Eksklusif, Ketum Peradi Otto Hasibuan Nilai KPK, Kejaksaan, Kepolisian dan Advokat Masih Mengedepankan Ego
Penegakan hukum di Indonesia masih lemah, setiap institusi yang bertugas masih mengedepankan ego sektoral. Padahal seharusnya, menurut Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Prof. (HC) Dr. Otto Hasibuan, SH, MCL, MM, semua elemen harus bersinergi dan bekerja sama untuk melaksanakan tujuan bersama dalam menegakkan hukum. Meskipun peran dan fungsi masing-masing berbeda, tujuannya tetap sama, yaitu tegaknya supremasi hukum.
***
Sebagai seorang advokat yang telah mengalami banyak pengalaman, Otto Hasibuan merasa perlu menyampaikan kekecewaannya terhadap situasi penegakan hukum saat ini. Menurutnya, lembaga seperti KPK, Kejaksaan, Kepolisian, dan advokat harus bersatu-padu untuk menegakkan supremasi hukum di negara ini.
"Kita masih belum puas dengan penegakan hukum di negara kita. Sebelum masa pemerintahan Pak Jokowi berakhir, jika boleh kami menyampaikan aspirasi. Pak Jokowi telah berhasil dalam berbagai sektor seperti pembangunan infrastruktur, politik, dan pertumbuhan ekonomi. Namun, dalam bidang hukum masih perlu perhatian lebih. Jika sektor ini bisa diperhatikan secara menyeluruh, apa yang telah dilakukan akan menjadi lebih sempurna," ujarnya.
Peran advokat juga sering dianggap remeh dalam proses penegakan hukum. Otto Hasibuan berharap bahwa pada akhir masa kepemimpinan Presiden Jokowi, beliau dapat melakukan langkah-langkah untuk penegakan hukum.
"Peran advokat dalam membela seseorang bukan untuk membebaskannya dari tuntutan hukum, tetapi untuk menjaga penegakan hukum. Paradigma ini harus diubah, jaksa saat menuntut tidak boleh marah-marah, begitu juga dengan advokat saat membela. Ini adalah tugas berat yang tidak dapat diselesaikan hanya oleh para penegak hukum saja, Presiden Jokowi harus turut ambil bagian dalam hal ini," ungkap Otto Hasibuan saat diwawancarai oleh Edy Suherli, Savic Rabos, dan Irfan Medianto dari VOI di kantor DPP Peradi, Jakarta, belum lama ini. Inilah petikannya.
Sebagai praktisi hukum, bagaimana Anda mengamati putusan MK yang menolak gugatan pemohon judicial review sistem pemilu proporsional terbuka?
Dua-duanya punya kelebihan dan juga kekurangan masing-masing. Tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Jika kita telah mempercayakan partai politik untuk menempatkan orang-orang terbaik sebagai wakil partai, maka sistem proporsional tertutup mungkin lebih baik. Dengan sistem proporsional terbuka, akan terjadi persaingan yang sangat ketat di antara masyarakat. Kompetisinya akan sangat sengit. Meskipun dengan sistem terbuka ini masyarakat mungkin akan senang, namun tak dapat disangkal bahwa praktik politik uang akan semakin marak. Namun, hal tersebut kurang baik bagi perkembangan demokrasi kita.
Dalam sistem proporsional tertutup, kemungkinan praktik politik uang akan berkurang. Kewenangan akan lebih banyak dimiliki oleh Ketua Umum Partai Politik untuk menentukan siapa yang akan menjadi wakil rakyat. Namun, ini adalah pilihan, dan setiap pilihan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Jika kita melihat realitas yang ada, delapan fraksi di DPR RI menginginkan sistem proporsional terbuka, sementara satu fraksi menginginkan proporsional tertutup. Setelah gugatan dilakukan, MK menolak gugatan untuk kembali ke pemilihan dengan sistem proporsional tertutup?
Jika pemilihan dilakukan dengan sistem proporsional tertutup, salah satu partai mungkin lebih percaya diri karena yakin akan memenangkan simpati publik. Hal ini seharusnya menjadi catatan bagi partai-partai lain mengapa partai tersebut begitu percaya diri. Ini harus menjadi pembelajaran agar terjadi kontestasi yang lebih adil.
Dalam pandangan seorang pengamat politik, di balik gugatan sistem pemilu proporsional tertutup dan terbuka ini, terdapat perseteruan antara Jokowi dan Megawati. Gugatan ditolak, dan pertarungan ini dimenangkan oleh Jokowi. Bagaimana Anda melihat hal ini?
Sinyalemen tersebut harus diteliti lebih lanjut. Apakah benar bahwa Pak Jokowi mendukung sistem proporsional terbuka sementara Bu Megawati mendukung proporsional tertutup. Ini hanyalah analisis dari politisi, dan saya tidak berani memasuki wilayah ini.
Sepekan sebelum putusan MK dibacakan, Denny Indrayana, seorang akademisi dan juga advokat yang tinggal di Australia, menyampaikan bocoran bahwa gugatan akan dikabulkan. Namun, ternyata yang terjadi sebaliknya. Sebagai sesama advokat, bagaimana Anda melihat hal ini?
Saya melihat bahwa Denny Indrayana berhasil dalam upayanya. Ia berhasil memperjuangkan apa yang diinginkannya. Cara yang dia lakukan dengan mengatakan bahwa akan ada putusan yang membuat sistem pemilu kembali proporsional tertutup, namun ternyata hasilnya sebaliknya yaitu sistem pemilu proporsional terbuka. Terlepas dari adanya tekanan yang semula ingin sistem tertutup kemudian berubah menjadi terbuka. Saya tidak tahu persis bagaimana kejadiannya. Di balik kasus ini, terdapat wacana tentang pembocoran rahasia negara yang perlu kita perhatikan. Pertanyaannya adalah apakah Denny yang membocorkan informasi tersebut atau ada orang dalam yang melakukan pembocoran. Jika Denny benar mendapatkan informasi, berarti yang membocorkan bukanlah Denny, dia hanya menyebarkan informasi tersebut. Namun, jika informasi tersebut tidak ada dan hanya diciptakan oleh Denny, berarti dia menyebarkan informasi yang tidak benar atau bohong. Hal ini harus diperhatikan dalam kasus ini.
Sebagai pucuk pimpinan organisasi advokat, meski Denny bukan di bawah organisasi yang Anda pimpin, apakah ada dugaan pelanggaran etik dalam kasus ini?
Dalam kode etik kami sebagai advokat, kami dilarang memberikan komentar atau pendapat kepada publik apabila seorang advokat diduga melanggar kode etik. Jika ada seseorang yang terbukti melakukan pelanggaran etik, saya tidak bisa mengungkapkannya di media. Mengungkapkan hal tersebut juga akan menjadi pelanggaran etik. Saya dapat memberikan komentar mengenai hal ini, namun tidak dapat diungkapkan kepada publik.
Apa saran Anda sebagai advokat senior dalam kasus seperti ini?
Sebagai seorang advokat, saya yakin rekan-rekan kami tahu apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan. Saya tidak berada dalam posisi untuk memberikan saran atau anjuran. Jika Mahkamah Konstitusi (MK) merasa perlu untuk memproses kasus ini, silakan. Biarkan mereka menyelesaikan masalah ini sesuai dengan mekanisme yang ada. Ini bukan hanya tentang kode etik, tetapi juga melibatkan muatan politik. Dalam konteks ini, kita perlu mempertimbangkan apakah Denny bertindak sebagai advokat, akademisi (guru besar), atau politisi. Seorang advokat dapat ditindak jika melanggar kode etik ketika menjalankan tugasnya.
Setelah persoalan pemilu dengan sistem proporsional terbuka dan tertutup ini selesai, Denny kembali mensinyalir bahwa Anies Baswedan akan menjadi tersangka, padahal ini belum terjadi. Ini terlihat mirip dengan kasus sebelumnya. Bagaimana pendapat Anda tentang hal ini?
Ini adalah teknik yang digunakan oleh Denny. Di satu sisi, dia tidak ingin Anies menjadi tersangka, namun dia menggulirkan isu tersebut. Jadi, caranya mirip dengan sebelumnya. Apakah yang dia sampaikan benar? Menurut saya, ini merupakan permainan politik, sehingga sebaiknya diselesaikan juga secara politik. Jika diselesaikan melalui jalur hukum, tidak akan ada habisnya. Dia akan mengatakan bahwa itu adalah analisis pribadinya dan bahwa dia menduga serta mendapatkan informasi. Namun, kita tidak tahu informasinya berasal dari mana.
Mari kita bicara tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selama ini, ada pendapat bahwa lembaga ini digunakan untuk memukul lawan politik. Bagaimana pandangan Anda mengenai hal ini?
Banyak orang yang berpendapat seperti itu. KPK dianggap sebagai alat untuk melumpuhkan lawan politik. Fenomena ini sering muncul di media massa. Saya tidak berani mengatakan apakah itu benar atau tidak. Semoga itu tidak benar. Jika hal tersebut terbukti terjadi, itu akan sangat menyedihkan bagi negara kita. Lembaga penegak hukum seperti KPK yang didanai oleh pemerintah digunakan untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu, hal itu membuat kita prihatin.
Menurut Anda, apakah hukum di negara kita sudah ditegakkan?
Secara umum, kita masih belum puas dengan penegakan hukum di negara kita. Sebelum masa pemerintahan Pak Jokowi berakhir, jika boleh kami menyampaikan aspirasi. Pak Jokowi telah berhasil dalam berbagai sektor seperti pembangunan infrastruktur, politik, dan pertumbuhan ekonomi. Namun, dalam bidang hukum masih perlu perhatian lebih. Oleh karena itu, saya berharap agar di sisa masa jabatannya, Pak Jokowi dapat melengkapi dengan menegakkan sektor hukum. Jika dapat dilakukan dengan baik, itu akan menjadi pengayaan pada kepemimpinan beliau. Sebagai seorang pengacara dan warga negara, saya sangat berharap akan hal ini.
Apakah Anda yakin bahwa dalam sisa waktu ini, Presiden Jokowi dapat menuntaskan penegakan hukum?
Saya yakin bahwa Pak Jokowi dapat melakukannya. Yang terpenting adalah para pembantunya memberikan arahan yang tepat. Jika tidak, tugasnya akan sulit. Penyelesaiannya tidak boleh bersifat sektoral, tetapi harus melibatkan berbagai sektor. Semua sektor dalam penegakan hukum harus dikumpulkan, termasuk advokat. Selama ini, peran advokat sering diremehkan dalam penegakan hukum. Padahal, advokat memainkan peran penting dalam memastikan penegakan hukum berjalan dengan baik. Sebelum perkara dimulai, seseorang sudah ditemani oleh advokat, mulai dari pemeriksaan polisi, persidangan di pengadilan, hingga Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Advokat selalu mendampingi. Sementara itu, pihak lain hanya terlibat pada beberapa tahap tertentu, sehingga tidak terjadi keseluruhan. Peran advokat sangat penting dalam menjaga agar hukum berjalan dengan baik atau tidak.
SEE ALSO:
Jadi, peran advokat sangat penting karena mereka mengikuti proses hukum dari awal hingga akhir?
Jika ada penyimpangan, pengacara akan mengajukan keberatan. Jika semuanya berjalan lancar, advokat akan diam. Ketika suatu perkara berjalan, jika advokat tetap diam, ada dua kemungkinan: hukum sudah berjalan dengan baik atau pengacara terlibat dalam praktik yang tidak benar. Oleh karena itu, kami meminta agar Pak Jokowi memberikan perhatian pada profesi advokat ini. Kecuali jika kita ingin negara ini hancur begitu saja. Jika kita ingin negara ini menjadi baik dari segi hukum, peran advokat harus ditingkatkan. Jika kita mengabaikan profesi advokat, itu berarti pemimpin tidak ingin negara ini berkembang dengan baik dari segi hukum.
Saat ini, ada beberapa kasus di mana advokat menjadi tersangka dalam kasus hukum. Secara umum, penegakan hukum di negara kita masih belum optimal, termasuk di kalangan advokat. Banyak kasus di mana advokat terlibat dalam praktik yang tidak benar, baik di kepolisian, kejaksaan, maupun KPK. Semua lembaga penegak hukum mengalami penurunan kinerja. Meskipun ada perpecahan dalam organisasi advokat, hal ini seharusnya tidak digunakan oleh pemerintah sebagai alasan untuk melemahkan profesi advokat, sebaliknya, mereka seharusnya diberikan perhatian lebih karena advokat juga merupakan penegak hukum. Selama ini, negara tidak memberikan dukungan finansial kepada advokat, sehingga mereka harus mandiri. Seharusnya, mereka mendapatkan dukungan.
Khusus untuk Peradi, apa yang dilakukan jika ada advokat yang tidak berperilaku baik?
Peradi memiliki komisi pengawas advokat dan dewan kehormatan advokat. Jika ada advokat yang melanggar kode etik, mereka akan diberikan pembinaan. Artinya, etika yang telah ditetapkan dalam kode etik profesi harus ditegakkan. Dengan penegakan ini, masyarakat bisa menilai bahwa advokat bekerja untuk kepentingan rakyat. Semua ini dilakukan untuk mencari keadilan.
Namun, kendalanya adalah ketika kita menghukum seorang advokat dan melaporkannya ke lembaga peradilan, pengadilan tidak mengindahkannya. Ada kasus di mana advokat telah dijatuhi hukuman, namun masih diizinkan untuk berpraktik di pengadilan. Ini menjadi masalah yang sulit.
Apakah advokat tersebut beralih ke organisasi advokat lain?
Ya, itulah masalahnya. Aturan tidak dapat ditegakkan. Pengadilan seharusnya yang menegakkannya, kami sudah berusaha menjaga. Hal ini harus diperhatikan oleh Presiden Jokowi. Ini bukan hanya untuk kepentingan Peradi, tetapi juga untuk kepentingan pencari keadilan.
Apakah KPK, kepolisian, kejaksaan, dan advokat sudah bekerja sama untuk menegakkan keadilan?
Masalah yang terjadi saat ini adalah masih ada ego sektoral yang mendominasi. Keempat pihak yang bertugas menegakkan hukum ini belum bersinergi. Beberapa pihak masih memandang advokat sebagai lawan, padahal kami juga berusaha untuk menegakkan hukum. Advokat berperan sebagai pembela, jaksa sebagai penuntut, dan polisi sebagai penyidik. Peran advokat dalam membela seseorang bukan untuk membebaskannya dari tuntutan hukum, tetapi untuk menjaga penegakan hukum. Paradigma ini harus diubah, jaksa saat menuntut tidak boleh marah-marah, begitu juga dengan advokat saat membela. Ini adalah tugas berat yang tidak dapat diselesaikan hanya oleh para penegak hukum saja, Presiden Jokowi harus turut ambil bagian dalam hal ini.
Punya Menantu Jessica Milla, Ini Harapan Otto Hasibuan
Belum lama ini Prof. (HC) Dr. Otto Hasibuan, SH, MCL, MM, yang menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) baru saja menikahkan putra bungsunya Yakup Hasibuan dengan bintang film dan sinetron Jessica Milla. Diakui lawyer kawakan ini memiliki menantu seorang figur publik memang senang, namun ada beban tersendiri.
"Terus terang saya senang putra saya Yakup sudah menikah. Saya senang dia menikahi perempuan yang ia cintai dan kebetulan profesinya adalah figur publik. Dia seorang bintang sinetron dan bintang film. Selain senang, saya terus terang merasakan beban tersendiri," ujar pria kelahiran Pematang Siantar, Simalungun, Sumatera Utara, 5 Mei 1955.
"Saya katakan kepada Yakup, bebanmu berat menjadi suami artis. Saya juga sebagai mertua dari seorang artis merasakan beban yang berat. Jadi, kau harus ingat hal ini dan ini menjadi inspirasi agar ke depan kalian bisa menjalani kehidupan berumahtangga dengan baik," katanya kepada putra bungsunya.
Dari pernikahannya dengan Norwati Damanik pada tahun 1984, Otto dikaruniai empat anak. Tiga perempuan yaitu Putri Linardo Hasibuan, Lionie Petty Hasibuan, dan Natalia Octavia Hasibuan, serta seorang anak laki-laki bernama Yakup Hasibuan.
Secara khusus, ia memberikan pesan kepada Yakup agar bisa menjaga rumahtangga dan tidak mengecewakan publik yang sudah menyaksikan pernikahan mereka digelar. "Kalian harus menjadi inspirasi banyak orang setelah menikah dengan seorang figur publik. Kalau tidak, orang akan kecewa," harap Otto pada putra bungsunya.
Menurut Otto, Yakup dan Milla mendapat kepercayaan dan itu harus dipertanggungjawabkan kepada publik. "Beban berat yang harus dipertahankan oleh Yakup dan Milla adalah menjaga kepercayaan yang sudah diberikan oleh publik. Itu pesan saya kepada mereka berdua," katanya.
Dia mengakui bahwa dia tidak pernah menginginkan Yakup menikah dengan seorang artis. Namun, Yakup berhubungan dan cocok dengan seorang artis, dan mereka berdua sepakat untuk menikah. "Itulah jodohnya Yakup," ujar pria yang menyelesaikan studi hukum di Universitas Gadjah Mada ini.
"Jadi saya menerima Milla apa adanya. Kebetulan dia adalah seorang artis dan bintang film. Itu adalah pilihan Yakup. Sebagai orang tua, kami hanya mendukung," kata Otto, yang melanjutkan studi di jenjang S2 di Universitas Teknologi Sydney dan menyelesaikan S3 di UGM.
Tiada Hari Tanpa Olahraga
Menurut Otto Hasibuan, hidup ini harus seimbang. Tidak hanya melaksanakan tugas sebagai seorang advokat semata, tetapi juga harus berolahraga agar tubuh sehat. "Kesehatan itu penting, jika kita tidak sehat, kita tidak bisa melakukan apa pun. Selain olahraga, kita juga harus berdoa kepada Tuhan. Semua sisi kehidupan ini ditentukan oleh Tuhan," katanya.
"Saya selalu menyempatkan waktu untuk berolahraga jalan kaki atau berenang setiap hari. Jika ada waktu lebih lama, saya bermain golf untuk menjaga kebugaran tubuh," jelas Otto, yang meraih gelar profesor kehormatan dari Universitas Jayabaya pada tahun 2014.
Tentang karier putra bungsunya, Yakup, meskipun dia telah mendapatkan pendidikan di bidang hukum seperti dirinya, Otto tidak memaksanya untuk menjadi seorang penegak hukum. "Dulu dia memang bercita-cita menjadi seorang advokat profesional. Dan cita-cita itu sudah terwujud. Setelah menyelesaikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dia melanjutkan ke tingkat magister di School of Law New York University," ungkapnya.
Menemukan Jati Diri
Sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya, lanjut Otto, putranya pernah bekerja di firma hukum terkenal di New York. "Dia juga pernah bekerja di Baker McKenzie. Dia juga pernah magang di salah satu firma hukum di Sydney," tambahnya.
Namun, setelah kembali ke Indonesia, Yakup berusaha menekuni bidang bisnis selain hukum. "Saya memberikan kebebasan kepada Yakup untuk menekuni dunia bisnis atau kembali sebagai seorang advokat. Kita akan melihat perkembangan selanjutnya," kata Otto.
Otto mengungkapkan bahwa di Amerika dan negara-negara Barat, banyak pengacara yang sukses merambah bidang bisnis, seperti yang dilakukan oleh Yakup saat ini. "Sekarang ini banyak terjadi di Amerika, pengacara-pengacara yang sukses merambah ke bidang bisnis. Itu adalah tren yang sedang terjadi di Amerika," katanya.
Saat ini, Yakup Hasibuan sedang menjabat sebagai CEO perusahaan startup di bidang multi-industri dan hukum teknologi, yaitu Lima dan Perqara.
Sebagai ayah, Otto memberikan kebebasan kepada anak-anaknya untuk menemukan jati diri mereka sendiri. "Saya memberikan kebebasan kepada anak-anak saya untuk mencari dan menemukan jati diri mereka masing-masing, termasuk Yakup," ujarnya.
Pesan untuk Yakup, jika dia ingin menekuni profesi sebagai seorang advokat, dia harus menjadi yang terbaik. "Jika dia ingin menekuni profesinya sebagai advokat, saya yakin dia tahu apa yang harus dilakukan. Pesan saya dia harus menjadi advokat yang baik," tegas Otto Hasibuan.
"Masalah yang terjadi saat ini adalah masih ada ego sektoral yang mendominasi. Keempat pihak yang bertugas menegakkan hukum ini (KPK, Kejaksaan, Kepolisian dan Advokat) belum bersinergi. Beberapa pihak masih memandang advokat sebagai lawan, padahal kami juga berusaha untuk menegakkan hukum. Advokat berperan sebagai pembela, jaksa sebagai penuntut, dan polisi sebagai penyidik,"