JAKARTA - Eksistensi satpam BCA dengan keramahannya dipuja-puji selama beberapa hari belakangan. Ini seiring dengan sejumlah persoalan yang mendiskreditkan kinerja kepolisian. Publik membandingkan dua satuan berseragam ini. Tentu ini satire belaka. Tapi jelas ini tamparan keras bagi polisi. Dan ini sejatinya bukan sepenuhnya pujian bagi satpam BCA.

Adalah akun Twitter @fchkautsar, yang opininya viral. Ia berkicau, "Polisi se-Indonesia bisa diganti satpam BCA aja gaksih."

Kicauan itu kemudian membuat pemilik akun @fchkautsar mengalami represi online. Ada upaya peretasan, doxing, hingga ancaman langsung yang dilakukan sejumlah akun diduga milik anggota kepolisian. Segala bentuk represi itu kemudian diadukan pemilik akun @fchkautsar kepada Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet).

Bahkan salah satu akun yang turut mengintimidasi pemilik akun @fchkautsar adalah akun dengan nama @gegana_id. Akun Instagram dengan 55,2 ribu pengikut itu itu menulis:

Polisi lahir dari sejarah perjuangan yang panjang. Polisi juga terlibat dalam memerdekakan Indonesia. Jadi tidak segampang itu Anda ingin mengubah @fachrialkautsar apa yang sudah kau berikan untuk negaramu!!

"Kita masih belum tahu pihak mana yang melakukan teror. Kalau katanya (korban) ada yang serang adalah akun oknum polisi juga," ungkap Ketua Divisi Akses Atas Informasi SAFEnet Unggul Sagena, dikutip Merdeka, Minggu, 17 Oktober.

Unggul mengatakan represi online ini menampilkan ketidakmatangan polisi merespons kritik. Represi online ini juga menunjukkan banyak anggota polisi yang tak menjalankan nilai-nilai universal kepolisian: to protect and to serve. Selain itu tentu saja ini kejahatan siber.

"Jadi akun-akun ini yang menyerang malah blunder ke nama baik institusi kepolisian itu sendiri. Semakin terjun bebas ... Jadi jelas merugikan kepolisian itu sendiri. Kepolisian sebaliknya harus mengusut karena justru kejadian tersebut termasuk kejahatan siber," ujar dia.

Masalah-masalah yang libatkan polisi

Yang dikatakan SAFEnet beralasan. Kerja kepolisian tengah dalam sorotan luas. Pun nyaringnya kritik satire soal satpam BCA ini juga reaksi dari kerja-kerja kepolisian yang dianggap tak memuaskan.

Diawali dari kasus pemerkosaan tiga anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Laporan inisiatif jurnalisme publik, Project Multatuli mengangkat sejumlah dugaan maladministrasi yang dilakukan penyidik Polsek Luwu Timur.

Saat itu tagar #PercumaLaporPolisi tersebar masif dan jadi trending topic di Twitter. Masalah lain yang memancing antipati kuat terhadap kepolisian adalah kekerasan yang dialami seorang mahasiswa berinisial FA di Tangerang, Banten.

FA ditangkap polisi di tengah aksi demonstrasi hari jadi ke-389 Kabupaten Tangerang, Rabu, 13 Oktober. Brigadir NP, anggota polisi yang menangkap FA kemudian membanting FA. Kondisi FA sempat memburuk setelah kejadian.

Kini Divisi Propam Mabes Polri telah diterjunkan untuk menangani kasus yang melibatkan Brigadir NP. Brigadir NP sendiri kini disebut terancam pasal berlapis.

Catatan kinerja kepolisian

Akhir 2020 lalu, Indonesia Political Opinion (IPO) merilis hasil survei persepsi publik terhadap kinerja badan dan lembaga negara. Polri jadi lembaga yang kinerjanya dianggap paling buruk, dengan persentase 78 persen. Lembaga dengan kinerja terburuk di bawah Polri adalah DPR.

Sebesar 75 persen responden tak puas pada kinerja DPR. Disusul kemudian dengan Kejaksaan Agung (69%), KPU (52%), dan DPD (51%). Indikator yang digunakan dalam penilaian kinerja itu adalah etos kerja, keadilan, integritas, empati, dan faktor lain.

Untuk faktor etos kerja, Polri hanya mencatat tingkat kepuasan 38 persen. Untuk faktor keadilan, 27 persen, integritas (16%), empati (12%), dan faktor lain (7%). Adapun lembaga yang kinerjanya paling baik di mata publik adalah TNI.

"Lembaga yang dianggap tidak perform atau buruk, pertama Polri. Ini sedih, tapi ya faktanya begitu. Artinya anggapan publik, polisi justru berkinerja buruk," ungkap Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah dalam rilis survei secara daring, Rabu, 28 Oktober.

Brigadir NP membanting mahasiswa (Sumber: Istimewa)

Catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menguatkan citra buruk kerja polisi. Dalam periode Juli 2020 hingga Oktober 2021 ada 12 kasus yang tidak dilanjutkan oleh kepolisian.

Kasus-kasus terabaikan itu tersebar di level polsek dan polres. Dalih yang paling banyak digunakan polisi dalam menghentikan kasus-kasus tersebut adalah tidak adanya saksi, kurangnya barang bukti, hingga adanya arahan agar perkara diselesaikan secara internal dan kendala mengungkap identitas pelaku.

Catatan KontraS juga menyoroti kerja pengawas internal kepolisian, yakni Divisi Propam yang didorong melakukan pemantauan rutin terhadap kerja anggota kepolisian. Selain itu, pengawas eksternal kepolisian, seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) "justru seperti macan ompong sebab fungsi pengawasannya tidak berjalan dengan maksimal dan efektif," ungkap Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar, dalam keterangan resmi..

Pembandingan ini perlu

Usai dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Rabu, 27 Januari lalu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan bakal mengedepankan sisi humanis kepolisian. Listyo ingin memperbaiki citra kepolisian di tengah masyarakat.

Listyo juga mengatakan akan memberi pelayanan publik yang transparan dan penegakan hukum yang seadil-adilnya. "Tentunya bagaimana menampilkan Polri yang tegas namun humanis ... Tentunya ini jadi tugas kami kedepan," kata Listyo, dikutip Tempo.

Cita-cita Listyo tak disambut sinergi yang sama sejumlah anggota polisi di lapangan. Sebagaimana dijelaskan sejumlah studi dan catatan di atas, kinerja kepolisian dalam persepsi publik belum juga membaik, termasuk citra humanis sebagaimana diharapkan Listyo.

Sementara, ada alasan kenapa Satpam BCA justru dipersepsikan sebagai satuan berseragam paling ramah dan humanis. Pada 6 September silam, sebuah video viral di TikTok. Video itu menampilkan seorang warganet menguji keramahan satpam BCA.

Warganet itu mendatangi salah satu bank BCA dengan sandal jepit. Terbukti, perlakuan satpam terhadapnya tetap ramah. Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja menjelaskan ada pelatihan ketat.

Pelatihan itu tak hanya membentuk sikap humanis tapi juga cara berpikir antidiskriminasi para satpam BCA. "Jadi kita nggak boleh melihat, menilai orang hanya dengan penampilan," kata Jahja, dikutip dari Detik.

Kita paham pembandingan antara polisi dan satpam BCA adalah pesan satire. Tapi sejatinya pembandingan aparat pemerintahan dengan pegawai instansi perbankan bukan hal baru. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bahkan pernah melakukannya ketika menjabat Gubernur DKI Jakarta.

Kala itu, Jakarta sedang mempersiapkan pengoperasian sistem panggilan darurat, yakni Jakarta Siaga 112. Sistem ini dikoordinasikan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta. Ahok terang-terangan meminta pada anak buahnya untuk menyontek sistem layanan panggilan darurat seperti call center Halo BCA.

"Saya enggak mau nanti BPBD bikin sistem yang versi pusat lah, apa. Contek aja BCA ... BCA pakai sistem apa, saya mau pakai sistem beliau," kata Ahok, dikutip dari sebuah rekaman video, Senin, 18 Oktober.

Bahkan, Ahok saat itu berencana meminta bantuan Halo BCA untuk melatih tim Pemprov DKI untuk memberi pelayanan kepada warga Ibu Kota yang membutuhkan bantuan. "Saya hanya meminta bantu BCA. Dia enggak cuma terima telepon. Setiap (call center) yang terima (telepon), dikejar terus, sampai dikerjain. Ini yang kita pengin di tim kita," tutur Ahok.

Kemudian, keinginan Ahok tersebut terwujud. Bahkan diteruskan hingga kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Pada Februar 2018, operator call center Jakarta Siaga 112 BPBD menerima pelatihan dari Halo BCA.

Tak hanya itu, tim call center Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu juga pernah mendapat pelatihan pelayanan dari Halo BCA untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

*Baca Informasi lain soal POLISI atau baca tulisan menarik lain dari Diah Ayu Wardani dan Yudhistira Mahabharata.

BERNAS Lainnya