YOGYAKARTA – Beberapa waktu lalu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melayangkan gugatan restitusi dalam kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora alias David Latumahina. LPSK menilai, David Ozora berhak mendapatkan ganti rugi sebesar Rp120 miliar akibat penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satrio. Lantas, apa saja tindak pidana yang dapat restitusi?
Perlu diketahui, restitusi merupakan pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya.
Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur restitusi dan kompensasi, antara lain:
- Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Karban Tindak Pidana
- Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Karban.
Berdasarkan beleid tersebut, ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan pemeriksaan permohonan restitusi diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana.
Beleid yang terdiri dari 34 Pasal dan 8 Bab tersebut berlaku terhadap permohonan restitusi dan kompensasi atas tindak pidana tertentu.
Menurut Pasal 2 Perma, tindak pidana yang dapat dimohonkan restitusi, antara lain:
- Tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat
- Terorisme
- Perdagangan orang
- Diskriminasi ras dan etnis
- Tindak pidana terkait anak
- Tindak pidana lain yang ditetapkan dengan Keputusan LPSK sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berikutnya, bentuk restitusi yang diberikan kepada korban tindak pidana diatur dalam Pasal 4 Perma Nomor 1 Tahun 2022.
Menurut pasal tersebut, restitusi atau ganti rugi yang diberikan kepada korban tindak pidana dapat berupa:
- Ganti kerugian atas kehilangan kekayaan dan/atau penghasilan.
- Ganti kerugian, baik materiil maupun imateriil, yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana.
- Penggantian biaya perawatan medis dan/ atau psikologis.
- Kerugian lain yang diderita Korban sebagai akibat tindak pidana, termasuk biaya transportasi dasar, biaya pengacara, atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum.
Selain restitusi, ada pula tindak pidana yang dimohonkan kompensasi. Tindak pidana yang masuk kategori ini yakni tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan terorisme sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
SEE ALSO:
Sekedar informasi tambahan, untuk mengajukan ganti rugi atau restitusi, pemohon harus memperhatikan persyaratan administratif permohonan yang diatur dalam Pasal 5 Perma Nomor 1 Tahun 2022.
Permohonan restitusi harus dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan diajukan kepada Ketua/Kepala Pengadilan baik dilakukan secara langsung maupun melalui LPSK, penyidik atau penuntut umum.
Permohonan Restitusi yang diajukan oleh pihak korban, harus memuat:
- Identitas Pemohon
- Identitas Karban, dalam hal Pemohon bukan Karban sendiri.
- Uraian mengenai tindak pidana
- Identitas terdakwa/Termohon
- Uraian kerugian yang diderita
- Besaran Restitusi yang diminta.
Pengadilan yang berwenang mengadili permohonan Restitusi adalah Pengadilan yang mengadili pelaku tindak pidana, yaitu pengadilan negeri, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan militer, pengadilan militer tinggi dan mahkamah syar’iyah.
Demikian informasi tentang jenis tindak pidana yang dapat restitusi. Dapatkan update berita pilihan lainnya, hanya di VOI.ID.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)