JAKARTA - Cara-cara yang tidak biasa alias “extraordinary” termasuk dalam memanfaatkan teknologi serta mengadaptasi inovasi dan penemuan terkini khususnya terkait digital dianggap sebagai jawaban untuk melakukan sebuah lompatan kuantum bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Lompatan diperlukan untuk mengejar ketertinggalan dalam pembangunan ekonomi mengingat UMKM Indonesia juga sedang dalam upaya untuk bangkit setelah sempat dihantam pandemi.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan dalam situasi yang tidak menentu seperti sekarang, para pelaku UMKM dituntut untuk dapat beradaptasi.
“Diperlukan cara-cara baru yang luar biasa atau ‘extraordinary’ dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, cara-cara kreatif dan inovatif dalam pengembangan koperasi dan UMKM,” katanya dilansir Antara, Kamis, 17 Juni.
Hal itu juga terkait dengan upaya para pelaku usaha untuk mengoptimalkan penggunaan internet dalam pengembangan usaha.
Internet yang semakin dikuatkan infrastrukturnya di Indonesia dinilai harus menjadi modal utama dan andalan bagi para pelaku usaha untuk bisa bangkit.
Segala bentuk teknologi terkini pun diharapkan untuk segera diadaptasi agar sejengkal pun pelaku usaha di tanah air tidak ketinggalan dalam melangkah.
Meskipun hampir seluruh wilayah Indonesia telah dijangkau layanan internet, tapi ada beberapa titik yang merupakan area “dead zone” atau area yang tidak terjangkau oleh jaringan Wi-Fi.
Kondisi itu menyebalkan bagi siapa saja yang ingin bekerja dengan kecepatan yang lebih tinggi dan jangkauan yang lebih luas dan koneksi lebih andal, sehingga diperlukan teknologi terbaru yang memungkinkan terjadi interkoneksi yang makin kuat antara perangkat dan node.
Hal inilah yang perlu didorong untuk diketahui oleh para pelaku UMKM di Tanah Air khususnya untuk dapat mengoptimalkan penggunaan teknologi internet secara ”extraordinary”.
Marketing Manager TP-Link Indonesia Yoshia menekankan pentingnya untuk dapat terhubung dengan internet dalam berbisnis sehingga pihaknya memproduksi teknologi terkini yakni mesh yang merupakan inovasi dalam menciptakan jaringan yang luas dan stabil tanpa menambah perangkat lain seperti range extender.
“Bisa dikatakan teknologi mesh ini memberikan jangkauan Wi-Fi yang lebih luas dan menghilangkan ‘dead zones’. ‘Seamless roaming’ yang diciptakan memberikan kenyamanan "internetan" tanpa jeda, pengguna dapat leluasa bergerak di dalam rumah dan tetap terkoneksi,” katanya.
Teknologi terkini dengan nama Mercusys Halo S3 itu disebutnya penting untuk diketahui dan digunakan pelaku usaha karena harganya terjangkau untuk pasar UMKM memungkinkan melayani banyak perangkat yang terhubung secara bersamaan dan “sistem smart home”.
Kecepatan wireless-nya hingga 300 Mbps, dengan satu jaringan terpadu dilengkapi dengan teknologi mesh dimana unit Halo S3 bekerja sama untuk membentuk satu jaringan rumah utuh terpadu dengan satu nama Wi-Fi (SSID) dan satu kata sandi.
“Pengguna dapat menikmati seamless roaming dimana perangkat yang terhubung akan secara otomatis beralih dari satu unit ke unit Halo lainnya saat pengguna Wi-Fi bergerak di sekitar rumah tanpa jeda,” katanya.
Halo S3 (2 Pack) dapat menyebarkan sinyal Wi-Fihingga 200 m² untuk rumah dengan 2–4 kamar tidur dan bisa melayani hingga 40 perangkat yang terhubung secara bersamaan.
Sementara itu Halo S3 (3 Pack) dapat menyebarkan sinyal Wi-Fi lebih luas hingga 280 m², ideal untuk rumah dengan 3–5 kamar tidur dan melayani hingga 60 perangkat yang terhubung secara bersamaan.
Belajar dari Rusia
Pada era Perang Dingin, Uni Soviet pernah mendapat julukan negara Tirai Besi sebagai lambang untuk negara yang menganut paham komunisme. Namun itu berakhir tatkala Uni Soviet runtuh pada 1991.
Faktanya julukan itu rupanya akan terus disematkan ke bekas-bekas jejaknya, ketika negara-negara Barat mulai menjuluki Rusia sebagai negara Tirai Besi Digital.
Hal ini karena negeri Beruang Putih itu telah menguji coba jaringan internet sendiri sejak 23 Desember 2019, waktu setempat. Rusia berdalih uji coba jaringan internet domestik ini untuk mengurangi ketergantungan, sekaligus menghindari serangan siber dari negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat (AS). Dengan ini, Rusia telah memberi dirinya kekuatan untuk mendirikan semacam Tirai Besi digital di sekitar jaringannya.
Kenyataan ini seperti membukakan mata terkait pentingnya bagi setiap negara untuk mulai memproteksi kepentingan domestiknya termasuk pasar di tingkat lokal. Begitu pun bagi Indonesia, ketika justru potensi besar dari sisi digital bisa membawa Indonesia sebagai raksasa ekonomi dunia yang baru.
Laporan e-Conomy SEA yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company memprediksi Indonesia tetap akan menjadi pasar ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, dengan potensi pasar mencapai 124 miliar dolar AS atau sekitar Rp1.762 triliun pada 2025.
Laporan regional 2020 ini mencakup lima sektor, yaitu e-commerce, media online, transportasi online, perjalanan, dan layanan keuangan digital, serta menyentuh dua sektor baru, yakni teknologi pendidikan dan kesehatan (EdTech dan HealthTech).
Diperkirakan dalam lima tahun ke depan akan ada pertumbuhan 21 persen untuk sektor e-commerce Indonesia serta 28 persen untuk transportasi online dan pengantaran makanan.
Proyeksi-proyeksi positif itulah yang kemudian harus menjadi faktor yang patut dipertimbangkan untuk memproteksi pasar Indonesia yang tercatat berpopulasi sebesar 264 juta orang. Indonesia merupakan negara dengan populasi terbesar ke-4 di dunia.
Potensi-potensi lokal yang kemudian harus digali dan dioptimalkan dengan teknologi agar bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. UMKM pun harus semakin diperkuat dan didorong agar mampu berdaya saing dan mengikuti transformasi digital agar bisa berjalan seiring dengan perubahan yang terjadi.
Agar mampu bertahan, penguasaan terhadap teknologi terkini tetap diperlukan supaya usaha mereka tetap terlindungi di samping mendorong masyarakat di tanah air tetap mengkonsumsi produk lokal.