JAKARTA – Buku Perdamaian yang Buruk, Perang yang Baik karya wartawan senior Dr. Teguh Santosa mendapat pujian sebagai referensi penting untuk memahami dinamika politik internasional.
Buku yang memuat wawancara mendalam dengan duta besar negara-negara sahabat ini dinilai mampu menjelaskan cara menempatkan kepentingan nasional secara strategis di panggung dunia.
Pujian tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Sugiat Santoso, dalam sebuah pertemuan di Jakarta Selatan pada Kamis, 2 Januari 2025. Sugiat menyatakan bahwa buku ini memberikan wawasan berharga untuk melihat posisi strategis Indonesia dalam pergaulan internasional.
“Buku ini mengajarkan kita untuk memahami dan memanfaatkan posisi strategis Indonesia di tengah dinamika dunia. Teguh Santosa adalah sosok yang menjanjikan dan penuh inspirasi,” ujar Sugiat, yang menerima buku tersebut langsung dari penulisnya, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI).
Buku Perdamaian yang Buruk, Perang yang Baik, yang diterbitkan oleh Booknesia Publishing House pada 2020, mencatat rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai buku dengan wawancara duta besar terbanyak. Rekor serupa juga diraih oleh buku Teguh lainnya,Buldozer dari Palestina, yang diterbitkan pada 2023.
Pertemuan tersebut turut dihadiri sejumlah tokoh asal Sumatera Utara, termasuk Direktur Sabang Merauke Circle Syahganda Nainggolan, Staf Khusus Menteri Imigrasi Abdullah Rasyid, Staf Khusus Menteri Kelautan Dedi Irawan, dan Ketua Umum KSPSI Pembaruan Jumhur Hidayat.
Sebagai seorang pakar hubungan internasional, Teguh Santosa telah aktif dalam berbagai organisasi, seperti Ketua Bidang Luar Negeri PWI dan Pemuda Muhammadiyah.
SEE ALSO:
Saat ini, ia juga menjadi anggota Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) PP Muhammadiyah serta memimpin Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Maroko dan Indonesia-Korea Utara.
Teguh Santosa kini tengah menyusun buku baru berjudul Reunifikasi Korea: Game Theory, berdasarkan disertasinya di Universitas Padjadjaran. Buku ini diharapkan dapat memberikan perspektif baru terkait prospek reunifikasi di Semenanjung Korea, sekaligus memperkuat kontribusi Indonesia dalam memahami dinamika geopolitik kawasan tersebut.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)