Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah menyiapkan strategi pemantauan impor industri petrokimia melalui pematangan instrumen neraca komoditas guna memantau antara kebutuhan (demand) dan pasokan (supply) sektor tersebut.

"Kalau dengan neraca komoditas kita bisa melihat pasti selalu by data supply dan demand, kalau supply-nya rendah, demand-nya lebih rendah berarti masih ada potensi untuk impor," ujar Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Wiwik Pudjiastuti dalam pernyataan di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa 10 Desember.

Dia mengatakan, sistem tersebut diperlukan lantaran produk petrokimia dan turunannya masih didominasi produk impor. Padahal, industri petrokimia dalam negeri tengah berjuang memperkuat rantai pasok produksi.

Dalam catatan pihaknya, produk petrokimia nasional meliputi olefin memiliki kapasitas produksi mencapai 9,72 juta ton, sementara produk aromatik sebanyak 4,61 juta ton, dan produk C1 metanol serta turunannya sebesar 980 ribu ton.

Adapun untuk memperkuat struktur sektor petrokimia, turut diperlukan integrasi antara hulu dan hilir.

"Untuk penguatan struktur industri, yang perlu memang untuk penguatan salah satunya adalah melakukan integrasi industri hulu dan hilir," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Tetap Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Hari Supriyadi menyatakan, industri petrokimia mendapat tekanan besar akibat maraknya produk impor.

Akibatnya, industri lokal berjuang keras untuk tetap kompetitif, mengingat produk impor yang lebih murah menyebabkan harga produk lokal menjadi tidak bersaing.

"Di Asia Tenggara, salah satu pabrik petrokimia dari Thailand tutup akibat kalah saing dari produk impor China,” kata dia.

Merujuk Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), diperkirakan industri petrokimia menghadapi penurunan tingkat utilisasi pabrik hingga 50 persen, serta potensi investasi senilai Rp437 triliun di sektor ini juga terancam terhambat.

Meski demikian, menurut dia, terdapat kebijakan yang diharapkan mampu menopang kinerja sektor ini, antara lain insentif harga gas bumi tertentu (HGBT) hingga insentif fiskal.