JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menyoroti dampak penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terhadap sektor energi.
Dikatakan Bahlil, saat ini kondisi perekonomian global semakin tidak menentu sehingga berdampak pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. . Sementara itu di sektor energi, salah satu penyerap dolar AS terbesar di Indonesia juga merupakan sektor energi yang digunakan untuk impor minyak dan elpiji.
"Kita ini mengimpor crude kita atau mengimpor BBM kita termasuk LPG satu tahun itu membutuhkan uang sekitar Rp500 triliun sampai Rp550 triliun devisa kita keluar. Dan itu pasti kita tukar dengan dolar," ujar Bahlil yang dikutip Jumat, 20 Desember.
Tidak hanya di sektor minyak dan elpiji, Bahlil menyebut penguatan dolar AS ini juga berimbas pada sektor pertambangan karena kebutuhan suku cadang yang mayoritas menggunakan dolar AS.
"Terkait dengan urusan bisnis teman-teman di tambang karena sparepart-nya kan harganya dolar pasti akan berdampak. Tapi kita lihat mudah-mudahan mampu di-manage dengan baik oleh pelaku usaha," sambung dia.
BACA JUGA:
Untuk itu, Bahlil kembali menekankan pentingnya mengurangi impor untuk menekan kebutuhan terhadap dolar AS.
Pasalnya, kata dia, fluktuasi nilai tukar mata uang pada dasarnya dipengaruhi oleh hukum permintaan, sehingga upaya menekan permintaan dolar dapat membantu menjaga stabilitas nilai tukar.
"Nah, sekarang tugas kita itu adalah bagaimana mengurangi impor agar kemudian kebutuhan kita terhadap dolar tidak terlalu banyak. Naik atau turunnya sebuah nilai mata uang itu kan tergantung hukum permintaan sebenarnya," tandas Bahlil.