JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi NasDem Muhammad Farhan, mengkritik usulan anggota Komisi II DPR, Hugua agar KPU melegalkan money politics atau politik uang.

Farhan menilai politik uang berpotensi merusak demokrasi. Dia pun menyinggung soal inflasi yang bisa berpengaruh pada 'serangan fajar' di Pemilu.

“Satu, akan menghancurkan demokrasi dari dalam secara cepat, karena uang itu ada nilai inflasinya. Tahun ini Rp200 ribu tahun depan jadi Rp300 ribu nggak mungkin turun. Lama lama akan tinggi, sehingga harganya akan menghancurkan demokrasi itu sendiri,” ujar Farhan kepada wartawan, Selasa, 21 Mei.

Jika kebijakan politik uang dilegalkan secara resmi, Farhan memprediksi, harga satu suara di Tahun 2029 bisa mencapai Rp1 juta per suara. Ujungnya, kata dia, hanya oligarki yang bisa berpolitik.

“Yang lahir tunggal yang paling kaya, maka jika itu terjadi ya tidak ada demokrasi. Sekarang kan juga begitu, yang punya uang yang bisa terpilih kan,” kata legislator dapil Kota Bandung, Jawa Barat ini.

Disisi lain, Farhan menilai, pernyataan Hugua tersebut mungkin ekspresi dari kejengkelan karena sudah letih membina konstituen yang akhirnya hancur akibat politik uang dalam sehari dua hari.

“Itu merusak demokrasi dari dalam oleh pemilik suara, jadi demokratosnya sendiri yang menghancurkan. Itu yang mengkhawatirkan,” kata Farhan.

Dia pun mewanti-wanti agar jangan sampai politik uang dilegalkan. Sebab, fenomena Pork Barrel Politics atau politik gentong babi saat ini saja sudah terjadi di parlemen maupun di pemerintahan.

“Menjadi salah ketika Pork Barrel politics diubah menjadi monetasi suara. Kalau itu dilegalkan saya akan memilih menjadi orang yang berteman dengan oligarki maka saya berkuasa,” kelakar Farhan.

Sebelumnya, Hugua mengusulkan money politics dilegalkan dalam rapat kerja KPU dengan Komisi II DPR di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 15 Mei. Bagi Hugua, money politics merupakan suatu keniscayaan dalam pemilu.

"Tidakkah kita pikir money politics dilegalkan saja di PKPU dengan batasan tertentu? Karena money politics ini keniscayaan, kita juga tidak money politics tidak ada yang memilih, tidak ada pilih di masyarakat karena atmosfernya beda," kata Hugua.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)