JAKARTA - Research Oriented Development Analysis (RODA) Institut meminta pemerintah hingga produsen mencermati kenaikan impor baja yang menembus angka 6,5 juta ton pada semester I 2021 atau meningkat 12,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Fenomena ini perlu dimanfaatkan sebagai bahan evaluasi baik dari pemerintah sebagai penyusun kebijakan maupun kalangan industri sebagai pelaku usaha," kata Direktur Eksekutif RODA Institut Ahmad Rijal Ilyas dalam keterangannya, dikutip dari Antara, Selasa 14 September.
Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS) impor baja pada semester I 2021 sebesar 6,5 juta ton, sedangkan periode yang sama tahun lalu hanya tercatat sebesar 5,8 juta ton. Nilai impor baja juga meningkat sebesar 5,3 miliar dolar AS atau 51,6 persen ketimbang tahun lalu yang hanya sebesar 3,5 miliar dolar AS.
Ahmad menjelaskan kenaikan impor secara nilai terutama disebabkan kenaikan harga baja dunia secara signifikan yang terjadi mulai pertengahan tahun 2020 hingga saat ini.
Menurutnya, ada banyak aspek yang menyebabkan terjadinya peningkatan impor baja pada paruh pertama 2021. Peningkatan permintaan produk turunan baja sebagai dampak pemulihan ekonomi merupakan faktor kritikal yang menentukan.
Berbagai proyek pemerintah dan sektor swasta yang sempat tertunda tahun lalu, kini sudah dimulai kembali.
Pemerintah memberikan stimulus kepada beberapa sektor untuk meningkatkan daya saing, di antaranya relaksasi PPnBM untuk sektor otomotif hingga fasilitas harga gas bumi untuk industri tertentu, termasuk industri logam dasar.
"Fenomena kenaikan impor tidak luput dari impor yang dilakukan oleh produsen sendiri. Informasi lapangan mencatat bahwa 52,8 persen impor dilakukan oleh anggota asosiasi produsen baja (IISIA)," ujar Ahmad.
BACA JUGA:
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa fakta itu perlu didalami mengingat beberapa produsen impor barang sejenis hasil produksi mereka, baik melalui entitas produsen maupun anak perusahaan. Bahkan, lanjutnya, ada fasilitas impor yang dilakukan oleh produsen yang memiliki fasilitas impor jalur prioritas untuk mempermudah arus bahan baku produksi.
Ia mengatakan sebanyak 50,6 persen impor baja dilakukan oleh produsen yang memiliki fasilitas tersebut. Di sisi lain peningkatan impor besi dan baja juga diiringi peningkatan ekspor yang cukup signifikan, sehingga neraca perdagangan produk intermediate baja yang berada pada Pos HS 7208-7229 surplus sebesar 1,7 miliar dolar AS.
Jika ditambahkan oleh neraca perdagangan produk turunan baja yang berada pada HS 73, neraca tersebut mengalami surplus sebesar 2,7 miliar dolar AS atau meningkat lebih dari 1.500 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar 177 ribu dolar AS.
"Kebijakan pengendalian impor yang dilakukan pemerintah menyasar pada keseimbangan pasok dan kebutuhan baja nasional, namun kebijakan tersebut sangat bergantung pada ketersediaan data yang digunakan sebagai bahan analisis," kata Ahmad.