JAKARTA - Momen terbesar dalam sejarah sepak bola Spanyol dimulai dengan Jesus Navas. Dialah salah satu pemain yang ada di skuad La Roja saat dimulainya era emas.
Pada final Piala Dunia 2010, Spanyol bermain imbang 0-0 dengan Belanda di perpanjangan waktu ketika Navas--yang masuk sebagai pemain pengganti--menerima bola, jauh di dalam wilayah pertahanan Spanyol.
Apa yang dilakukannya selanjutnya menggambarkan Navas sebagai seorang pemain, kualitasnya yang menonjol ditunjukkan di panggung yang paling megah.
Dengan dua sentuhan yang tidak rumit, ia mengalahkan Rafael van der Vaart dan berlari cepat di sepanjang garis tepi lapangan.
Momen itu sangat membekas. Tiga pemain Belanda--Van der Vaart, Wesley Sneijder, dan Eljero Elia--semuanya mengejar Navas. Tidak ada dari mereka yang bisa mendekat.
Kita semua tahu apa yang terjadi saat itu, umpan Cesc Fabregas sampai ke Andres Iniesta, yang mencetak gol, dan Spanyol memenangi Piala Dunia untuk kali pertama dalam sejarah.
Iniesta mencetak gol dan kemenangan, Fabregas memberikan assist. Namun, pergerakan dimulai dengan Navas, melakukan apa yang paling ia kuasai, yaitu berlari di sayap, lebih cepat dari siapa pun.
Empat belas tahun kemudian, di Euro 2024 musim panas lalu, Navas kembali muncul. Ketika bek kanan Dani Carvajal--salah satu pemain terbaik La Liga--diskors.
BACA JUGA:
Navas masuk melawan Perancis, pemain outfield tertua yang tampil di semifinal Euro atau Piala Dunia.
Menghadapi Kylian Mbappe bisa jadi mimpi buruk. Sebaliknya, Navas mengatasi kartu kuning pada menit ke-14 untuk tampil lebih baik dari yang diharapkan siapa pun, bahkan berperan dalam gol kemenangan Dani Olmo. Spanyol menang 2-1 dan melaju ke final.
Navas adalah satu-satunya pemain Spanyol yang tampil di Piala Dunia 2010 dan Piala Eropa 2024. Dari hal itu saja, ia layak mendapat tempat khusus di hati para penggemar sepak bola Spanyol.
Itu belum termasuk empat kali dirinya membantu memenangi Liga Europa bersama Sevilla. Lalu, gelar Liga Inggris bersama Manchester City juga harus masuk perhitungan beserta sejumlah rekor individu.
Saat Navas yang kini berusia 39 tahun bersiap untuk ambil bagian dalam pertandingan La Liga terakhirnya sebelum pensiun--di Real Madrid pada Minggu, 22 Desember 2024--ESPN merangkum beberapa tokoh paling berpengaruh dalam karier sang winger selama 20 tahun.
"Kata yang paling tepat untuk menggambarkan Jesus adalah 'elegido' (terpilih, red.)," ucap Pablo Alfaro.
Kapten Sevilla pada pertengahan tahun 2000-an itu berbagi kamar dengan Navas, saat pemain sayap itu masih remaja dan baru bergabung tim utama. Elegido secara harfiah berarti 'terpilih', tetapi bisa juga diterjemahkan sebagai 'elite' atau 'yang terbaik'.
"Itu adalah kualitas alaminya, bagaimana ia menjalani kariernya, komitmen yang ditunjukkannya."
"Menjadi legenda sepak bola Spanyol, tanpa pernah bermain untuk salah satu dari dua tim terbesar di Spanyol (Real Madrid dan Barcelona)? Itu sangat, sangat sulit," kata Alfaro.
Saat ia bersiap untuk pensiun, status legendaris Navas tidak perlu diragukan lagi. Tidak ada pemain Sevilla yang memenangi lebih banyak trofi daripada delapan trofi yang pernah diraihnya, atau memainkan lebih banyak pertandingan. Stadion di tempat latihan Sevilla menyandang namanya.
Kedatangan Navas ke tim utama--melakukan debutnya di La Liga beberapa hari setelah berusia 18 tahun, pada November 2003--terjadi saat klub tersebut sedang menuju periode paling sukses yang konsisten dalam sejarahnya.
"Saya adalah kapten ketika (Navas) datang untuk menjalani pramusim pertamanya. Kapten, dan teman sekamar."
"Kami ingin pemain yang lebih muda dirawat oleh yang lebih tua. (Dia) anak yang sangat kurus dan rapuh."
"Dia tidak banyak bicara, dia penyendiri. Dia memiliki tubuh seperti anak kecil. Namun, di lapangan, dia memiliki kekuatan dan kecepatan yang luar biasa."
"Dia tidak perlu berlatih seperti yang lain untuk mencapai kecepatan tertinggi. Dia terus melaju," ujar Alfaro.
"Dia bisa makan apa pun yang dia inginkan. Dia harus menambah berat badan dan otot. Jadi, mereka membiarkannya makan apa saja!"
"Di kamar kami, dia menyimpan sekantong permen di atas meja. Saya melihatnya memakannya dan saya berkata, singkirkan godaan itu!" tutur Alfaro sambil tertawa.
Joaquin Caparres--yang menjadi pelatih Sevilla dari tahun 2000 hingga 2005, sebelum kembali pada 2010-an--juga mengenang momen bersama Navas.
"Saya ingat wajahnya, kegembiraannya karena ingin menjadi pemain sepak bola, bermain untuk Sevilla."
"Ia selalu bersemangat untuk keluar dan berlatih. Ia senang berada di lapangan. Ia menerimanya ketika pelatih tidak memilihnya."
"Dalam hidup ini, Anda menuai apa yang Anda tabur. Jesus telah menabur banyak hal. Itulah sebabnya ia mendapatkan pengakuan seperti yang ia dapatkan sekarang," tutur Caparres.
Sevilla saat itu sangat menarik untuk ditonton, dibangun di atas perpaduan cermat bakat lokal-- Navas, Sergio Ramos (seangkatan), Jose Antonio Reyes (dua tahun lebih tua), dan Antonio Puerta yang meninggal pada Agustus 2007--dan pemain-pemain cerdas seperti Frederic Kanoute, Luis Fabiano, Adriano, dan Julio Baptista.
Hasil dari manajemen cerdas tersebut, yang dipimpin oleh Direktur Olahraga Monchi, belum pernah terjadi sebelumnya.
Sevilla memenangi Liga Europa berturut-turut pada 2006 dan 2007. Mereka hampir mengalahkan Real Madrid dan Barcelona untuk meraih gelar La Liga, memimpin klasemen selama sebagian besar musim 2006/2007.
View this post on Instagram
Namun, itu juga merupakan periode di mana Navas berjuang melawan kecemasan, dengan kerinduan kronis yang membatasi kemampuannya untuk bepergian atau mempertimbangkan panggilan ke Timnas Spanyol.
"Saya seorang anak laki-laki dari kota kecil, yang datang ke Sevilla saat berusia 15 tahun. Dalam waktu tiga tahun, saya sudah memulai debut di divisi pertama."
"Ini lompatan yang sangat besar, sulit untuk diterima. Dari bermain di tim kota Anda, ke stadion yang penuh, lompatan ke tim utama, divisi pertama."
"Itu adalah situasi yang sulit. Namun, saat saya keluar ke lapangan, saat itulah saya berubah."
"Itu seperti obat bagi saya, itu luar biasa. Saat itulah saya merasa seperti orang paling bahagia di dunia," kata Navas kepada ESPN.
Pada 2009, masalahnya terkendali hingga ia bisa bermain untuk Timnas Spanyol. Ia memulai debut internasionalnya pada November, saat berusia 23 tahun.
Delapan bulan kemudian, ia menjadi bagian dari tim yang memenangi Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.
"Menjadi juara dunia adalah apa yang Anda impikan saat masih kecil. Itu hal terhebat, itu yang terbaik, bagi seorang pemain sepak bola."
"Bermain untuk negara saya adalah yang terbaik. Berada di final, membantu negara Anda, membantu banyak orang menikmati momen itu, adalah hal yang unik. Itu akan selalu ada," kata Navas.
Navas tidak termasuk di antara para bintang Spanyol yang memenangi Euro 2012 dua tahun kemudian. Bersaing dengan pemain seperti Iniesta, David Silva, Fabregas, Pedro, dan Juan Mata untuk mendapatkan tempat di starting XI, ia tidak pernah dijamin menjadi starter.
"Itu seperti di film-film. Ada aktor yang bukan bintang, tetapi ketika Anda memikirkan sebuah film, atau sebuah adegan, mereka selalu muncul."
"Di final (Navas) muncul, menciptakan gol, memainkan umpan. Aktor-aktor itu mungkin bukan ikon, bintang film atau serial yang hebat, tetapi mereka selalu bekerja," kata Alfaro.
Profil internasional Navas tumbuh pada 2013, ketika ia bergabung dengan Manchester City. Musim pertama yang mengesankan, memenangi Liga Inggris, diikuti oleh hasil yang semakin berkurang (ia tidak pernah menambah jumlah gol liga musim pertamanya yang berjumlah empat).
Namun, bekerja dengan Pep Guardiola pada 2016/2017 menjadi katalisator untuk perubahan kariernya, akhir perjalanan dari pemain sayap menjadi bek sayap.
Setelah empat tahun di Inggris, Navas kembali ke Sevilla. Di saat yang kacau bagi klub--hasil yang buruk menyebabkan enam pelatih dipekerjakan dan dipecat dalam tiga musim antara tahun 2016 dan 2019--pengalamannya sangat penting.
"Kali kedua saya kembali ke Sevilla, dalam situasi yang sulit, dengan banyak hal yang dipertaruhkan, (Navas) sangat berkomitmen untuk membantu."
"Ketika ia cedera, ia mendukung rekan satu timnya dari ruang ganti. Jesus persis sama. Dia punya wajah yang sama."
"Dia anak yang sama seperti saat memulai di sini. Hal itu menunjukkan banyak hal tentang kualitas manusiawi Jesus Navas," ujar Caparros.
Di bawah pelatih Julen Lopetegui, yang ditunjuk pada 2019, Sevilla menjadi stabil dan kembali melakukan apa yang paling mereka kuasai, yaitu memenangi Liga Europa.
Sekarang, bermain sebagai bek kanan, Navas menjadi kapten tim untuk meraih kemenangan di final 2020 dengan skor dramatis 3-2 atas tim favorit Inter Milan.
"Sangat sulit untuk memilih dari sekian banyak (momen), tetapi saya akan memilih Liga Europa yang dimenanginya sebagai kapten."
"Dialah yang mengangkat trofi. Kemudian dua tahun lalu (pada 2023) dengan (Jose Luis) Mendilibar sebagai pelatih, sebagai seorang veteran," tutur Alfaro lagi.
Kemenangan terakhir di Liga Europa, melawan Roma melalui adu penalti, adalah epilog untuk musim yang penuh tantangan lainnya.
Sevilla hampir terdegradasi dari La Liga 2022/2023 hingga Mendilibar mengambil alih bulan Maret 2023, mengumpulkan cukup poin untuk finis di papan tengah. Selain itu, mereka mengalahkan raksasa Manchester United, Juventus, dan Roma di Eropa.
Musim berikutnya pada 2023/2024 tidak jauh lebih baik, dengan tiga pelatih lain-- Mendilibar, Diego Alonso, dan Quique Sanchez Flores--dan pertarungan degradasi lainnya.
"Bagi saya, ini sangat sulit. Saya menghabiskan dua tahun terakhir hampir tidak ingin meninggalkan rumah."
"Kami memenangi Liga Europa pada tahun pertama, tetapi di liga, itu sangat sulit. Saya sangat merasakannya."
"Istri saya tidak mengerti mengapa saya tidak ingin keluar. Sangat menyakitkan bagi saya, melihat Sevilla saya dalam situasi itu. Sudah seperti ini selama dua tahun," ungkap Navas.
Kesulitan tim telah ditambah dengan masalah cedera Navas yang semakin parah, yang telah membatasi kemampuannya untuk tampil.
Karena faktor itulah, Navas memilih untuk mengakhiri perjalanan kariernya di dunia yang membesarkan namanya.
"Saya sudah mengalami empat atau lima tahun, dengan pinggul saya. Tahun lalu, semuanya buruk. Keadaan makin buruk."
"Keinginan saya untuk terus membantu Sevilla, untuk bersama tim selama masa transisi ini, telah membuat saya terus maju."
"Saya sedikit mengendalikan diri saat latihan. Namun, dalam pertandingan, Anda harus mengerahkan segenap kemampuan, melompat, mengumpan, duel."
"Saat saya bermain penuh, kerusakannya lebih parah pada hari berikutnya. Ada hari-hari ketika saya tidak bisa berjalan."
"Saya mengalami dua kali episode tidak bisa berjalan. Dengan anak-anak saya, itu sulit. Itulah mengapa tahun lalu menjadi rumit. Itulah mengapa saya mengakhirinya sekarang," kata Navas soal keputusan memilih pensiun.
Klub awalnya salah menangani situasi kontrak Navas, memaksa kapten mereka mengumumkan bahwa ia akan tiba-tiba pergi musim panas lalu, sebelum perubahan cepat membuatnya menyetujui perpanjangan hingga 31 Desember 2024.
"Saya ingin memperpanjangnya selama enam bulan ini. Saya tahu bahwa kami baru saja melewati dua tahun yang sangat sulit. Saya ingin berada di sana bersama rekan satu tim saya, untuk membantu mereka," kata Navas.
Pada Minggu, 15 Desember 2024, Navas memainkan pertandingan terakhirnya di Raman Sanchez Pizjuan.
Rekaman dari bus tim menjelang kemenangan Sevilla 1-0 atas Celta Vigo menunjukkan Navas menangis, bahkan sebelum ia tiba di lapangan.
Sebuah spanduk, yang diangkat oleh para suporter sebelum sepak mula, menampilkan dua gambar, satu gambar Navas saat masih kecil dan gambar lainnya sebagai sosok yang telah mencapai kejayaan.
Ia kembali menangis saat berjalan ke lapangan ditemani oleh anak-anaknya, trofi-trofi yang telah dimenanginya menanti mereka.
Navas bermain selama 70 menit sebelum pergantian pemain yang panjang dan berlarut-larut, dengan lebih banyak air mata, pelukan dari rekan setim, dan tepuk tangan dari penonton.
Sebelum meninggalkan lapangan, Navas berlutut untuk mencium rumput di lingkaran tengah.
"Saya sangat senang telah memberikan trofi-trofi ini kepada para penggemar ini, kepada Puerta, kepada Reyes."
"Kami telah memberikan segalanya untuk mereka," kata Navaz kepada DAZN selepas pertandingan sambil menyebutkan nama dua rekan setimnya, yang sudah meninggal dalam usia masih muda.
Navas akan tampil untuk terakhir kalinya bagi Sevilla pada Minggu, 22 Desember 2024, di Santiago Bernabeu, meskipun belum jelas apakah ia akan menjadi starter atau, kemungkinan besar, sebagai pemain pengganti.
"Ini akan menyenangkan. Stadion seperti Bernabeu, di klub sebesar itu, di ibu kota Spanyol. Saya masih memiliki pertandingan itu. Itu akan menjadi akhir," tutur Navas.
Warisannya selama 20 tahun, trofi yang dimenangi, rekor yang dipecahkan, dan generasi suporter Sevilla yang telah menyaksikannya bermain.
"Jesus Navas adalah pemain sepak bola yang telah mencapai segalanya secara individu. Dia adalah juara dunia, juara Eropa."
"Dia telah memenangi trofi terbesar bersama Sevilla. Dia adalah pemain yang telah memainkan pertandingan terbanyak untuk Sevilla, lebih dari 700."
"Pada level pribadi, Jesus adalah pemain sepak bola dengan nilai-nilai yang sangat hebat. Dia adalah contoh bagi semua orang dalam sepak bola," ujar Caparros memberi penghormatan.
Sementara itu, masa depan Navas seperitnya akan tetap terkait erat dengan Sevilla meski perannya belum ditentukan.
"Saya sangat senang dengan semua yang telah saya capai. Tidak hanya di sisi olahraga, tetapi juga di sisi manusia: tidak berubah sejak hari pertama saya. Itu hal yang paling indah, tetap sama."
"Saya pikir hal terpenting adalah kesederhanaan yang selalu saya miliki. Kerendahan hati untuk terus bekerja. Saya rasa itulah yang membawa saya ke sini, yaitu tetap membumi," tutur Navas mengakhiri.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)