JK Saran ke Pemerintah Tunda Pilkada Hingga Vaksin COVID-19 Tersedia

JAKARTA - Wakil Presiden RI ke-10 dan dan ke-12 Jusuf Kalla menyarankan agar pemerintah menunda penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 sampai vaksin COVID-19 ditemukan.

Saran ini didasarkan pada banyaknya pelanggaran protokol pencegahan COVID-19 yang dilakukan oleh bakal pasangan calon saat mendaftar ke kantor KPU daerah setempat. Mereka banyak yang membiarkan adanya kerumunan.

"Kalau terjadi kecenderungan itu ya lebih baik dipertimbangkan kembali waktunya," kata JK di BPMJ Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Sabtu, 19 September.

JK menyebut, pelaksanaan pilkada lebih baik ditunda hingga vaksin COVID-19 tersedia dan telah diinjeksikan kepada masyarakat luas. Sehingga, tak ada lagi kekhawatiran lonjakan kasus COVID-19.

"Saya sarankan ditunda dulu sampai beberapa bulan, sampai dengan vaksin ditemukan. Kalau sampai vaksin ditemukan, nanti (angka kasus) langsung menurun itu," ucap Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) tersebut.

Menurut JK, jika pilkada kembali ditunda, jabatan kepala daerah yang telah berakhir pada tahun depan dapat diganti dengan pelaksana tugas (Plt) atau penjabat (Pj) pemerintah.

"Dari segi pemerintahan, bisa ditutup dengan penjabat. Toh, banyak wali kota dan bupati yang diganti pada tahun depan. Jadi, sebenarnya tidak apa-apa," tuturnya.

Dorongan agar pelaksanaan Pilkada 2020, khususnya pada tahapan pemungutan suara agar ditunda menguat dari kalangan pemerhati pemilu. 

Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan pelaksanaan pemungutan suara pilkada serentak 2020 bisa saja ditunda kembali dengan alasan kasus COVID-19  yang mengkhawatirkan. Apalagi banyak pelanggaran protokol kesehatan terjadi.

Menurut Titi, opsi penundaan diatur dalam Pasal 201A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 yang merupakan penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 soal pelaksanaan pilkada di masa pandemi COVID-19. 

"Kalau ada pejabat publik yang mengatakan tidak usah diskusi soal penundaan karena hampir mustahil. Bagaimana kita tidak diskusi soal penundaan, instrumen hukumnya saja memungkinkan kita untuk berdiskusi soal penundaan itu," kata Titi.

Namun, pemerintah tidak sependapat. Pelaksana tugas Dirjen Bina Administrasi dan Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal ZA menjelaskan alasan pemerintah dan DPR RI tetap penyelenggaraan pilkada serentak di tahun ini.

Saat ini pemerintah tengah fokus menangani pandemi COVID-19 dan dampak yang ditimbulkan. Penanganan ini membutuhkan program yang strategis di tiap daerah. Sementara, kuasa Plt atau Pj dalam membuat kebijakan tidak seleluasa kepala daerah yang dipilih secara politik.

"Pemimpin Plt dan Pj itu memiliki keterbatasan. Kami membutuhkan speed penuh kepala daerah dalam rangka menangani COVID-19. Kalau mereka enggak memiliki speed penuh, maka korbannya adalah masyarakat," jelas Safrizal.

a