JAKARTA - Sekjen PDIP Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, partainya mendukung sikap pemerintah yang konsisten menggelar Pilkada serentak 2020 sesuai jadwal pada 9 Desember mendatang meski pandemi COVID-19 masih terjadi.
Keputusan ini, kata dia, diambil setelah melihat fakta bahwa pelaksanaan pemilihan kepala daerah ini sudah beberapa kali ditunda. Selain itu, partainya telah memperhitungkan faktor risiko penularan virus ini ke depan.
"Maka untuk itu, mengingat pilkada serentak sudah beberapa kali ditunda dan kita sudah berkomitmen tanggal 9 Desember, sikap dari PDI Perjuangan adalah pilkada tetap 9 Desember. Hanya saja, seluruh ketentuan protokol pencegahan COVID-19 harus dijalankan," kata Hasto seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin, 14 September.
Lagipula, partai berlambang banteng ini menilai, akan ada risiko politik jika Pilkada 2020 ditunda. Salah satunya adalah akan menimbulkan ketidakpastian baru.
Sehingga, alih-alih mendukung penundaan kembali, PDIP sepakat jika pilkada tetap dilanjutkan namun dengan memperhatikan sejumlah hal terkait pelaksanaannya. Salah satunya adalah membatasi pelaksanaan kampanye.
"Jumlah kampanye nanti dibatasi. Sehingga tak boleh nanti kampanye massal. 50 orang itu boleh, misalnya. Metode kampanye akan kita sesuaikan. Door to door itu menjadi opsi, kampanye virtual itu menjadi opsi, penggunaan handphone sebagai alat perjuangan untuk mensosialisasikan calon itu menjadi metode pendekatan," ungkapnya.
Lebih lanjut Hasto mengatakan, Indonesia harusnya berhasil dalam melaksanakan pilkada di tengah pandemi COVID-19. Sebab, ada sejumlah negara yang telah berhasil menjalankan ajang pemilu, seperti Korea Selatan dan Sri Lanka.
"Sri Lanka saja berhasil di dalam menjalankan itu. Jadi maksud saya, mari kita penuhi ketentuan protokol pencegahan covid tersebut. Dan pilkada ini justru menjadi ujian bagi kita terhadap kemampuan kita membangun disiplin total, disiplin menyeluruh," ujarnya.
SEE ALSO:
Pilkada di tengah pandemi COVID-19 dianggap nekat
Terkait pelaksanaan pilkada di tengah pandemi COVID-19, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman telah menyatakan hal ini adalah sebuah kenekatan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Penilaian ini dia sampaikan karena saat ini positivity rate di Indonesia masih berkisar di angka 14 persen.
"Iya (nekat, red). Jadi memang ini risikonya besar sekali ya dengan positivity rate yang setinggi ini kemudian mengadakan satu kegiatan yang melibatkan massa yang otomatis sulit dikendalikan dalam kaitan menjaga jarak, memakai masker," kata Dicky kepada VOI, Kamis, 10 September.
"Ini artinya potensi terjadinya klaster sudah sangat tinggi sekali. Ini tinggal menunggu waktu kalau melihat begini dari beberapa kegiatan kan keliatan sekali pengabaian protokol kesehatan," imbuhnya.
Dia tak menampik ada sejumlah negara yang berhasil menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi, salah satunya adalah Korea Selatan. Namun yang harus diingat, saat itu positivity rate Korea Selatan sekitar 1 persen atau artinya berada jauh di bawah standar WHO yaitu 5 persen.
Hal ini berbeda dengan kondisi Indonesia yang saat ini positivity rate-nya justru di atas standar itu dan kepatuhan masyarakatnya juga tak sama dengan masyarakat Korea Selatan.
Sehingga, Dicky meminta pemerintah untuk mengevaluasi penyelenggaraan Pilkada 2020. Evaluasi ini, kata dia, harus dibuat secara menyeluruh termasuk mekanismenya dengan menggandeng para ahli di bidang kesehatan. Setelah evaluasi, perbaikan pun harus segera dilakukan.
Dirinya mengamini jika pesta demokrasi ini adalah hajatan penting bagi masyarakat untuk memilih kepala daerah mereka. "Tapi perlu ada mekanisme yang lebih aman yang harus dilakukan," tegasnya.
Apalagi kebanyakan peserta pemilu adalah mereka yang berusia lanjut dan mempunyai penyakit komorbid sehingga risikonya lebih tinggi ketika terjangkit COVID-19.
Sehingga pemerintah dan penyelenggara bersama para ahli memang harus duduk bersama mencari solusi untuk Pilkada di tengah pandemi. "Harus ada solusi yang memenangkan sektor kesehatan tanpa mengurangi tujuan pelaksanaan pilkada," ujar Dicky.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)