NTB - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyita objek perkara dugaan korupsi kerja sama operasional (KSO) pemanfaatan aset Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Barat berupa lahan seluas 8,4 hektare yang kini berdiri bangunan bekas pusat perbelanjaan Lombok City Center (LCC).
Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera mengatakan, objek perkara yang baru masuk dalam daftar penyitaan di tahap penyidikan ini berupa bangunan bekas pusat perbelanjaan LCC yang berada di pinggir jalan utama provinsi, Gerimak, Kabupaten Lombok Barat.
"Penyitaan kami lakukan dengan memasang plang pemberitahuan penyitaan oleh Kejati NTB di depan Gedung LCC," kata Efrien di Mataram, Selasa 7 Januari, disitat Antara.
Selain gedung, sebelumnya penyidik kejaksaan turut memasang plang penyitaan untuk lahan LCC seluas 8,4 hektare.
"Jadi, sudah dua kali pemasangan plang penyitaan aset. Pertama itu pemasangan penyitaan berkaitan dengan lahannya, terus yang kedua pemasangan plang penyitaan terkait dengan gedungnya," ujar dia.
Efrien menjelaskan bahwa langkah penyitaan ini bagian dari progres penyidikan yang kini tinggal menunggu hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari akuntan publik.
Kepala Kejati NTB Enen Saribanon di akhir tahun 2024 menyatakan bahwa pihaknya sudah mengantongi empat orang yang berpotensi menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
Terkait dengan identitas dan peran mereka, Kajati NTB menolak untuk mengungkapkan kepada publik, mengingat belum adanya gelar perkara untuk penetapan tersangka dan hasil audit dari akuntan publik.
Dari hasil hitung mandiri kerugian keuangan negara, penyidik sudah menemukan angka Rp36 miliar. Nilai itu muncul dari nominal pencairan kredit Bank Sinarmas yang menjadikan aset tersebut sebagai agunan dari PT Bliss yang melakukan KSO dengan PT Patut Patuh Patju (Tripat) selaku BUMD Lombok Barat.
"Jadi, yang diagunkan itu sertifikat lahannya di Bank Sinarmas. Sudah kami cek dan sekarang status kreditnya macet. Kata bank, itu harus diambil alih dan sudah bisa dilelang," ucap Enen.
Dengan mengetahui kondisi kredit tersebut, Enen mengatakan bahwa pihaknya mengambil tindakan dengan menyita aset yang menjadi objek perkara sebagai kelengkapan alat bukti di tahap penyidikan.
Dasar pihak kejaksaan menyita aset yang masih dalam status agunan di Bank Sinarmas itu mengacu pada aturan bahwa aset pemerintah yang menjadi agunan di bank sudah merupakan suatu perbuatan melawan hukum.
"Karena dalam aturan, aset pemda yang diagunkan itu enggak boleh," kata Enen.
Perkara aset LCC ini sebelumnya pernah maju sampai ke meja persidangan berdasarkan hasil penyidikan Kejati NTB. Dalam perkara tersebut, ada dua pejabat dari PT Tripat yang terjerat pidana.
Keduanya adalah mantan Direktur PT Tripat Lalu Azril Sopandi dan mantan Manajer Keuangan PT Tripat Abdurrazak.
BACA JUGA:
Berdasarkan vonis pidana yang dijatuhkan, keduanya dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama hingga menimbulkan kerugian negara.
Dalam pertimbangan putusan, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram menguraikan penyertaan modal dan ganti gedung yang dibangun pada tahun 2014.
Saat Azril Sopandi masih menduduki jabatan Direktur PT Tripat, perusda tersebut mendapat penyertaan modal dari Pemerintah Kabupaten Lombok Barat berupa lahan strategis di Jalan Raya Mataram-Sikur, Desa Gerimak, Kecamatan Narmada seluas 8,4 hektare.
Lahan itu kemudian menjadi modal PT Tripat untuk membangun KSO dalam pengelolaan LCC, dalam hal ini pihak swasta dari PT Bliss, anak perusahaan dari Lippo Group.
Lahan seluas 4,8 hektare dari total 8,4 hektare, kemudian dijadikan agunan oleh PT Bliss ke PT Bank Sinarmas. Dari adanya agunan tersebut, PT Bliss pada tahun 2013 mendapat pinjaman dan menjadikannya sebagai modal pembangunan LCC.
Pelunasan kredit dari pinjaman modal dengan agunan aset milik Pemkab Lombok Barat dikabarkan tidak ada batas waktu pada PT Bank Sinarmas.
Dalam proses perjanjian KSO antara PT Tripat dan PT Bliss, muncul keterlibatan mantan Bupati Lombok Barat Zaini Arony, yang turut serta membubuhkan tanda tangan perjanjian.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)