JAKARTA - Koalisi masyarakat sipil mengajak agar masyarakat memberikan sanksi etik kepada pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka dengan tidak mencoblos nomor urut 02 pada 14 Februari 2024.

Hal itu dilakukan setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberikan sanksi etik kepada para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang telah melakukan pelanggaran etika dalam menerima pencalonan Gibran.

Sehingga, berbagai organisasi dan LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menyerukan agar masyarakat yang memberi sanksi langsung ke Prabowo-Gibran.

"Koalisi juga menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memberikan sanksi etik kepada Paslon 02, Prabowo - Gibran dengan melakukan penolakan etik kepada Paslon 02 pada Pemungutan Suara pada 14 Februari mendatang," kata Julius Ibrani, anggota koalisi dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), dalam keteranganya, Selasa 6 Februari.

"Pemilih mesti mengekspresikan kedaulatan rakyat dengan tidak memilih paslon yang mengandung pelanggaran etik berat dan berulang," kata dia.

Julius mengatakan, sanksi itu perlu diberikan masyarakat karena bukan kali pertama pendaftaran Gibran disebut melanggar etik penyelenggaraan pemilu.

Pada saat putusan Mahkamah Konstitusi yang melanggengkan batas usia pencalonan, putusan itu juga disebut melanggar etik kategori berat dan menyebabkan Ketua MK yang juga paman Gibran Rakabuming Raka, Anwar Usman harus dicopot dari jabatannya.

"Putusan DKPP juga mempertebal daftar kecurangan Pemilu 2024 yang turut diwarnai cawe-cawe Presiden Jokowi dan problem netralitas instansi negara/pemerintah dan aparatur negara, serta korupsi lewat programmatic politics Bantuan Sosial di berbagai daerah," imbuh Julius.

Pernyataan ini Julius sampaikan bersama berbagai organisasi dan LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis.

Berikut daftar LSM tersebut:

Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Imparsial, KontraS, YLBHI, Amnesty Internasional Indonesia, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh, Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI, Yayasan Cahaya Guru (YCG), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), LBHM.

Sebelumnya diberitakan, DKPP memutuskan bahwa semua komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melanggar etik dalam pencalonan Gibran, dalam putusan yang dibacakan pada Senin (5/2/2024).

Para komisioner KPU dianggap melanggar etik karena memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mendapatkan sanksi paling berat.

"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta.

Selain itu, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada enam Komisioner KPU, yakni August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holik.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)