Pejabat PBB Sebut Gaza Tempat Paling Berbahaya untuk Pengiriman Bantuan Kemanusiaan

JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat Tom Fletcher menyebut Jalur Gaza, Palestina sebagai wilayah paling berbahaya untuk pengiriman bantuan, saat ia menyuarakan kekhawatiran atas meningkatnya krisis kemanusiaan di wilayah kantong Palestina itu.

"Kami menghadapi tempat-tempat yang sulit untuk memberikan dukungan kemanusiaan. Namun, Gaza saat ini adalah yang paling berbahaya, di tahun ketika lebih banyak pekerja kemanusiaan terbunuh daripada yang pernah tercatat," jelasnya, melansir WAFA 24 Desember.

Lebih lanjut Fletcher memperingatkan, Gaza Utara telah dikepung hampir total selama lebih dari dua bulan, menyebabkan ancaman kelaparan meningkat.

Setelah mengakhiri perjalanan ke Timur Tengah, tempat ia bertemu dengan tim kemanusiaan di Wilayah Palestina yang Diduduki, Fletcher mengatakan: "Pada Januari 2024, Mahkamah Internasional mengeluarkan serangkaian perintah sementara pertama, dalam kasus penerapan Konvensi Genosida di Jalur Gaza."

"Kurang dari setahun kemudian, intensitas kekerasan yang berkelanjutan berarti bahwa tidak ada tempat bagi warga sipil di Gaza yang aman. Sekolah, rumah sakit dan infrastruktur sipil telah hancur menjadi puing-puing," jelasnya.

"Gaza Selatan sangat padat, menciptakan kondisi kehidupan yang mengerikan dan kebutuhan kemanusiaan yang lebih besar saat musim dingin tiba. Di seluruh Gaza, serangan udara Israel di daerah padat penduduk terus berlanjut, termasuk di daerah tempat pasukan Israel memerintahkan orang untuk pindah, yang menyebabkan kerusakan, pengungsian dan kematian," urainya.

"Akibatnya, meskipun kebutuhan kemanusiaan sangat besar, hampir mustahil untuk mengirimkan bahkan sebagian kecil bantuan yang sangat dibutuhkan. Otoritas Israel terus menolak akses yang berarti bagi kami – lebih dari 100 permintaan untuk mengakses Gaza Utara ditolak sejak 6 Oktober," katanya.

"Sementara itu, di Tepi Barat, situasinya terus memburuk dan jumlah korban tewas adalah yang tertinggi yang pernah kami catat," kata kepala bantuan PBB itu.

Ia menyerukan kepada masyarakat internasional untuk membela hukum humaniter internasional, menuntut perlindungan bagi semua warga sipil, membebaskan semua sandera, membela pekerjaan penting UNRWA dan memutus siklus kekerasan.

"Pada tahun lalu, operasi militer Israel mengakibatkan penghancuran infrastruktur penting seperti jalan dan jaringan air, terutama di kamp-kamp pengungsi tempat keluarga-keluarga mengungsi. Meningkatnya kekerasan pemukim dan pembongkaran rumah telah mengakibatkan pengungsian dan meningkatnya kebutuhan. Pembatasan pergerakan menghambat penghidupan masyarakat dan akses ke layanan penting – khususnya layanan kesehatan," jelasnya.

Ditambahkannya, ia memberikan penghormatan kepada para pekerja kemanusiaan yang bekerja menyelamatkan nyawa warga sipil dalam kondisi seperti ini.

Kemarin, otoritas kesehatan Gaza mengonfirmasi, jumlah korban tewas Palestina sejak konflik terbaru pecah pada 7 Oktober 2023 lalu telah mencapai 45.317 jiwa, sementara korban luka-luka 107.713 orang, mayoritas anak-anak dan perempuan.