Bagikan:

JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) menawarkan kebijakan baru berupa cuti tanpa dibayar perusahaan atau unpaid leave untuk menekan biaya operasional. Setelah sebelumnya Garuda juga menawarkan pensiun dini bagi karyawan yang telah bekerja lebih dari 30 tahun bagi 1.099 karyawan.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjelaskan program ini merupakan kebijakan baru yang ditawarkan bagi karyawan yang akan melahirkan atau meneruskan pendidikan.

"Cuti di luar tanggungan kami. Memang kami merencanakan memberikan skema itu khususnya untuk mereka yang baru melahirkan atau mau melahirkan, Ini memberi mereka ruang yang lebih luas bersama anak. Kalau ada keperluan lain terutama yang mengambil kuliah dan ada kepentingan lain di mana mereka bisa meninggalkan status karyawan di perusahaan dalam waktu tertentu," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin, 21 Juni.

Nantinya, kata Irfan, sebelum digulirkan program tersebut akan dilakukan komunikasi antara kedua belah pihak yakni karyawan dan perusahaan guna mencapai kesepakatan. Irfan juga menjamin seluruh prosesnya tidak akan melanggar ketentuan yang telah ditetapkan Kementerian Ketenagakerjaan.

Menurut Irfan, seluruh kewajiban perusahaan pun akan dibayarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilakukan secara bertahap. Para peserta program itu diminta tak perlu khawatir haknya tidak diberikan maskapai penerbangan pelat merah tersebut.

"Jadi ada penawaran-penawaran lain yang akan didiskusikan lagi dengan teman-teman lainnya. Yang jelas kami tidak punya keinginan sama sekali menzalimi karyawan dan kedua kami tahu persis hari ini bukan waktu yang tepat untuk meminta orang keluar," tuturnya.

Seperti diketahui, maskapai penerbangan nasional PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sedang dilanda masalah utang yang sangat besar. Berbagai upaya dilakukan untuk menyelamatkan maskapai penerbangan pelat merah ini mulai dari mengeluarkan program pensiun dini hingga memangkas jumlah komisaris.

Garuda Indonesia (GIAA) memang memiliki rapor merah dalam aspek keuangan, di antaranya nilai utang pada 2021 yang mencapai Rp70 triliun dan dapat terus bertambah seiring dengan lesunya bisnis penerbangan imbas pandemi COVID-19.

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengatakan dalam sebulan beban biaya operasional Garuda sebesar 150 juta dolar AS. Sedangkan pendapatan hanya mencapai 50 juta dolar AS.

"Jadi setiap bulan rugi 100 juta dolar AS (Rp1,4 triliun). Memang sudah tidak mungkin lagi kita lanjutkan dalam kondisi seperti ini. Memang kita harapkan dukungan dari anggota dewan untuk masuk dalam proses restrukturisasi berat," katanya dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis, 3 Juni.