The East Java Police Expressed Cases Of Subsidized Fuel Misappropriation Of 67 Thousand Solar Literers And 17 Thousand Liter Pertalite
SURABAYA - Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur menangkap 92 orang tersangka dari 62 kasus penyelewengan bahan bakar minyak (BBM) dan LPG 3 kilogram di wilayahnya. Puluhan kasus ini diungkap sejak periode Januari hingga September 2022, terjadi di semua daerah di 38 kabupaten/kota di Jatim.
"Ternyata para pelaku ini menjual lagi BBM bersubsidi ke masyarakat. Caranya atau modusnya, mereka memodifikasi tangki truk dan mobil pikap untuk mengisi BBM bersubsidi," kata Direktur Reskrimsus Polda Jatim Kombes Farman di Surabaya, Selasa, 6 September.
Dari pengungkapan tersebut, polisi menyita 67.103 liter solar, 17.643 liter pertalite, sembilan unit truk tangki, lima unit truk, kapal, ekskavator.
Selain itu, disita juga 34 unit mobil, enam motor, 12 unit tandon plastik kapasitas 1.000 liter, 564 jeriken, 27 drum kosong, tiga buah mesin pompa, sembilan selang dan uang tunai Rp14.088.000.
"Jadi, BBM itu ditandon terlebih dahulu sebelum dijual ke masyarakat. Sementara untuk tabung elpiji, pelaku ini memindahkan dari tabung LPG 3 Kg ke tabung berukuran 12 Kg dan 50 Kg," katanya.
Kemudian, 11 tabung elpiji kapasitas 50 kilogram, 21 tabung elpiji kosong kapasitas 3 kilogram, 540 tabung kilogram 3 kilogram baru, 357 tabung elpiji portabel, 30 tabung alat pemindah elpiji, satu karet kantong dan empat pack segel plastik.
"Kami saat ini masih melakukan pendalaman, masih diselidiki apakah ada orang dalam Pertamina yang terlibat. Karena ketika dilakukan penangkapan, dua truk Pertamina ini baru keluar dari depo. Jangan main-main dengan BBM subsidi, kebijakan pemerintah sudah jelas," ujarnya.
SEE ALSO:
Polda Jatim meminta masyarakat untuk memberikan informasi kepada polisi menemukan penyimpangan terhadap distribusi ataupun penyalahgunaan BBM subsidi maupun elpiji. "Bagi masyarakat yang menemukan kasus semacam ini, bisa segera melapor ke polisi terdekat, untuk ditindaklanjuti," katanya.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 55 dan atau Pasal 54 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.