BANJARBARU - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) melaporkan peningkatan populasi bekantan (Nasalis larvatus) di Provinsi Kalimantan Selatan yang merupakan satwa endemik Pulau Kalimantan itu, dari sekitar 3.000 ekor pada 2019 menjadi 4.000 ekor tahun ini.

"Ini tentunya menjadi kabar gembira di tengah upaya kita semua yang peduli dengan konservasi bekantan," kata Kepala BKSDA Kalsel Mahrus Aryadi di Banjarbaru dilansir ANTARA, Jumat, 8 Juli/

Uni Internasional untuk Konservasi Alam atau The International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan daftar merah bekantan sejak tahun 2000 dengan status konservasi endangered (terancam punah). Selain itu, bekantan terdaftar pada CITES sebagai apendix I (tidak boleh diperdagangkan secara internasional).

Mahrus menyebut bekantan masuk 25 satwa prioritas Indonesia wajib dilindungi sehingga menjaga populasinya menjadi tugas bersama antara pemerintah dan masyarakat.

Salah satu fokus perhatian BKSDA memastikan habitat dan pakannya tetap tersedia agar bekantan bisa selalu hidup di tempat yang memang seharusnya berada.

"Upayanya dengan memperbanyak pakannya yaitu mangrove rambai, kemudian memperluas lokasi koridor perjalanannya, yaitu tersebar di hutan bakau, rawa, dan hutan pantai," kata Mahrus.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam juga terus mengembangkan Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Bakut di Kabupaten Barito Kuala yang merupakan hunian bagi bekantan, si maskot fauna Kalimantan Selatan, termasuk jenis monyet berhidung panjang dengan rambut berwarna cokelat kemerahan.

"Dengan dibantu para pihak yang peduli pelestarian bekantan, TWA Pulau Bakut terus berbenah agar wisatawan semakin nyaman berkunjung untuk melihat bekantan," katanya.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)