JAKARTA - Pengamat Ekonomi dari Center of Reform on Economics Indonesia (CORE) Akhmad Akbar Susamto mengatakan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh pemerintah membawa konsekuensi tersendiri dari sisi penggunaan anggaran.
Terlebih, ketika penyelenggara negara memutuskan untuk memperpanjang masa penerapan PPKM hingga 2 Agustus mendatang.
“Bagi saya kebijakan PPKM adalah ‘pil pahit’ yang memang harus kita lakukan untuk bisa segera keluar dari krisis pandemi COVID-19 saat ini,” ujarnya dalam sebuah diskusi virtual, Selasa, 27 Juli.
Untuk itu dia meminta semua pihak dapat patuh terhadap keputusan yang dibuat pemerintah guna mendorong tingkat efektivitas PPKM lebih baik.
“Makanya yang menjadi penting sekarang adalah bagaimana memastikan bahwa kebijakan pembatasan sosial bisa berhasil, karena secara ekonomi PPKM jelas merugikan dan juga memboroskan anggaran negara,” tuturnya.
Lebih lanjut, ekonom yang juga tercatat sebagai dosen di UGM itu memberikan contoh sederhana terkait pembatasan mobilitas bagi pengguna jalan raya.
“Saat orang tidak boleh melintas dan kemudian mereka mencari jalan lain lalu mengakibatkan penumpukan yang berpotensi menjadi klaster, ini jelas tidak mencapai esensi yang diharapkan dari pembatasan itu sendiri,” jelasnya.
Hal lain yang dia kemukakan sebagai analogi adalah aturan makan di restoran atau tempat makan lain dengan estimasi waktu tidak boleh melebihi 20 menit.
“Dalam konteks ini, kalaupun harus makan di tempat mereka diharapkan tidak berinteraksi dan menularkan satu sama lain. Nah sayangnya, substansi yang seperti ini tidak terjadi di lapangan,” kata dia.
BACA JUGA:
Untuk diketahui, pada Minggu 25 Juli yang lalu pemerintah memutuskan untuk memperpanjang masa PPKM hingga 2 Agustus 2021 mendatang. Langkah itu diambil lantaran kasus penularan COVID-19 masih dalam tren yang cukup tinggi, yakni 30.000 sampai dengan 50.000 kasus per hari.
Sebagai respon, pemerintah pun menaikan anggaran penanggulangan pandemi yang masuk dalam skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari sebelumnya Rp699,43 triliun menjadi Rp755,75 triliun.
Dana sebanyak itu disebar ke dalam lima subsektor prioritas, yaitu kesehatan sebesar Rp214,95 triliun, perlindungan sosial (perlinsos) sebesar Rp187,84 triliun, dukungan UMKM dan korporasi Rp161,20 triliun. Lalu, program prioritas Rp117,904 triliun dan terakhir adalah insentif dunia usaha Rp62,83 triliun.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani secara terang-terangan menyebut jika penegakan aturan PPKM di berbagai daerah oleh TNI dan Polri telah menghabiskan anggaran negara sebesar Rp790 miliar.