan. Alasannya, pada usia tersebut anak umumnya sedang mengeksplorasi lingkungan.
VOIR éGALEMENT:
Selain itu, pada usia 24 bulan, kata Meitha, biasanya anak sudah bisa bicara, memahami pembicaraan, dan berkomunikasi dengan orang dewasa. Kemampuan kognitif dan emosional yang dibutuhkan untuk menjalani toilet training sudah berkembang di usia 18-30 bulan.
"Dari beberapa kepustakaan dikatakan rata-rata usia anak tanpa autisme untuk dilatih toilet training adalah pada usia 2 tahun 6 bulan. Dikatakan bahwa toilet training pada siang hari yang efektif ketika anak mengalami kurang dari empat kali kejadian mengompol per minggu dan ada 98 persen anak di Amerika Serikat memenuhi kriteria ini pada usia 3 tahun," kata Meitha.
Dampak Keterlambatan Toilet Training
Meski tidak ada patokan pasti kapan sebaiknya memulai toilet training, namun keterlambatan melakukannya dapat menyebabkan sejumlah masalah, mulai dari kesehatan sampai kemandirian si anak.
"Hal ini akan menimbulkan kekhawatiran adanya peningkatan penyebaran penyakit baik infeksi, diare, maupun hepatitis A," kata Meitha.
"Toilet training yang tertunda juga pada anak menyebabkan penolakan untuk buang air besar dan bisa terjadi konstipasi, juga masalah-masalah pencapaian dan pemeliharaan kontrol kandung kemih," imbuhnya.
Tak hanya menyebabkan masalah kesehatan pada anak, penundaan toilet training juga berpotensi menyebabkan stres pada orang tua, anggota keluarga, dan lingkungan seperti tempat penitipan anak maupun guru di sekolah.
Pasalnya, anak-anak yang belum terlatih menggunakan toilet untuk buang air kecil maupun buang air besar dapat menambah beban kerja petugas tempat penitipan anak dan taman bermain anak.
Salah satu permasalahan yang sering dijumpai pada anak adalah masih menggunakan popok atau diaper karena masih mengompol di usia yang seharusnya sudah memasuki fase kemandirian. Mengutip laman Kementerian Kesehatan, kurang lebih 30 persen anak berusia di atas tiga tahun dan 10 persen anak usia di atas lima tahun masih mengompol dan mengalami keterlambatan toilet training.
Anak yang terlambat melaksanakan toilet training juga berpotensi menjadi anak yang manja, tidak mandiri, serta membawa kebiasaan mengompol sampai besar. Bila toilet training tidak diterapkan kepada anak sejak dini akan lebih sulit untuk mengarahkan anak pada saat anak bertambah usianya.
Sikap mandiri merupakan salah satu perkembangan yang perlu dimiliki anak sejak dini supaaya terbiasa melakukan segala sesuatunya sendiri ke depannya, entah itu yang terkait dengan kegiatan diri ataupun kegiatan dalam kesehariannya, tanpa menggantungkan diri pada orang lain dengan sedikit bimbingan orang tua sesuai dengan tahapan perkembangan serta kapasitasnya.
Untuk itu sikap mandiri anak perlu diterapkan sejak usia dini, salah satunya dengan melakukan toilet training. Seandainya sikap mandiri anak diterapkan ketika anak sudah besar, kemandirian itu menjadi tidak utuh.